DAMASKUS atau Dimasyq (Arab), ibu kota Suriah modern, adalah kota tua yang sangat bersejarah. Dimasyq dibebaskan dari cengkeraman Romawi di era Khalifah Umar ibn Khattab. Pasukan sahabat yang pertama menorehkan sejarah umat di kota ini dipimpin oleh “sayfullah al maslul” Khalid ibn Walid.
Demikian banyak ulama dan intelektual Islam yang lahir, pernah belajar dan mukim, atau mengajar serta menorehkan karya besarnya di kota Damaskus. Berikut ulama-ulama besar yang berasal dari Damaskus:
1. Imam ‘Izz al Diin ibn Abdissalam al Syafi’i (577 H/1181 M-660 H/1262 M). Populer dengan gelarnya Sulthan al Ulama (pemuka para ulama), alim yang bernama lengkap Abdul’aziz ibn Abdissalam ibn Abi al Qasim al Sulmi al Dimasyqi ini lahir dan menuntut ilmu di kota Dimasyq.
Ahli di bidang hukum Islam (fiqh dan ushul) dan Hadits, serta besar dalam tradisi fiqh madrasah Syafi’i, ‘Izz al Diin adalah seorang penceramah yang terkenal tegas dalam menyuarakan kebenaran. Imam sempat menjabat sebagai khatib di Masjid Jami al Umawi, sebelum akhirnya diberhentikan karena mengeritik penguasa di atas mimbar.
Tidak setuju dengan kebijakan penguasa, ‘Izz al Diin pindah ke Mesir dan menyebarkan ilmunya di sana. Tulisannya antara lain: al Qawa’id al Kubra, al Qawa’id al Shugra, Mukhtashar Shahih Muslim, al Fatawa al Mishriyah, Bidayah al Suul fii Tafdhil al Rasul, Maqashid al Ri’ayah, dll. Karya-karyanya menonjol dengan penekanan visi maslahat dalam hukum Islam.
2. Imam al Muwaffaq Ibn Qudamah (451 H/1147 M-620 H/1223 M), siapapun yang mendalami hukum Islam harus mengenalnya. Muwaffaq al Diin Abu Muhammad Abdullah ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Qudamah al Jama’ili al Maqdisi, lahir di Palestina. Dia kemudian menuntut ilmu ke Dimasyq dan Bagdad, namun kiprah intelektual dan dakwahnya di Dimasyq.
Karyanya yang paling terkenal: al Mugni fii Syarh Mukhtashar al Khiraqi. Sebuah ensiklopedi hukum Islam yang kendati berpijak pada mazhab Hambali, namun memuat pendapat beserta argumentasi hukum seluruh mazhab fiqh yang pernah ada, bahkan menanjak ke pendapat sahabat dan tabi’in. Dalam buku itu, Ibn Qudamah mengkaji setiap argumentasi secara kritis serta mengemukakan pendapatnya yang tak terikat mazhab. ‘Izz al Diin ibn Abdissalam al Syafi’i berujar, “Hatiku tidak tenang berfatwa sampai aku punya satu kitab al Mugni.”
Kitabnya yang lain adalah Rawdhah al Nazhir wa Junnah al Munazhir, ‘Umdah al Fiqh, al Kafi, al Muqni’, Lum’ah al I’tiqad, dan lain-lain.
3. Imam al Hafizh al Dzahabi (673 H/1275 M-748 H/1347 M) ialah Syams al Diin Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad ibn Utsman. Asalnya dari suku Turkmen, tapi lahir dan besar di kota Dimasyq. Al Dzahabi, salah satu murid Ibn Taimiyah, adalah seorang sejarawan agung, periwayat sanad Al Qur’an, dan pakar ilmu Hadits terkemuka.
Kepakaran al Dzahabi terutama dalam ilmu rijal, yaitu pengenalan yang kritis dan mendalam terhadap biografi rawi Hadits. Karya-karyanya antara lain Thabaqat al Huffazh, Thabaqat al Qurra, al Kasyif, al Mizan fii al Dhu’afa, Siyar A’lam al Nubala, Tarikh al Islam, Talkhis al Mustadrak, Mukhtashar Sunan al Bayhaqi, dll. Setiap peneliti Hadits setelahnya dianggap telah berutang jasa kepadanya.
4. Syekhul Islam Ibn Taimiyah (661 H/1263 M-728 H/1328 M) bernama lengkap Taqiy al Diin Abu al ‘Abbas Ahmad ibn Abdilhalim ibn Abdissalam ibn Taimiyah al Harrani al Hambali al Dimasyqi. Reformer utama dan mujahid mulia ini lahir di Harran, Turki, kemudian bersama keluarganya eksodus ke Dimasyq akibat serangan bangsa Tartar. Di sinilah dia kemudian berguru dan belajar dengan penuh kesungguhan.
Ibn Taimiyah terkenal sebagai reformer karena kritik tajamnya terhadap segala bentuk deviasi dalam pemahaman Islam. Dia menggugat kalam filsafat, tasawuf ekstrim dan sikap taklid fiqh. Untuk itu semua dia berkali-kali dipenjara oleh penguasa atas hasutan ulama yang membencinya.
Dia disebut syekhul Islam karena keilmuannya yang kompleks dan ensiklopedis. Tapi dia konsisten dengan seruannya untuk kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah serta pemahaman al Salaf al Shalih. Melengkapi perjuangannya, dia memimpin dan menginisiasi jihad melawan Tartar.
Tulisannya yang lebih banyak berupa risalah dan fatwa dirangkum dalam Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah; sedangkan karyanya yang lain: Minhaj al Sunnah al Nabawiyah, Dar’u Ta’arudh al ‘Aql wa al Naql, al Tis’iniyah, dll. Karya-karyanya terus diteliti dan dikaji bukan hanya karena pembahasannya yang luas dan kritis, tapi juga karena nafas pergerakan yang dibawanya.
5. Ibn Qayim al Jawziyah (691 H/1292 M-751 H/1350 M) atau Muhammad ibn Abi Bakr ibn Ayyub ibn Sa’ad, bersama guru utamanya Ibn Taimiyah merupakan reformer terpenting di abad ke-8 Hijriyah. Lahir dan berkarir ilmiah di Dimasyq, bersama guru utamanya berkali-kali keluar masuk penjara.
Tulisan-tulisannya menonjol karena kajiannya yang sistematis dan bahasanya yang indah. Hampir semua bukunya di bidang ilmu tertentu menjadi referensi penting di bidangnya, karena orisinalitas pendekatannya dan kekuatan orientasinya kepada sumber pertama, yaitu Al Qur’an dan Sunnah.
Dia menulis al Thuruq al Hukmiyah fii al Siyasah al Syar’iyah di bidang politik dan peradilan, I’lam al Muwaqqi’in dalam ushul fiqh, Zaad al Ma’ad dalam biografi Nabi yang dipadukan dengan fiqh dan thibbun nabawi, Madarij al Salikin dalam tazkiyatun nafs, serta buku-buku lain di bidang tafsir dan Hadits.
6. Taj al Diin al Subki (727 H/1327 M-771 H/1370 M), atau Abdulwahhab ibn Ali ibn Abdilkaafi. Lahir di Kairo kemudian pindah ke Dimasyq, al Subki belajar dari ulama-ulama kenamaan dari dua kota besar Islam itu. Sangat menonjol di bidang hukum Islam dan sejarah, al Subki mendapat ijazah untuk berfatwa sebelum usianya genap 20 tahun. Kelak, dia diangkat sebagai qadhi al qudhat (hakim agung) di seluruh wilayah Syam.
Karya-karyanya sangat mendalam sehingga cocok sebagai kajian bagi para sarjana. Kitab-kitabnya antara lain Syarh Mukhtashar ibn al Hajib, Syarh Minhaj al Baydhawi, Thabaqat al Syafi’iyah al Kubra, dan Jam’u al Jawami’ yang sering dianggap sebagai penutup bagi karya-karya ulama klasik untuk bidang ushul fiqh.
7. Imam al Hafizh Ibn Katsir (700-774 H). Siapa yang tidak mengenalnya? Penulis kitab yang lebih populer dengan namanya: Tafsir Ibn Katsir. Alim yang bernama lengkap ‘Imad al Diin Abu al Fida’ Ismail ibn Amr al Qurasyi ini lahir di Bashrah. Ditinggal wafat ayahnya sejak kecil, dia kemudian pindah ke Dimasyq.
Di Dimasyq, Ibn Katsir kecil tumbuh dewasa dan menuntut ilmu. Dia berguru ke ulama-ulama besar zamannya, termasuk Imam al Amidi dan Syekhul Islam Ibn Taimiyah. Untuk gurunya yang disebut terakhir, Ibn Katsir belajar dengan tekun sehingga dia termasuk yang disakiti saat gurunya itu mendapat tantangan dari pihak-pihak yang berseberangan paham dengannya.
Ibn Katsir menulis banyak buku, tapi dua bukunya yang sangat masyhur: Tafsir al Qur’an al ‘Azhim dan al Bidayah wa al Nihayah. Karyanya itu membuktikan otoritasnya dalam ilmu tafsir, Hadits dan sejarah. Karya-karyanya menjadi rujukan primer terutama karena aqidahnya yang kokoh dan kajiannya yang kritis.
8. Imam Ibn Rajab al Hambali (736 H/1336 M-795 H/1393 M). Nama lengkapnya Zayn al Diin Abdurrahman ibn Ahmad ibn Rajab, lahir di Bagdad tapi besar dan berkarya di kota Dimasyq. Alim ini sangat pakar dalam ilmu Hadits dan fiqh, di samping sebagai penceramah dengan bahasa yang menyentuh khalayaknya.
Karya-karyanya, misalnya: Syarh Sunan al Tirmidzi, Fath al Bari Syarh Shahih al Bukhari (tidak tamat), Thabaqat al Hanabilah, Jami’ al ‘Ulum wa al Hikam, Syarh ‘Ilal al Tirmidzi, Qawa’id Ibn Rajab, dll. Tiga bukunya yang disebut terakhir menjadi referensi wajib dalam kajian ilmu Hadits dan fiqh bagi penuntut ilmu hingga saat ini.
9. Jamal al Din al Qasimi (1283 H/1866 M-1332 H/1913 M), ibn al Faraj Muhammad Jamal al Diin ibn Sa’ad. Lahir dan menuntut ilmu sejak kecil di Dimasyq. Seorang alim dengan visi pembaruan yang kuat. Untuk itu, sejak usia 20-an tahun dia telah mengkonsentrasikan diri mengajar dan menulis.
Jauh dari fanatisme buta, kritis, penelitian yang tekun, dan bahasa yang bijak merupakan ciri penting dari karya-karya al Qasimi. Tulisan-tulisannya yang merangkum ulasan terbaik dari ulama-ulama terdahulu menjadi bukti keluasan bacaan dan ketelitiannya dalam membahas persoalan-persoalan agama.
Al Qasimi menulis Mahasin al Ta’wil untuk tafsir, dan Qawa’id al Tahdits untuk ushul al Hadits, dan karya-karya lainnya.
10. Imam Ibn al Jazari (751 H/1350 M-833 H/1429 M), Syams al Diin Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Ali ibn Yusuf al Syafi’i. Ibn al Jazari lahir dan besar di kota Dimasyq, pernah mengunjungi Mesir, dan menjadi qadhi (hakim) di Syiraz sampai wafat di sana.
Dia merupakan “syekh al qurra” atau guru para pemilik sanad bacaan Al Qur’an, dan pendiri madrasah Dar Al Qur’an. Kitab-kitabnya sebagian besar terkait ilmu Al Qur’an: Gayah al Nihayah fii Thabaqat al Qurra, Nihayah al Dirayah fii Asma Rijal al Qira’at, al Tamhid fii ‘Ilm al Tajwid, dll. Kitabnya, al Nasyr fii al Qira’at al ‘Asyr menjadi hapalan para peneliti qiraat dan ilmu bacaan Al Qur’an hingga saat ini.
11. Syekh Muhammad Nashiruddin al Albani (1332 H/1914 M-1420 H/1999 M), tokoh intelektual Islam terkemuka dengan proyek ilmiahnya dalam bidang ilmu Hadits, berkontribusi besar terhadap bangkitnya studi Hadits di dunia Islam kontemporer. Syekh lahir di Albania, tapi sejak kecil orang tuanya hijrah dan membawanya serta ke Dimasyq. Pendidikan al Albani diperolehnya dari ulama dan syekh terkemuka di Dimasyq.
Al Albani kemudian tertarik kepada ilmu Hadits, yang dia jadikan objek kajiannya sepanjang hidupnya. Al Albani menjadi sangat menonjol di bidang ini sehingga mengungguli sarjana-sarjana lainnya di bidang tersebut. Sejak muda, al Albani telah aktif menulis sehingga karya-karya tulisnya lebih dari 100 judul buku.
Di antara buku-buku al Albani yang populer adalah Irwa al Galil fii Takhrij Ahadits Manar al Sabil, Silsilah al Ahadits al Shahihah, Silsilah al Ahadits al Dha’ifah, Shahih al Jami al Shagir wa Ziyadatuh, Tahqiq Kitab Misykat al Mashabih li al Tibrizi, Sifah Shalah al Nabi Shallallahu alaihi wasallam, dan lain-lain.
Sebagian besar dari karyanya merupakan takhrij yang mendalam terhadap hasits-hadits, yang menjadikannya rujukan bagi setiap sarjana dan peneliti.
12. Syekh Ali Musthafa al Thanthawi (327 H/1909 M-1420 H-1999). Ulama dan penulis produktif ini lahir, tumbuh besar dan menyelesaikan pendidikannya di kota Dimasyq. Pernah bekerja di bidang pendidikan dan pengadilan hingga menduduki jabatan yang cukup tinggi.
Tahun 1933, al Thanthawi pindah ke Saudi Arabia dan dipercayakan mengajar di beberapa universitas. Belakangan, Syekh fokus berdakwah lewat ceramah, tulisan dan acara radio serta televisi. Style dakwah al Thanthawi memikat khalayak pemirsa yang luas. Dia mampu menggabungkan antara kedalaman wawasan keislaman klasik dengan keluasan visi kontemporer, serta dipadu dengan sastra Arab yang tinggi. Syekh Dr. Yusuf al Qardhawi menyebutnya sebagai “sastrawannya para ahli fiqh, dan ahli fiqhnya para sastrawan.”
Karya-karyanya yang tetap dikenang hingga saat ini adalah Ta’rif ‘Aam bi Diin al Islam, Shuwar wa Khawathir, Mabahits Islamiyah, Rasa’il al Ishlah, dan lain-lain. []
Sumber: Al-Bayan