HIDUP ini penuh dengan rintangan. Banyak sekali hal-hal yang dapat memasukkan kita ke jalan yang salah yang bertentangan dengan agama. Agar kita tidak terkena oleh hal-hal semacam itu, maka kita harus hati-hati dalam menjalani kehidupan. Yang biasa kita sebut dengan sebutan wara’.
Al-Faqih berkata: Muhammad bin Al Fadl menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami, Ibrhaim bin Yusuf menceritakan kepada kami, Abu Ja’far menceritakan kepada kami dari Sa’id dari Qatadah, di mana ia berkata, “Abdullah bin Mathraf berkata, ‘Bisa jadi kamu bertemu dengan dua orang, di mana yang satu lebih banyak berpuasa, shalat dan shadaqah, sedangkan yang lain lebih banyak mendapatkan pahala padahal puasa, shalat dan shadaqahnya lebih sedikit daripada orang yang pertama tadi’. Lalu ada seseorang yang bertanya kepadanya, ‘Bagaimana kok bisa begitu?’ Qatadah menjawab,’Orang yang kedua itu lebih wara’ (menjaga diri dari dosa, maksiat dan perkara syubhat).
Al Faqih berkata: Muhammad bin Dawud menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Yusuf menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Aban menceritakan kepada kami dari Abu Mi’syar dari Umarah bahwasanya ia berkata:
BACA JUGA: Apa Itu Wara’?
“Ketika Abdullah bin Rawahah akan berangkat ke perkampungan Mu’tah ia berkata, Wahai Rasulullah, berilah saya nasihat.’ Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kamu akan mendatangi orang yang sedikit sujud, maka perbanyakah sujud.’ Ia berkata, ‘Tambahkanlah (nasihat) untuk saya.’ Beliau bersabda, ‘Berdzikirlah kepada Allah karena yang demikian itu merupakan bantuan bagimu tehadap apa yang kamu cari.’ Kemudian ia berangkat lalu kembali lagi kepada beliau dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, tambahkanlah (nasihat) untuk saya.’ Beliau bersabda, ‘Berdzikir kepada Allah Ta’ala. Sesungguhnya Allah Ta’ala itu witir (ganjil), suka pada (shalat) witir.’ Ia berkata, ‘Tambahkanlah nasihat untuk saya.’ Beliau bersabda, ‘Ya jangan malas, janganlah malas, janganlah malas, jika kamu melakukan sepuluh kesalahan, (hendaknya) kamu melakukan satu kebaikan’.”
Al Faqih berkata: Abdul Wahhab bin Muhammad menceritakan kepada kami dengan sanadnya dari Anas bin Malik ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“Terimalah dari aku enam (perbuatan), niscaya aku menjamin kamu (masuk) surga. Apabila kamu berbicara jaganlah dusta; apabila berjanji maka janganlah mengingkari; apabila kamu dipercaya maka jangnlah berkhianat; pejamkanlah matamu; jagalah kemaluanmu;; dan kekanglah tangan dan kakimu dari yang haram, niscaya kamu akan masuk ke dalam surga Tuhanmu.”
Dari Al Hasan dari Imran bin Al Husain ra., bahwasanya Nabi SAW bersabda:
“Allah Ta’ala berfirman, ‘Hamba-Ku kerjakanlah apa yang Aku fardlukan atasmu, niscaya kamu menjadi orang yang paling (banyak) beribadah. Tinggalkanlah apa yang Aku larang untukmu, niscaya kamu menjadi orang yang paling wara’. Dan puaslah dengan apa yang Aku karuniakan kepadamu, niscaya kamu menjadi orang yang paling kaya.”
Diriwayatkan dari Fudlail bin ‘Iyadl ra., bahwasanya ia berkata, “Lima hal termasuk tanda kebahagiaan yaitu:
1. Yakin dalam hati.
2. Wara’ dalam agama.
3. Zuhud dalam dunia.
4. Malu dalam kedua mata.
5. Takut kepada Allah dalam seluruh anggota badan.
Dan lima hal termasuk tanda celaka, yaitu:
1. Keras dalam hati.
2. Kering dalam mata.
3. Sedikit malu.
4. Ambisi dalam dunia.
5. Panjang angan-angan.”
Dari Umar bin Al Khaththab ra., bahwasanya ia berkata, “Kami meninggalkan 90 % dari yang halal, karena khawatir terperosok dalam syubhat atau haram.” Diriwayatkan pula dari Ibnu Mas’ud ra., bahwasanya ia juga berkata seperti itu.
Salah seorang cendekiawan berkata: “Urusan dunia ini semuanya ajaib, tetapi saya heran terhadap manusia yang tertipu dalam lima hal, yaitu:
1. Saya heran terhadap orang yang memiliki dunia, kenapa dia tidak mempergunakannya untuk masa, di mana memerlukannya.
2. Saya heran terhadap lisan yang tidak dapat bicara, kenapa dia mengikuti nafsuya serta berpaling dari dzikir dan membaca Alquran.
3. Saya heran terhadap orang yang sehat mempunyai kesempatan, kenapa ia tidak pernah berpuasa, kenapa ia tidak puasa tiga hari setiap bulan, atau yang lain; dan kenapa ia tidak memikirkan pahala puasa manakala nanti menyambutnya.
4. Saya heran terhadap orang yang selalu tidur hingga pagi, kenapa ia tidak memikirkan tentang keutamaan shalat dua raka’at pada waktu malam, kemudian ia bangun sejenak di waktu malam.
5. Saya heran terhadap orang yang berani melanggar larangan Allah, padahal ia mengetahui bahwa Allah akan berpaling darinya nanti pada hari kiamat, kenapa ia tidak memikirkan tentang akibat perbuatannya itu lalu meninggalkannya.
Diriwayatkan dari Ibnul Mubarak bahwasanya ia berkata, “Meninggalkan satu sen dari uang haram itu lebih utama daripada shadaqah 100.000 sen.” Juga diriwayatkan daripadanya bahwa sewaktu berada di Syam ia biasa menulis hadits, lalu penanya patah, lantas ia meminjam sebuah pena kepada temannya, namun ketika selesai menulis, ia lupa dan memasukkan pena itu ke dalam tempat penanya. Ketika kembali ke Marwa dan melihat pena temannya itu, maka ia langsung pergi ke Syam untuk mengembalikan pena itu kepada temannya.
BACA JUGA: Sikap Wara Amirul Mukminin
Dari Asy Syabi ra., di mana ia berkata, “Saya mendengar An Nu’man bin Basyir berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan di antara keduanya itu ada hal-hal yang syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Oleh karena itu, siapa yang menjaga diri dari syubhat, maka ia bersih bagi agama dan kehormatannya, dan bagi siapa yang terjerumus ke dalam syubhat, maka ia terjerumus ke dalam yang haram, seperti seorang pengembala yang menggembalakan kambing di sekitar tempat terlarang yang nyaris terperosok ke dalamnya. Ingatlah bahwa setiap raja mempunyai tempat terlarang, dan bahwa tempat terlarang bagi Allah adalah segala apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal darah (daging) yang apabila ia baik, maka baiklah seluruh tubuh, dan apabila ia rusak (jahat), maka rusaklah (jahatlah) seluruh tubuh. Ingatlah segumpal darah (daging) itu adalah hati.”
Dari Abu Musa Al Asy’ari ra., bahwasanya ia berkata, “Segala sesuatu itu ada batas, dan batas-batas Islam adalah wara’ (berhati-hati), tawadlu’ (rendah hati), syukur dan sabar. Wara’ itu merupakan puncak dari segala sesuatu, tawadlu’itu merupakan bebas dari kesombongan, sabar itu merpakan penyelamatan dari neraka, dan syukur itu merupakan sarana untuk mencapai surga.”
Diriwayatkan dari Nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda, “Seandainya kamu mengerjakan shalat sampai kamu bungkuk dan kamu berpuasa sampai kamu kurus seperti senar, maka tidak bermanfaat bagimu kecuali dengan wara’.” []
BERSAMBUNG
Sumber: Terjemah Tanbihul Ghafilin 2/Karya: Abu Laits As Samarqandi/Penerbit: PT Karya Toha Putra Semarang