Oleh: Rohmat Saputra
POPULARITAS telah merangkak masuk dalam hidupnya. Banyak pemuda yang ngefans, mengoleksi banyak karya dari lagu-lagunya. Dia menjalani hidup sebagai penyanyi pop star. Dia terbiasa dengan gaya hidup yang mengajarkannya pada menuhankan harta dan uang. Terlebih saat puncak-puncak ketenarannya.
Selain senang akan cita-cita dari kecilnya itu, dia juga banyak foya-foya, dan itu tidak menjadikan dirinya puas akan dunia  yang kemudian suatu saat dia terjerumus pada narkoba dan benda terlarang.
Hingga akhirnya ia sakit. Dalam terbaringnya dia di ranjang disalah satu ruang rumah sakit, dia baru berpikir. Untuk apa ia hidup di dunia ini. Apakah tujuannya hanya untuk senang-senang, menghabiskan waktu tanpa diisi kebaikan.
Selang beberapa waktu, dengan dituntun salah seorang Imam di salah satu masjid di London, ia mengembuskan nafas Islam. Ia ingin memulai kehidupan yang ada ketenangan di dalamnya. Tujuan hidup yang jelas tanpa ada lagi keraguan akan kemana dia akan dikembalikan.
BACA JUGA:Â Ini Sederet Pesepakbola Asing yang dapat Hidayah Menjadi Mualaf Kala Merumput di Liga Indonesia
Pencariannya begitu panjang sebelum dia menemukan titik ketenangan yang luar biasa pada Islam. Setelah dia sadar tatkala di rumah sakit, dia mulai mencari ketenangan hidup. Ia mempelajari agama Buddha, dan aliran-aliran yang lain. Kemudian mempelajari Al-Kitab, tapi itu semua tidak ada yang membuat hatinya tenang.
Relung hati seakan telah lelah mencari jalan hidup yang membuatnya tenang. Tapi tak setapakpun ada yang mengarahkannya kemana dia harus melangkah. Namun dalam pencarian kebenaran tersebut seolah Allah telah menilai usaha dari seorang yang bernama Cat Steven itu. Ia diberi Alquran oleh salah seorang saudaranya di Yerusalem. Sebelumnya sempat ia berpikir, kenapa Sinagog, gereja dengan masjid sangat berbeda rasa ketenangannya.
Akhirnya semua pertanyaan dalam otaknya itu terjawab setelah dia mempelajari Alquran. Ia telah menemukan atas apa yang ia cari selama ini. Yaitu ketenangan dalam Islam. Kehidupannya dulu yang penuh dengan kesia-siaan, yang dianggap bakal bertemu tenangnya hati, tapi justru makin membuatnya merasa meminum air laut. Bukannya menghilangkan haus, justru semakin ia kehausan didalamnya.
Ia telah berusaha mencari ketenangan ini. Ia buka sendiri kitab suci umat Islam, membaca, memahami, lalu menemukan sesuatu yang lebih tenang dan mulia dari apa yang ia cari selama ini. Jika dibandingkan umur yang telah ia habiskan dari masa kecil sampai menjadi orang terkenal, takkan tergantikan kebahagiaan saat ia menemukan Islam.
Kini namanya diganti dengan yang lebih baik dari sebelumnya, yaitu Yusuf Islam. Ia berusaha, Allah nilai usahanya dengan memberi hidayah kepadanya.
***
Seorang wanita tua merasakan begitu hampa atas apa yang ia jalani saat itu. Sempitnya hidup seakan tak dapat ia hindari setelah ditinggal suaminya sebulan yang lalu. Satu-satunya manusia yang ia miliki dan sangat ia cintai. Tatkala ia pergi, sepertinya ia sudah tak layak meneruskan hidup. Lalu ia memutuskan untuk mengakhirkan hidupnya ditiang gantungan yang ia buat sendiri.
Kebahagiaan dan kesenangan hidup seakan sudah tak berpihak padanya. Dengan mengakhirkan hidupnya, mungkin bisa menyusul suaminya yang telah meninggal. Di saat beberapa detik akan pencabutan nyawa dengan paksa dan sudah mengalungkan tali di lehernya, terdengar suara ketukan pintu memecah suasana yang beku dengan kesedihan.
Ia bergeming. Mungkin ketukan itu tidak akan lama. Apalagi kondisi hujan, siapa yang nekad mau mengetuk pintu rumah yang penghuninya sudah putus asa dengan kehidupan. Ketukan itu terdengar, semakin lama semakin kencang.
Penasaran, siapa di balik bingkai pintu itu. Ia turun dari kursi yang ia persiapkan untuk menghabisi nyawanya. Ia buka pintunya, ternyata seorang anak kecil dengan mendekap puluhan buletin di dadanya. Mukanya memancarkan keserian. Tidak ada sedikitpun rasa canggung. Ia memberi satu buletin kepada seorang yang mungkin tidak lama lagi berada di dunia. Kemudian meninggalkan rumah itu di bawah guyuran hujan yang masih saja betah menyirami bumi Belanda.
Seminggu berlalu. Dalam sebuah kajian di masjid Belanda setelah jumatan usai, seorang ustaz menyampaikan sebuah kajian. Lalu memberi waktu kepada jamaah jika ada pertanyaan. Dari arah jamaah wanita, berdiri seorang nenek, bukan bertanya, bukan mengkritik ataupun bukan berkehendak memberikan saran. Melainkan mengungkapkan syukur atas hidup yang telah ia pilih walaupun sudah berada di ujung usia.
Ia sangat bersyukur sekali bahwa seminggu yang lalu ada seorang anak kecil tetap semangat menyebarkan buletin meski dalam cuaca hujan deras. Seolah anak kecil itu perantara ia untuk berpikir kembali atas kehidupan yang benar-benar ia jalani hingga tua. Padahal saat itu kehampaan dan kesempitan telah menguasainya. Jika tidak ada anak kecil itu, kemungkinan besar ia mati di atas kerugian selamanya.
BACA JUGA:Â Surat Pengantar Hidayah untuk Sang Ayah
Nenek itu memahami buletin yang diberikan oleh anak kecil dengan judul thariqotun ila jannah, jalan menuju surga. Mengetahui makna hidup dan hakekat kebahagiaan di dunia. Setelah ia paham, ia tinggalkan pemahaman yang selama ini ia yakini sebagai jalan hidup. Ia tinggalkan pengakhiran hidup di tiang gantung. Setelah itu ia menjalani dengan landasan Islam.
Ia berusaha mencari alamat ke masjid yang tertera di buletin itu. Allah nilai usahanya dengan memberi hidayah kepadanya. Allah nilai usahanya untuk berfikir akan kehidupan ini dengan memberi ketenangan hidup yang lebih bahagia dari pada bersama orang yang ia cintai sebelumnya.
Allah nilai usahanya atas kesadaran yang melahirkan tindakannya keluar rumah mencari seonggok alamat diselembaran buletin. Ia telah menemukan titik di mana ia harus yakin sepenuhnya yang baginya merupakan ajaran baru.
Dari dua kisah yang terjadi di negeri yang jauh dari kita, dapat dipetik hikmah bahwa yang namanya hidayah adalah dengan usaha, mencari, menempuhnya dengan segala upaya.
Berpangku tangan dan pasrah seolah-olah apa yang telah terjadi karena takdir digariskan padanya. Allah telah menurunkan hidayah berupa tanda-tanda agar manusia mau berpikir akan ciptaan-Nya.
Jika seseorang mau berpikir lebih dalam, maka meraih hidayah taufik suatu hal yang tidak mustahil, atas izin Allah.  Dua orang di atas telah menjalankan sebab, maka Allah berikan padanya akibat. Sebab dia menapaki di atas jalan usaha menuju hidayah, akibatnya Allah memberinya hidayah Taufik.
Hidayah ini lebih berharga dari umur yang di habiskan dalam kesia-siaan. Dia lebih indah dari pada bersama orang yang dicintai saat di dunia. Maka adakah yang mau menukar hidayah dengan sepotong nikmat dunia yang tak ada harganya?
Wallahu a’lam bishshowab. []