JATUH dan bangun dalam kehidupan merupakan bagian dari perjuangan. Yang sejatinya terpaan agar kian tegar, kokoh, dan teguh keyakinan.
Sabar dan syukur dalam himpitan masalah dan lapangnya kehidupan, adalah pendidikan yang mestinya kian mendewasakan jiwa, menjernihkan hati dan menajamkan pikiran memaknai kehidupan.
Allah tidak membebani hamba di luar kemampuannya, tidak membebani di luar batas pikulan pundak tanggungjawabnya.
BACA JUGA: Ingatlah Allah saat Senang, Niscaya Allah Mengingatmu di saat Susah
Di sinilah kita merenung, melihat dan menginsafi diri, bahwa sesungguhnya beban hidup yang menumpuk adalah pelajaran agar lebih tangguh dan perkasa. Jalan yang menerpa jiwa-jiwa lemah menjadi kuat, jiwa-jiwa kerdil menjadi raksasa.
Orang-orang besar yang kita kagumi, bukan berarti tak punya masa lalu yang pilu, getir dan mendebarkan sanubari.
Mereka pernah terpuruk, jatuh dan terkapar. Tapi mereka bangkit lagi dengan menata hati, memantapkan keyakinan dan berdiri dalam perjuangan.
Sebut saja Imam Syafii, Imam Ghazali atau tokoh yang dekat dengan kita semisal KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, Buya Hamka dan sebagainya.
BACA JUGA: Di Akhir Zaman, Orang Shaleh Selalu Memudahkan Kesusahan Orang Lain
Mereka manusia biasa seperti kita yang punya sifat malas dan rajin, marah dan sabar, lemah dan kuat, kendur dan semangat.
Mereka juga pernah lemah dan terpuruk, diancam dan diintimidasi penguasa, difitnah dan direndahkan. Mereka pernah terpuruk. Tapi mereka tak menyerah, tak putus asa menghadapi kenyataan.
Kuncinya, iman dalam hati sebagai energi penggerak diri. Seberat apapun beban hidup, iman yang terpatri di sanubari menjadi kekuatan raksasa untuk memohon, meminta dan mengiba pada Allah SWT.
Mantapkan doa, sempurnakan ikhtiar, dan genapi dengan tawakal. Engkau tak sendiri, ada Allah yang Maha menyelesaikan urusan. []