TIDAKLAH mengherankan bahwa Irak saat ini, terlepas dari semua kehancuran dan konflik yang ditimbulkannya selama berabad-abad, masih dipenuhi dengan harta karun arkeologi dan warisan dunia yang menakjubkan.
Secara historis Irak dikenal sebagai Mesopotamia. Wilayah ini disebut tempat lahir peradaban karena merupakan rumah bagi banyak kerajaan dan peradaban sejak milenium keenam sebelum masehi. Mulai dari peradaban Sumeria, Asyiria dan Babilonia, hingga banyak kerajaan dan kekhalifahan Muslim.
BACA JUGA: Irak dan Syam Diboikot oleh Orang-orang Rum
Salah satu harta karun Irak yang terkenal adalah ibu kota kuno Samarra, yang didirikan oleh Khalifah Abbasiyah Al-Mutasim pada abad kesembilan.
Samarra adalah ibu kota kedua dari Kekhalifahan Abbasiyah setelah Baghdad, yang memerintah provinsi-provinsi Kekaisaran Abbasiyah yang membentang dari Tunisia hingga Asia Tengah, dan terus menjadi satu-satunya ibu kota Islam yang masih bertahan yang tetap mempertahankan desain dan arsitektur aslinya.
Nama Samarra berasal dari frase bahasa Arab “Surra man ra’a”, yang berarti “Sukacita bagi semua orang yang melihatnya.”
Masjid Agung Samarra, Irak
Samarra adalah rumah bagi Masjid Agung Samarra dengan Menara Malwiya (bahasa Arab untuk “bengkok”) yang ikonik. Kota Arkeologi Samarra terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2007.
Masjid Agung Samarra dibangun pada tahun 848–852 ketika masa pemerintahan Khalifah Abbasiyah Al-Mutawakil. Khalifah ini adalah yang terbesar di dunia selama lebih dari 400 tahun sebelum dihancurkan pada 1278 menyusul invasi penguasa Mongol Hulagu Khan ke Irak. Saat ini yang tersisa hanya tembok luar masjid dan menara malwiya.
Awalnya terhubung ke masjid melalui jembatan, menara masjid Malwiya memiliki ciri khas desain kerucut spiral naik yang berputar berlawanan arah jarum jam dari bawah ke atas. Sebuah tangga spiral mengarah ke puncak menara, yang digunakan seorang muazin saat akan mengumandangkan azan.
Menara Masjid Malwiya merupakan salah satu bangunan arsitektural paling menonjol di kota bersejarah ini. Menara ini berdiri dengan tinggi 52 meter dan lebar 33 meter. Rancangannya diyakini sebagai visualisiasi yang kuat tentang keberadaan Islam di Lembah Tigris, karena terlihat dari kejauhan di daerah sekitar Samarra.
Menara yang ditampilkan pada uang kertas Irak ini, banyak menarik wisatawan dari seluruh dunia yang datang untuk mendaki jalan setapak menuju puncak menara. Dari puncak menara, para wisatawan bisa melihat panorama kota dan mengagumi desainnya yang tidak biasa yang telah bertahan selama lebih dari 1.000 tahun.
Pascainvasi Amerika Serikat (AS) ke Irak tahun 2003, tentara AS menggunakan menara sebagai menara pengawas dan situs tersebut menjadi medan bentrokan dan operasi militer. Bagian atas menara dibom oleh pemberontak pada tahun 2005 dan sebagian dibiarkan hancur.
BACA JUGA: AS Larang Warganya ke Irak, Kenapa?
Setelah penarikan pasukan AS dari Irak, situs bersejarah itu menjadi sasaran konflik bersenjata dan kekerasan sektarian yang diperburuk oleh militan ISIS yang mengambil kendali atas sebagian besar Kegubernuran Saladin, yang mencakup Samarra.
Di mata banyak penduduk kota, Samarra tidak lagi mencerminkan ungkapan “Surra man ra’a” (kegembiraan bagi semua orang yang melihatnya) melainkan “Sa’a man ra’a” (kesedihan bagi siapa saja yang melihatnya), ungkapan yang sekarang umum digunakan masyarakat Irak.
Namun terlepas dari kehancuran yang menimpa Irak selama berabad-abad dan kekacauan yang terus melanda negara itu hingga hari ini, menara Masjid Agung tempat 80.000 jamaah berkumpul untuk berdoa tetap bertahan. Bentuknya yang luar biasa dan mengesankan tetap berdiri kokoh sebagai bukti warisan arsitektur Irak yang luar biasa dan desain inovatif yang ada di masa depan. []
SUMBER: MEMO