ABDUS Shamad bin Mu’aqqal bin Munabbih berkata, “Aku melihat ada seorang laki-laki yang bertanya kepada pamanku, Wahb bin Munabbih, “Wahai Abu Abdillah, belilah seorang budak hasil dari perzinaan, kemudian merdekakanlah dia.”
Wahb bin Munabbih menjawab, “Baik, aku akan melakukan perintahmu.”
Kemudian Wahb berdiri dan berkata, “Dulu, ada seorang budak laki-laki kecil hidup dalam suatu kaum. Para penduduk dari kaum itu memuliakannya dan memberikan makan kepadanya. Pada suatu hari, mereka menyuguhkan kurbannya. Dan sang budak juga menyuguhkan kurban.
BACA JUGA: Pelajaran dari Ibadah Kurban: Jangan Pelit Bersedekah
“Namun, yang diterima adalah kurban dari penduduk kaum itu. Kemudian sang budak bersungguh-sungguh dalam beribadah. Dan dia memperhatikan keadaannya, namun dia tidak menemukan kecacatan dari dirinya. Kemudian dia pergi menemui ibunya, dan berkata, ‘Bu, di saat aku sedang bermain dengan teman-teman, orang-orang memuliakanku dan memberiku makanan. Kemudian mereka menyuguhkan kurban dan aku pun ikut menyuguhkan kurban. Namun, kurbanku ditolak, sedangkan kurban mereka diterima.
“Tatkala aku perhatikan diriku, aku tidak menemukan kekurangan ataupun cacat dalam tubuhku. Wahai ibu, aku tidak tahu siapakah ayahku.”
Ibunya berkata, “Nak, sebenarnya apa yang kamu inginkan?”
Dia menjawab, “Dalam keadaan apapun juga, engkau adalah ibuku. Katakanlah kepadaku, siapakah sebenarnya ayahku, Bu?”
Ibunya berkata, “Pada suatu malam, aku keluar rumah hendak mencari kayu bakar. Tiba-tiba, aku disekap oleh seorang laki-laki. Dan laki-laki itu menodai ibumu. Laki-laki itulah ayahmu, Nak.”
BACA JUGA: Cara Taubat dari Dosa Zina
Mendengar penjelasan ibunya, dia berkata, “Wahai ibu, semoga Allah mengampuni dosa-dosamu.”
Kemudian dia bersungkur sujud dan menangis. Dalam sujudnya dia berkata, “Ya Rabbi, kedua orang tuaku telah melakukan perbuatan dosa. Ya Rabbi, Engkau lebih mulia dari itu semua. Ya Rabbi, yang terjerumus dalam nafsu syahwat adalah orang lain, mengapa aku harus menanggung beban dosanya. Ya Rabbi, Engkau Mahamulia.”
Dia mengulangi kata-kata ini sambil menangis. Akhirnya, kurban yang dia suguhkan diterima. []
Sumber: Tuhan Izinkan Aku Menangis Padamu: 200 Kisah air mata yang menetes karena takut pada Allah/ Penulis: Majdi Fathi Sayyid/ Penerbit: Mirqat, 2007