“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,” (QS.al-Ahzab : 40).
PADA masa khalifah Abu Bakar, tepatnya setelah tak berapa lama Rasulullah SAW wafat, banyak kabilah Arab yang keluar dari agama Islam. Mereka mengikuti pemimpin kabilah mereka yang kemudian mengaku-aku menjadi nabi setelah Muhammad SAW.
Mereka pun ditindak tegas oleh Abu Bakar dengan memerangi mereka hingga ke akar-akarnya dan tunduk kembali ke pangkuan Islam yang sebenarnya.
Dari zaman ke zaman, ada-ada saja orang-orang yang mengaku-aku seperti itu dan anehnya pula ada-ada saja pula umat manusia yang terkecoh olehnya.
Dalam Surat Al-Ahzab sudah disebutkan dengan gambling bahwa Muhammad merupakan Nabi terakhir.
BACA JUGA: Ketika Nabi Ditantang Gulat
Firman-Nya, “(Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu).”
Ibn Katsir berkata, “Setelah turun ayat ini, Allah melarang ada panggilan Zaid bin Muhammad, yakni beliau bukanlah ayahnya sekali pun telah mengangkatnya sebagai anak (adopsi). Sebab tida satu pun anak laki-laki beliau yang hidup hingga berusia baligh. Anak laki-laki beliau adalah al-Qasim, ath-Thayyib dan ath-Thahir dari rahim Khadijah. Mereka semua meninggal dunia ketika masih kecil, lalu lahir lagi anak laki-laki beliau dari rahim Mariah al-Qibthiyyah tetapi juga meninggal dunia saat masih menyusui. Sementara anak perempuan beliau dari pernikahannya dengan Khadijah adalah Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fathimah. Ketika beliau masih hidup, tiga orang anak perempuannya ini meninggal dunia lebih dahulu, sementara Fathimah meninggal dunia enam bulan setelah wafatnya Rasulullah SAW.”
Firman-Nya, “(Tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu).”
Ibn Katsir berkata, “Ini sama seperti firman-Nya, ‘Allah lebih mengetahui dimana Dia menempatkan tugas kerasulan.’ (al-An’am:124) Ayat ini jelas sekali merupakan nash bahwa tidak ada nabi setelah beliau SAW; bilamana tidak ada nabi setelahnya, tentu apalagi ada Rasul setelahnya. Sebab, sebab kedudukan risalah (kerasulan) adalah lebih khusus dari kedudukan nubuwwah (kenabian); setiap Rasul, sudah pasti nabi tetapi tidak sebaliknya.
Mengenai hal itu, banyak sekali hadits mutawatir dari Rasulullah SAW yang diriwayatkan beberapa orang shahabat, di antaranya:
– Imam Ahmad meriwayatkan (sengaja kami potong jalur periwayatannya-red) dari ath-Thufail bin Ubay bin Ka’b, dari ayahnya, dari Nabi SAW yang bersabda, “Perumpamaanku di kalangan para nabi seperti perumpamaan seorang laki-laki yang membangun sebuah rumah, lalu dia membuatnya dengan baik dan sempurna. Setelah itu, ia meninggalkan tempat sebuah ubin yang belum diletakkannya, lantas orang-orang mengelilingi bangunan tersebut dan terkagum-kagum dengannya seraya berkata, ‘Andaikata saja tempat ubin ini tuntas (sempurna)?’ Maka, di kalangan para nabi, aku lah tempat ubin itu.” (HR.Ahmad. Hadits ini juga diriwayatkan at-Turmudzy dari Bandar, dari Abu ‘Amir al-‘Aqdy. Ia berkata, ‘Hadits Hasan Shahih)
BACA JUGA: Ketika Malaikat Jibril Membelah Dada Nabi
– Hadits Jabir bin ‘Abdullah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaanku dan perumpamaan para Nabi seperti perumpamaan seorang laki-laki yang membangun sebuah rumah lalu ia sempurnakan dan buat indah kecuali ada satu tempat ubin lagi. Siapa saja yang memasukinya lalu melihatnya pastilah berkata, ‘Alangkah indahnya kecuali tempat ubin ini. Maka, akulah tempat ubin itu, para nabi ditutup dengankku.” (HR.al-Bukhary dan Muslim)
– Hadits Anas bin Malik RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah terputus, sehingga tidak ada Rasul atau pun nabi setelah (sepeninggal)-ku.” …. (HR.at-Turmudzi dan Ahmad)
– Hadits Abu ath-Thufail RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada kenabian setelahku kecuali mubasysyirat.” Lalu ada yang bertanya, “Apa mubasysyirat itu, wahai Rasulullah.?” Beliau menjawab, “Mimpi yang baik (Ru’ya hasanah atau ru’ya shalihah).” (HR.Ahmad)
– Hadits Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Aku dilebihkan dari para nabi yang lain dengan enam hal: aku diberi ‘jawa’i’ al-Kalim (kalimat yang singkat tapi padat), aku ditolong dengan rasa takut pada msuh, dihalalkan bagiku harta rampasan (ghanimah), bumi dijadikan masjid dan suci bagiku, aku diutus kepada segenap makhluk dan aku menjadi penutup para nabi.” (HR.at-Turmudzy dan Ibn Majah)
Sebenarnya banyak lagi hadits yang lainnya yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah penutup para Rasul dan Nabi. (lihat: tafsir Ibn Katsir, III:650-652)
Syaikh Abu Bakar al-Jazairy berkata mengenai ayat, (Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu) , “bukan Zaid, bukan pula yang lainnya, sebab beliau tidak memiliki anak laki-laki yang sampai berumur baligh. Semuanya meninggal dunia saat masih kecil, yaitu empat orang; tiga orang lahir dari rahim Khadijah: al-Qasim, ath-Thayyib dan ath-Thahir. Dan satu lagi, Ibrahim yang lahir dari rahim Mariah al-Qibthiyyah.
BACA JUGA: Ketika Nabi Ditantang Gulat
Oleh karena itu, tidak haram bagi beliau menikahi ‘janda’ Zaid (yaitu Zainab binti Jahsy-red) sebab ia bukan anaknya sekali pun dulu ia dipanggil dengan ‘Zaid bin Muhammad’ sebelum dibatalkannya adopsi dan hukum-hukumnya.
Tetapi beliau adalah Rasulullah dan penutup para nabi, sehingga tidak ada nabi setelah (sepeninggal)-nya. Andaikata beliau memiliki anak laki-laki dewasa, tentu pastilah ia akan menjadi nabi dan Rasul pula sebagaimana halnya anak-anak nabi Ibrahim, Ishaq, Ya’qub dan Daud.
Namun, manakala Allah menghendaki untuk menutup semua risalah dengan risalah (kerasulan) beliau, maka Dia SWT tidak mengizinkan satu pun dari anak-anak nabi-Nya itu yang tersisa (hidup), tetapi Dia jadikan mereka wafat sejak masih kecil.
Adapun anak-anak perempuan beliau, semuanya sempat tumbuh dewasa, menikah dan melahirkan. Semuanya wafat ketika Rasulullah SAW masih hidup selain Fathimah yang wafat enam bulan setelah Rasulullah SAW wafat.
Adapun makna firman-Nya, (Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) ; apa yang diberitakan-Nya, maka itu adalah haq (benar), apa yang diputuskan-Nya maka itu adalah ‘adil dan apa yang disyari’atkan-Nya, maka itu adalah kebaikan.
Maka serahkan kepada Allah segala putusan hukum sebab itu akan lebih baik dan bermanfa’at (Lihat: tafsir Aysar at-Tafaasiir karya Syaikh Abu Bakar al-Jazairy terhadap ayat tersebut)
Petunjuk Ayat
– Pembatalan hukum adopsi yang dulu pernah ada pada masa Jahiliyyah
– Penetapan kenabian Rasulullah SAW dan bahwa beliau adalah penutup para nabi, tiada nabi setelah beliau []
Sumber: https://tausyah.wordpress.com/tafsir-al-quran/tafsir-surat-al-ahzab40-muhammad-adalah-nabi-terakhir-dan-penutup/