RASANYA jarang ada orang yang mencintai saudaranya seperti halnya Umar mencintai Zaid, baik selama masa hidupnya ataupun setelah Zaid kembali ke sisi Sang Ilahi. Orang jika hendak membuat Umar menangis, maka mudah saja. Tinggal menyebut nama Zaid di depannya, maka air mata pun akan mengalir di pipinya. Setelah kepergian Zaid, ia sering menghibur orang yang mengalami kesedihan seperti yang dialaminya. Setiap kali ia melihat ada orang yang kehilangan keluarganya, maka ia segera menghiburnya dan ikut merasakannya.
Ahmad bin Imran Al ‘Abi menceritakan berdasarkan keterangan dari ayahnya, kakeknya bercerita, “Ketika itu, aku shalat subuh bersama Umar bin Khatab. Seusai shalat, Umar melihat seorang laki-laki bertubuh pendek, sebelah matanya buta, di bahunya tergantung sebuah busur serta di tangannya memegang tongkat besar.
BACA JUGA: Ketika Sahabat Mendengar Suara Azan, Persendian Gemetar dan Mata Menangis
“Siapakah orang ini?” Tanya Umar.
“Mutammim bin Nuwairah,” jawab salah seorang sahabat.
Setelah mendengar pertanyaan Umar itu, maka ratap tangisna semakin bertambah menjadi-jadi dan dia menyenandungkan syair.
“Kami bagaikan akar pohon saling menyatu selama bertahun-tahun,
Hingga ada yang mengatakan kami tak terpisahkan.
Namun ketika kami telah berpisah,
Aku dan malik (saudaranya yang telah meninggal)
Karena begitu jauh terpisah
Seolah belum pernah bermalam bersama.”
Mendengar syair ini, Umar berkata, “Demi Allah, ini merupakan sebuah pujian terhadap almarhum (at ta’bin). Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala melimpahkan rahmatnya kepada Zaid bin Khatab! Seandainya aku mampu merangkai sebuah syair, maka sungguh aku akan membuatnya menangis, seperti halnya engkau membuat saudaramu menangis.”
Kemudian Umar bertanya lagi kepada orang itu, “Kesedihan paling mendalam apakah yang engkau rasakan atas kepergian saudaramu?
“Sesungguhnya mataku ini buta, maka aku menangisinya dengan mata sesungguhnya (hati). Karena tangisanku tak ada henti-hentinya, akhirnya aku bisa membahagiakan mataku yang sudah buta dan darinya aku ikut meneteskan air mata,” jawabnya dengan sedih.
BACA JUGA: Ketika Para Sahabat Membutuhkan Air
“Sesungguhnya tindakanmu sangat berlebihan sehingga sampai sedemikian sedihnya engkau meratapi seseorang yang sudah meninggal,” kata Umar.
“Wahai Amirul Mukmini, seandainya adikku mati di dalam peperangan Yamamah seperti yang di alami Zaid, aku tidak akan menangis sama sekali,” jelasnya.
Setelah mendengarkan penjelasan Mutammim ini, hati Umar kembali merindukan adiknya Zaid, dengan berkata, “Tiada seorang pun yang menyatakan bela sungkawa kepadanya sebaik bela sungkawaku…” []
Sumber: Kejeniusan Umar/ Penulis: Abbas Mahmud AL Akkad/ Penerbit: Pustaka Azzam, 2002