SEMENTARA mazhab Syafi’i mengatakan bahwa kewajiban suami menyetubuhi istrinya pada dasarnya hanyalah sekali saja selama mereka masih menjadi suami-istri. Kewajiban ini hanyalah untuk menjaga moral istrinya.
Pandangan ini dilatarbelakangi oleh prinsip bahwa melakukan hubungan jima adalah hak seorang suami. Istri, menurut pendapat ini disamakan dengan rumah atau tempat tinggal yang disewa.
Alasan lain adalah bahwa orang hanya bisa melakukan hubungan jima apabila ada dorongan syahwat (nafsu), dan ini tidak bisa dipaksakan. Akan tetapi, sebaiknya suami tidak membiarkan keinginan jima istrinya itu agar hubungan mereka tidak berantakan.
BACA JUGA: Mengapa Suami-Istri Tidak Boleh Meninggalkan Jima
Adapun mazhab Hanbali menyatakan bahwa suami wajib menggauli istrinya paling tidak sekali dalam empat bulan, apabila tidak ada uzur. Jika batas maksimal ini dilanggar oleh suami, maka antara keduanya harus diceraikan. Mazhab ini mendasarkan pandangannya pada ketentuan ila’ (sumpah untuk tidak menggauli istri).
Keengganan istri melayani suami tentu saja memiliki alasan. Sebab itulah seorang suami harus bisa memahami alasan dibalik penolakan istrinya. Secara umum, istri kerap menolak ‘ajakan’ suami dalam kondisi seperti berikut:
1 Istri Hamil
Postur tubuh istri yang bertambah besar ditambah adanya si jabang bayi di dalam perut tentu agak menyulitkan melakukan senggama. Karenanya dalam kondisi hamil, hasrat jimaual istri cenderung menurun. Namun hubungan intim selama hamil dibenarkan agama.
Dalam Fatwa-fatwa Kontemporer Tentang Problematika Wanita yang dikarang Musa Shalih Syaraf, dibolehkan suami-istri melakukan hubungan intim, kecuali jika ada pertimbangan kesehatan yang melarang sehingga menimbulkan beberapa bahaya bagi istri. Yang demikian itu bisa saja dilakukan dengan meminta saran kepada dokter spesialis kandungan, karena masa-masa kehamilan itu dituntut mengikuti nasehat-nasehat medis.
2 Istri Capek/Lelah
Mengurus rumahtangga dan anak bukanlah perkara mudah yang bisa dikerjakan dengan santai. Selain menguras tenaga dan waktu, pikiran pun harus terfokus penuh pada perkembangan anak. Mulai dari bangun tidur sampai kembali waktu tidur tiba. Tak heran jika energi istri pun terkuras tak bersisa. Apalagi istri yang punya peran ganda. Selain sebagai ibu rumahtangga, istri pun terlibat menopang kehidupan dapur keluarga.
Tak heran ketika ada sedikit kesempatan istirahat, mereka lebih memilih rehat ketimbang mengurus diri sendiri, bahkan tak jarang keberadaan suami pun terabaikan. Maka sebagai suami bijak, sudah sepatutnya tak terburu-buru menanggapi sikap istri dengan amarah. Justru memahami kesulitan sang istri bisa menjadi jalan terbukanya komunikasi yang baik. Pada akhirnya bahkan hubungan di atas ranjang pun tak mudah terganjal.
3 Istri Sakit
Dalam masalah ibadah apa pun, sakit adalah uzur yang sangat bisa dimaklumi. Kondisi badan yang tidak fit memang tidak memungkinkan seseorang beraktivitas. Apalagi jika sakit itu sudah amat membahayakan. Sudah sepatutnya suami memahami kondisi ini.
BACA JUGA: Berapa Kali dalam Sepekan Suami Istri Berhubungan?
4 Istri Haid
Bersenggama dalam kondisi istri sedang haid adalah haram, sebagaimana al-Qur’an menyatakan, “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid.” (QS. al-Baqarah: 222)
Alasan di balik pengharaman ini dikarenakan darah haid itu memiliki bau yang tidak sedap dan dapat mendatangkan beberapa penyakit yang berbahaya bagi suami dan istri. Namun, Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat, jika ada orang yang akhirnya melakukan senggama pada waktu haid, disunnahkan baginya bersedekah setengah atau satu dinar.
Sejatinya hubungan jima bukanlah sekedar penyaluran syahwat. Hubungan jima antar suami-istri juga merupakan ungkapan cinta kasih agar pondasi rumahtangga semakin kokoh. []
HABIS