PEMERINTAH Utsman bin Affan membawa angin baru setelah pemerintahan Umar bin Khattab. Di mana terdapat perbedaan karakter antara keduanya. Umar terkenal dengan kepribadiannya yang tegas, sementara Utsman senantiasa lemah lembut dan toleransi kepada masyarakatnya.
Pada awalnya, banyak masyarakat menyukai kepribadian beliau. Namun, dari situlah muncul sifat berani melawan pemimpin.
Sampai Ustman pun pernah berkata pada pemberontak, “Apa kalian tahu kenapa kalian berani padaku? Kalian berani padaku tidak lain karena sifat lemah lembutku.”
BACA JUGA: Meneladani Sifat Utsman bin Affan RA
Diriwayatkan dari Salim bin Abdullah Umar, bahwa ayahnya (Ibnu Umar) pernah berkata, “Mereka telah mencela beberapa hal dari Utsman, yang seandainya hal-hal tersebut dilakukan oleh Umar, yang seandainya hal-hal tersebut dilakukan oleh Umar, niscaya mereka tidak berani mencelanya.”
Sama halnya ketika Utsman berdialog dengan Khawarij dan berhasil membongkar rencana mereka. Para sahabat bersikukuh agar Utsman memberikan perintah untuk membunuh mereka. Tetapi apa yang dilakukan Utsman?
Utsman menolak, seraya berkata, “Sebaliknya, kita maafkan dan kita terima mereka. Kita harus senantiasa mengawasi mereka. Kita juga tidak membunuh seorang pun, kecuali jika ia melanggar had atau menampakkan kekafiran.”
BACA JUGA: Utsman bin Madz’un Melepas Diri dari Perlindungan Orang Musyrik
Jadi, ibrah apa yang bisa kita ambil dari kepemimpinan Utsman?
Yaitu memaafkan. Memberikan maaf merupakan akhlak mulia. Entah pada siapa pun itu, kecuali jika orang lain tersebut menampakkan ciri-ciri kekafiran yang akan membawa keburukan pada keberlangsungan kehidupan umat. []
Sumber: Utsman Bin Affan: Tragedi Kematian Sang Khalifah/Abu Jannah/Pustaka Al-Inabah: Jakarta