CHAERUL Umam atau yang sering disapa ‘Mas Mamang,’ sudah tidak asing lagi di jagat perfilman nasional. Bukan hanya karyanya yang fenomenal dan relijius, Mas Mamang juga kerap menyabet penghargaan di tingkat nasional maupun internasional.
Sutradara kelahiran Tegal, 4 April 1943 ini memang sejak kecil sudah gemar menggeluti dunia seni peran. Meskipun pada awalnya ia bercita-cita ingin menjadi polisi, pemilik nama lengkap Iman Chaerul Umam ini gemar berteater di desa kelahirannya.
BACA JUGA: Aktor Film Islami Yakini Perannya Bagian dari Dakwah
Chaerul pernah kuliah selama tiga semester di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Di kampus inilah, ia mulai membentuk grup teater bernama Pentas Cuwiri bersama dua rekannya, Syu’bah Asa dan Abdurrachman Saleh. Ia juga aktif dalam Teater HMI serta Bengkel Teater pimpinan WS Rendra (tokohindonesia.com).
Debutnya sebagai sutradara dimulai pada tahun 1975. Meski tidak berlatar belakang pendidikan sinematografi, Chaerul rajin membaca buku dan banyak belajar film dari sutradara ternama seperti Penulis skenario, aktor, dan sutradara film Sjumandjaja.
Film pertamanya yang berjudul Al-Kautsar sukses meraih beberapa penghargaan, di antaranya meraih penghargaan dalam ajang Festival Film Asia di Bangkok sebagai film budaya terbaik.
Pada era tahun 90-an ketika perfilman sedang lesu dari film-film nasional berkualitas, ayah dua anak ini mulai menyutradarai sinetron bertema Islam seperti Jalan Lain Ke Sana, Jalan Takwa, Astagfirullah, dan Maha Kasih.
Pada saat dunia perfilman mulai menggeliat di awal tahun 2000-an, Chaerul kembali menyemarakkan industri perfilman nasional. Setelah pada tahun 2006 Hanung Bramantyo menggebrak dengan film Ayat-Ayat Cinta, Chaerul pun tak ketinggalan. Pada tahun 2008, ia dipercaya menggarap film yang juga diadaptasi dari karya novelis yang sama, Habiburrahman El Shirazy, yaitu Ketika Cinta Bertasbih (KCB).
BACA JUGA: 5 Animasi Islami, Tontonan yang Recomended buat Anak
Chaerul sengaja menampilkan wajah-wajah baru dalam filmnya ini, karena merupakan pemuda-pemudi terpilih. Bintang-bintang baru dalam KCB dinilai paling mendekati karakter-karakter dalam novelnya, yang sekaligus juga diharapkan dapat menjadi contoh yang baik bagi para pemuda masa kini.
Sutradara yang kerap tampil sebagai pembaca cerita pendek ini juga menjelaskan, pembuatan film bertema Islami harus lebih mengutamakan nilai dakwah tanpa meninggalkan unsur-unsur yang membuat film tersebut memiliki nilai jual. Walaupun pada kenyataannya, nilai dakwah dan nilai jual merupakan dua hal yang berbeda dan tidak dapat disamakan.
Dalam menggarap film Islami, Chaerul nampaknya tak terlalu menemui kendala, mungkin karena sejak kecil ia tumbuh di lingkungan yang agamis. Ia dididik dalam keluarga yang taat beragama, terutama dari sang ibu yang dikenal sebagai ustazah.
Chaerul Umam meninggal dunia pada 3 Oktober 2013. Sebelum meninggal, Chaerul menjalani perawatan intensif selama dua pekan di ruang ICU, Rumah Sakit Pondok Kopi, Jakarta, karena penyakit stroke. []
SUMBER: TOKOH INDONESIA