TANYA: Apa hukum suami sibuk bekerja tanpa pernah mengkhususkan waktu untuk bercengkerama bersama istri dan anak-anaknya?
JAWAB: Dikutip dari Islamqa dijelaskan bahwa secara syari’at asal hubungan suami dan istri hendaknya dibangun diatas landasan saling berbuat baik antara satu sama lainnya, Allah Ta’ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوف
“Dan pergaulilah mereka dengan penuh kebaikan.” (QS. An Nisaa’: 19)
“Maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap suami dan istri untuk mempergauli pasangannya masing-masing secara baik dari bentuk perilaku yang menyenangkan, menutupi aib masing-masing, dan jika memang memiliki kemampuan hendaklah tidak menghambat dan menunda hak-hak suami maupun istri, tentu saja itu semua dilakukan dengan senang hati dan tidak menampakkan wajah cemberut tanda tidak suka bahkan harus dengan wajah yang berseri-seri dan penuh kebahagiaan, juga tidak dengan mengungkit-ungkit serta menyebut-nyebut pemberian yang telah diberikan apalagi dengan ungkapan yang menyakitkan, karena sesungguhnya kebaikan ini memang sesuatu yang diperintahkan agama ”. Diambil dari kitab “ Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah ” (310/41)
BACA JUGA: Kenapa Suami Harus Berikan Mahar kepada Istri?
Yang kedua :
“Dan di antara sebaik-baik pola pergaulan seorang suami terhadap istrinya: hendaklah seorang suami mengoptimalkan waktunya, hartanya dan kesigapannya selama hal itu dibutuhkan oleh istrinya dan anak-anaknya dalam rangka meri’ayah mereka, membantu keperluan mereka sekaligus mengetahui kondisi mereka, dan hal semacam ini bagi seorang suami tidak ada batasannya; bahkan akan senantiasa berbeda kebutuhan seseorang sesuai dengan kondisi masing-masing, sesungguhnya ada aturan baku dan standar tentang yang demikian yaitu hendaknya seorang suami melaksanakan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah kepadanya; dari sisi merawat, memelihara, menjaga dan melindungi mereka.”
Dan apabila suami telah memperoleh dari hasil kerja apa yang mencukupi kebutuhannya dan kebutuhan keluarganya yang berupa nafkah, sandang dan pangan, maka yang wajib ia lakukan adalah memenuhi hak-hak istri dan anak-anaknya baru setelah itu mencari harta dan rizqi tambahan. Sebagaimana riwayat Al Bukhari (1975) dan Muslim (1159)
عن عَبْد اللَّهِ بْن عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قال : قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا )
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash Rodliyallahu Anhuma dia berkata : Rasulullah SAW berkata kepadaku : “ Sesungguhnya bagi tubuhmu atasmu akan haknya, dan sesungguhnya bagi matamu atasmu akan haknya, dan sesungguhnya bagi istrimu atasmu akan haknya , dan sesungguhnya bagi tamu-mu atasmu akan haknya…”
Dan diriwayatkan oleh At Turmudzi (3895) dari ‘Aisyah ra ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “ Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah sebaik-baik dari kalian terhadap keluargaku.” (Dishahihkan oleh Albani rah dalam kitab : Shahih Al Jami’(5625))
As Sandi rah berkata : “Maksudnya adalah ; sesungguhnya mempergauli keluarga dengan pergaulan yang baik merupakan seruan global yang dianjurkan oleh agama, maka barang siapa yang disifati sebagai mana dalam hadits, sesungguhnya dia dikelompokkan sebagai orang terbaik dari segi tersebut, dan pensifatan ini berlaku untuk semua jenis amal shalih sehingga dia bisa diklaim sebagai orang baik secara mutlak ”. Diambil dari kitab : “ Hasyiyatu As Sandi ‘Ala Sunan Ibnu Majah ” (1/609).
Hendaknya istri banyak bersabar terhadap suaminya dan hendaknya senantiasa mendampinginya, menjadi pelayan baginya dan bukan malah memusuhinya, dan tanamkanlah rasa betapa anda dan putera-puteri anda sangat membutuhkannya, dan sesungguhnya itu semua lebih berarti dari pada harta yang melimpah dan hidup mewah.
As Syaikh Ibnu Baaz rah pernah ditanya :
“Sebagian pemuda yang Allah Ta’ala telah memberikan Hidayah-Nya kepada mereka sehingga mereka konsisten terhadap ajaran agama, akan tetapi amat disayangkan, mereka tidak mempergauli istri-istri mereka dengan baik, itu karena waktu mereka disibukkan dengan pekerjaan yang amat banyak yang berkaitan dengan kuliah mereka dengan kata lain mereka kuliah sambil kerja, sehingga mereka meninggalkan istri dan anak-anak mereka di rumah dalam jangka waktu yang cukup lama dengan dalih bekerja dan kuliah, apa pendapat yang mulia tentang hal yang demikian itu? dan haruskah Ilmu dan pekerjaan menyita waktu yang semestinya diperuntukkan untuk istri dan keluarga?
Beliau menjawab: “Tidak diragukan lagi sesungguhnya kewajiban seorang suami memberikan perlakuan dan kebahagiaan kepada istri mereka dengan penuh kebaikan, sebagaimana Firman Allah Ta’ala : (وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ) yang artinya: “Dan pergaulilah mereka dengan penuh kebaikan ”. (QS.An Nisaa’:19)
Dan Firman Allah yang lain :
ولهن مثل الذي عليهن بالمعروف وللرجال عليهن درجة والله عزيز حكيم
“Dan bagi mereka para istri-istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (QS.Al Baqarah : 228)
Maka disyari’atkan bagi para pemuda tersebut dan siapa saja yang berperilaku sama dengan mereka agar mempergauli istri-istri mereka dengan penuh kebaikan, memberikan kelembutan dan kehangatan kepada mereka sebatas kemampuan, dan apabila memungkinkan lebih baik sebagian pekerjaan dikaji dan diselesaikan di rumah, karena yang demikian itu lebih menjaga keharmonisan bersama keluarga dan anak-anak.
BACA JUGA: Suami-Istri Wajib Tahu, Inilah Hal-hal yang Membatalkan Pernikahan
Dan dengan kondisi apapun hendaknya seorang suami mengkhususkan waktu untuk istrinya agar semakin menumbuhkan keharmonisan hubungan keluarga, terlebih lagi jika sang istri hanya sendirian di rumah dia tidak memiliki siapa-siapa melainkan anak-anaknya saja, Rasulullah SAW bersabda :
قال عليه الصلاة والسلام ( أكمل المؤمنين إيماناً أحسنهم خلقاً وخياركم خياركم لنسائهم
“Orang Mukmin yang Paling sempurna keimanannya adalah yang paling bagus akhlaknya dan sebaik-baik mereka adalah yang paling bagus hubungannya dengan istri mereka.”
Adapun yang disyari’atkan kepada seorang istri adalah hendaknya ia membantu suaminya dalam menyelesaikan tugas perkuliahannya dan kesibukan pekerjaannya, dan hendaknya dia banyak bersabar dengan segala kekurangan yang tidak mungkin dihindari sehingga perlu adanya kerja sama timbal-balik antara suami dan istri sebagai bentuk aplikasi Firman Allah Ta’ala : (وتعاونوا على البر والتقوى) “Dan saling tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan ”, juga keumuman sabda Rasulullah SAW:
من كان في حاجة أخيه كان الله في حاجته ) متفق عليه
“Barangsiapa yang menolong kebutuhan saudaranya, maka Allah akan menolong kebutuhannya” Muttafaq Alaihi. Dinukil secara ringkas dari kitab :“ Fatawa Islamiyyah ” (3/289). []
SUMBER: ISLAMQA