ISLAM tidak pernah menyia-nyiakan amal seorang hamba. Meski sekadar memberikan bantuan yang ringan bagi orang lain.
Padahal kita tahu, dalam memberikan utang untuk tempo pendek, tidak ada harta kita yang berkurang, selain karena pengaruh propaganda orang kafir, penurunan nilai mata uang.
Namun umumnya orang yang memberi hutang, merasa cemas ketika uangnya yang berada di tangan orang lain. Dan Allah yang Maha Pemurah, tidak menyia-nyiakan kebaikan hamba, sekalipun yang dia korbankan hanya perasaaan dan kecemasan karena menyerahkan uang kepada orang lain, Allah gantikan ini dengan pahala.
Dalam hadis, dari Ibn Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap menghutangi orang lain adalah sedekah,” (HR. Thabrani dengan sanad hasan, al-Baihaqi, dan dishahihkan al-Albani)
Kemudian, dari Abu Umamah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada seseorang yang masuk surga, kemudian dia melihat ada tulisan di pintunya,
“Sedekah itu nilainya sepuluh kalinya dan hutang nilainya 18 kali,” (HR. Thabrani, al-Baihaqi dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Targhib)
Juga dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang memberi utang dua kali karena Allah, maka dia mendapat pahala seperti sedekah dengannya sekali,” (HR. Ibnu Hibban 5040 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Terlebih lagi ketika orang yang berutang mengalami kesulitan, kemudian dia memberikan penundaan pembayaran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam janjikan pahala yang besar. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang memberi waktu tunda pelunasan bagi orang yang kesusahan membayar utang atau membebaskannya, maka Allah akan menaunginya dalam naungan (Arsy)-Nya pada hari Kiamat yang tidak ada naungan selain naungan (Arsy)-Nya,” (HR. Ahmad, 2/359, Muslim 3006, dan Turmudzi 1306, dan dishahihkan al-Albani).
Beberapa Aturan dalam Menagih Hutang
Islam memberikan aturan dalam masalah utang-piutang, agar orang yang memberikan hutang (kreditur) tidak terjebak dalam kesalahan dan dosa besar, yang akan membuat amalnya sia-sia. Dosa itu adalah dosa riba dan kedzaliman. Karena umumnya riba dan tindakan kedzaliman, terjadi dalam masalah utang piutang.
Pertama, Islam menyarankan agar dilakukan pencatatan dalam transaksi utang piutang. Terlebih ketika tingkat kepercayaanya kurang sempurna. Semua ini dalam rangka menghendari sengketa di belakang. Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar,” (QS. al-Baqarah: 282).
Dalam tafsir as-Sa’di dinyatakan,
“Perintah untuk mencatat semua transaksi utang piutang, bisa hukumnya wajib, dan bisa hukumnya sunah. Mengingat beratnya kebutuhan untuk mencatatnya. Karena jika tanpa dicatat, rentan tercampur dengan bahaya besar, kesalahan, lupa, sengketa dan pertikaian,” (Tafsir as-Sa’di, hlm. 118).
Kedua, Allah memerintahkan kepada orang yang memberikan utang, agar memberi penundaan waktu pembayaran, ketika orang yang berutang mengalami kesulitan pelunasan.
“Jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui,” (QS. al-Baqarah: 280).
Al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan,
Allah perintahkan kepada orang yang memberi utang untuk bersabar terhadap orang yang kesulitan, yang tidak mampu melunasi utangnya. ”Jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan..” tidak seperti tradisi jahiliyah. Mereka mengancam orang yang berutang kepadanya ketika jatuh tempo pelunasan telah habis, ’Kamu lunasi utang atau ada tambahan pembayaran (riba).’ Kemudian Allah menganjurkan untuk menggugurkan utangnya, dan Allah menjanjikan kebaikan dan pahala yang besar baginya (Tafsir Ibnu Katsir, 1/717).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan baginya pahala sedekah selama masa penundaan. Beliau bersabda,
“Siapa yang memberi tunda orang yang kesulitan, maka dia mendapatkan pahala sedekah setiap harinya. Dan siapa yang memberi tunda kepadanya setelah jatuh tempo maka dia mendapat pahala sedekah seperti utang yang diberikan setiap harinya,” (HR. Ahmad 23046, Ibnu Majah 2418 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth). []
Sumber: konsultasi Syariah