TAK semua istri mau dan mampu mengikuti apa yang diinginkan oleh suami. Banyak istri yang lebih mementingkan dirinya sendiri daripada keluarga, terutama suaminya. Padahal, sudah menjadi kewajiban seorang istri untuk melayani suami dan mengurusi anak-anaknya.
Ketika seorang istri mulai berperilaku tidak baik terhadap suami, seperti halnya berbuat nusyuz, yakni melawan suami, maka sebagai suami ia tidak boleh tinggal diam. Lalu, harus bagaimana?
BACA JUGA: Pasangan Suami Istri Seperti Pakaian
Ketika suami telah memberikan nasihat, namun istri tetap tidak mau mengubah sikapnya, maka lakukanlah hajr yakni memboikotnya.
Ketika melakukan boikot terhadap istri, maka suami tidak akan bisa mengajaknya bicara kecuali jika ada keperluan yang mendesak. Hal ini dilakukan sebagai nasihat terhadap istrinya agar ia menyadari kesalahannya.
Akan tetapi, jangan sampai sikap pemboikotan ini dilihat oleh anak-anak. Dan, jangan sampai pemboikotan dilakukan secara terus menerus. Kalau begitu, sampai kapan batas waktu pemboikotan tersebut?
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa masa hajr maksimal adalah empat bulan. Namun yang lebih tepat adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama dari kalangan Hanafiyah, Syafi’iyah, Hambaliah bahwa masa hajr adalah sampai waktu istri kembali taat (tidak nusyuz). Karena dalam ayat hanya disebutkan secara mutlak, maka kita pun mengamalkannya secara mutlak dan tidak dibatasi.
Namun jumhur ulama berpandangan bahwa jika hajr yang dilakukan adalah dengan tidak berbicara pada istri, maka maksimal hajr adalah tiga hari. Meskipun istri masih terus-terusan nusyuz. Karena suami bisa melakukan cara hajr yang lain.
BACA JUGA: Agar Tidak Diganggu Setan Ketika Berhubungan Suami Istri
Dari Anas bin Malik, Nabi ﷺ bersabda,
وَلاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ
“Tidak halal bagi seorang muslim melakukan hajr (boikot dengan tidak mengajak bicara) lebih dari tiga hari,” (HR. Bukhari no. 6076 dan Muslim no. 2558). []
SUMBER: RUMAYSHO