PARA pemuda begitu antusias menerima tantangan dari sang raja. Dengan waktu satu tahun, para pemuda melakukannya dengan penuh perjuangan agar bisa memperoleh hasil seperti apa yang sang raja inginkan. Mereka memupuk, menyiram juga merawat biji itu dengan cukup baik.
Setelah satu bulan berlalu, para pemuda sudah ramai karena biji tersebut telah tumbuh. Namun, hanya ada satu pemuda dari kalangan orang biasa yang bijinya itu tidak tumbuh. Setelah beberapa bulan berlalu biji yang dimiliki oleh para pemuda itu sudah ada yang berbunga dan sudah ada pula yang berbuah. Namun, lagi-lagi biji dari milik pemuda biasa itu tidak juga tumbuh. Ibunya menyarankan agar jangan terlalu memaksakan diri. Ibunya beranggapan bahwa dia sudah melakukan amanah itu dengan baik. Ia telah menyiram, memupuk juga merawat dengan sepenuh hati. Masalah tumbuh atau tidak itu kehendak Allah.
BACA JUGA: Seorang Muslim Harus Miliki 5 Sifat Kejujuran Ini
Akhirnya satu tahun telah dilalui. Para pemuda beramai-ramai kembali ke kerajaan dengan bangganya karena hasil yang mereka peroleh. Ada yang sudah memiliki pohon tinggi dan buah yang lebat serta manis rasanya. Ada pula yang sedang-sedang saja tapi memiliki buah yang manis. Namun, biji dari pemuda biasa itu tidak tumbuh sama sekali.
Pemuda tersebut bingung, harus bagaimana ia bertemu sang raja nantinya. Ia takut akan mendapat hukuman karena tak bisa menjaga amanah dengan baik. Dengan memberanikan diri, akhirnya ia pun ikut kembali ke kerajaan, walaupun ia hanya menempat tempat paling terbelakang, berharap sang raja tidak melihatnya.
Tak lama kemudia sang raja memeriksa semua hasil dari penanaman biji yang dilakukan oleh para pemuda. Sang raja sangat berapresiasi kepada pemuda yang berhasil menumbuhkan biji itu menjadi pohon yang tinggi dan buah yang lebat serta rasanya manis. Sehingga, sang raja pun mengacungkan jempolnya pada pemuda itu.
Pemuda biasa itu tetap berada dalam posisi terbelakang. Namun, akhirnya sang raja melihatnya. Sang raja bertanya kepadanya, ‘Mengapa biji itu tidak tumbuh?’ Ia menjawab, ‘Saya sudah berusaha menyiram, memupuk dan merawatnya. Ini buktinya pupuknya masih ada. Hanya saja, biji tersebut tetap saja tidak mau tumbuh.’ Sang raja hanya tersenyum.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu itu tiba. Sang raja mengumumkan pemenang yang akan menjadi penerus atau pemimpin selanjutnya setelah sepeninggalannya. Dan raja mengumumkan bahwasanya yang menjadi penerusnya ialah penuda biasa yang bijinya tidak tumbuh. Pemuda lain tak menyangka akan hal itu. Pemuda yang memiliki pohon yang tinggi dan berbuah manis, tentu tak dapat menerima. “Raja bukankah engkau telah berjanji bahwa siapa aja yang bisa menumbuhkan biji itu dengan baik maka akan diberi acungan jempol!” katanya.
Raja menjawab, “Ya, saya sudah melakukan hal itu kepadamu kan? Itu berarti janji saya sudah dipenuhi. Acungan jempol bukan berarti saya menjadikan kamu seorang raja.” Lalu sang raja memberikan alasan mengapa pemuda itulah yang menjadi pilihannya.
Raja mengatakan bahwa biji yang ia kasih kepada seluruh pemuda di wilayah kekuasaannya itu sudah digoreng terlebih dahulu. Tanpa sepengetahuan siapa pun dia goreng biji itu hingga berubah warnanya menjadi hitam pekat. Dengan begitu, walau bagaimana pun merawat biji tersebut untuk menjadi tumbuh, tetap tidak akan tumbuh.
Nah, ini membuktikan bahwa pemuda-pemuda yang bijinya tumbuh menjadi sebuah pohon dan berbuah bukanlah dari biji yang diperoleh dari sang raja. Melainkan dari biji yang lain. Sedangkan pemuda biasa ini telah melakukannya dengan benar. Ia telah menjalankan amanahnya dengan baik, Dan yang terpenting ia telah jujur menjalankan dalam menjalankan amanah tersebut. Akhirnya, pemuda tersebutlah yang menjadi pengganti sang raja untuk menjadi pemimpin di kerajannya.
Subhanallah, itulah hasil dari kejujuran. Menjadi orang yang jujur, maka hasil yang diperolehnya pun akan berupa kenikmatan yang tiada tara, yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Sedangkan pemuda yang lain yang tidak jujur, mengalami kekecewaan dan penyesalan karena tak bisa bersikap jujur.
BACA JUGA: 5 Jenis Sifat Jujur yang Wajib Dimiliki Setiap Muslim, Apa Saja?
Bayangkan saja, jika dalam menjalankan amanah yang kecil saja sudah tidak jujur, apalagi dalam menjalankan amanah yang besar, yakni memimpin umat. Tentu kita sudah tahu bagaimana hasil dari orang yang tidak jujur. Maka, untuk menjadi seorang pemimpin, kejujuran itulah yang terpenting. Dan yang terbaik ialah jujur dahulu pada diri sendiri. Barulah ia akan bisa bersikap ujur pada siapapun.
Pemimpin yang jujur akan mengarahkan rakyatnya pada sebah kesejahteraan. Amanah yang dipegang oleh orang yang jujur akan dilakukan dengan baik. Ia akan berusaha semampunya dan melakukan yang terbaik demi kesejahteraan rakyatnya. Dan seketika ia tidak mampu maka ia akan jujur untuk mengungkapkannya. Dengan begitu ia akan berusaha untuk memecahkan masalah itu dengan alternatif lain yang bisa ia lakukan. Dan masyarakat sejahtera tersebut, insya Allah bukan lagi menjadi sebuah mimpi. Wallahu ‘alam. []
Disarikan dari Didih Ahmadiyah SQ SHI S.Pdi, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam DR KHEZ Muttaqien Purwakarta