TANYA: Jika Shalat belum dikerjakan namun terlanjur haid apakah harus menggantinya nanti ketika setelah suci atau membiarkannya?
Jawab: Sebagaimana dijelaskan Ustadz Ahmad Syarwat LC dalam laman rumah fiqih, ada perbedaan pendapat dalam hal ini.
Dalam pandangan mazhab Al-Hanafiyah, seorang wanita yang ketika masuk waktu shalat fardhu dalam keadaan suci, lalu di tengah waktu shalat dia mendapatkan darah haidh, padahal belum sempat shalat, maka kewajiban shalatnya gugur. Dan untuk itu tidak perlu diqadha’ bila nanti telah suci.
BACA JUGA:Â Kapan Wanita Shalat Dzuhur di Hari Jum’at?
Sebaliknya dalam mazhab Asy-Syafi’iyah, kewajiban shalatnya tidak gugur. Sehingga bila nanti sudah selesai dari masa haidh, wajib mengganti shalatnya dengan qadha’.
Syaratnya sederhana, darah haidh itu keluar setelah beberapa saat masuk waktu, sekira durasi untuk dapat berwudhu dan mengerjakan shalat. Tetapi kalau begitu masuk waktu shalat, langsung dapat haidh, jaraknya tidak cukup untuk sekedar berwudhu dan mengerjakan shalat, maka kewajiban shalatnya pun gugur.
Kalau yang ditanyakan mana pendapat yang lebih kuat, tentu masing-masing mazhab akan saling mengklaim bahwa pendapat mereka lah yang paling kuat. Jadi buat kita, yang penting bukan memilih yang paling kuat, tetapi memilih yang paling ‘aman’.
Urusan mengerjakan shalat fardhu bukan urusan main-main. Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, selain berdosa besar, juga dipastikan akan masuk neraka. Oleh karena itu, kalau ada dua pendapat yang berbeda, yang satu mengharuskan kita mengganti shalat, dan satunya lagi tidak mengharuskan, logika kita tentu akan langsung bisa mengambil kesimpulan, yaitu kita akan pilih yang mengharuskan kita mengganti.
BACA JUGA:Â Benarkah Wanita Haid Dilarang Mandi Keramas dan Memotong Kuku?
Kenapa harus menggantinya? Mari kita buat pengandaian. Seandainya nanti di akhirat ternyata yang benar tidak harus menganti sebagaimana pendapat mazhab Al-Hanafiyah, sementara kita sudah terlanjur mengganti, tentu tidak ada risiko apa-apa. Malah kita akan dapat untung, karena kita dapat pahala shalat sunnah.
Sebaliknya, kalau yang benar ternyata kita harus mengganti shalat, padahal kita tidak menggantinya, maka celaka dua belas buat kita. Badan kita akan dibakar api neraka Saqar karena meninggalkan shalat fardhu. Betapa ruginya kita kalau sampai hal itu terjadi.
Maka pilihan yang paling logis adalah memilih yang risikonya paling kecil, atau yang sama sekali tidak ada risikonya. []
Sumber: Rumahfiqih