TENTANG pria ideal pada masanya Umar, sepertinya kita harus bertanya kepada wanita pada masanya, dan tidak menanyakannya kepada wanita yang bukan pada masa itu. Seperti apa pria yang agung dalam pandanganya. Jawabannya akan didapat dari Hindun binti Atabah, istri Abu Sufyan dan ibu Mu’awiyah. Ialah wanita yang mampu dan tegas dalam menuturkan jawabannya.
Pada suatu hari orang tuanya berkata kepadanya, “Sesungguhnya ada dua orang laki-laki dari kaummu sendiri yang datang melamarmu, aku tidak akan menyebutkan nama salah satu di antara mereka sebelum aku sebutkan ciri-ciri mereka kepadamu.
BACA JUGA: Alasan Hindun binti Utbah Masuk Islam
Adapun yang satu adalah seorang yang terhormat, terpandang kemuliaannya, engkau dapat mempengaruhinya karena kebodohannya, halus perangainya, pandai bergaul, penurut, jika kamu mengikutinya, maka dia akan mengikutimu, jika kamu menyimpang maka dia tetap bersama kamu, kamu dapat mengurus hartanya dan cukuplah kekurangannya engkau tutup dengan kecerdasanmu.
Adapun yang kedua, dia memiliki kehormatan, nasab dan kecerdasan yang tulen, gesit geraknya, berwibawa keluarganya, dia dapat mengatur keluarganya sedangkan keluarganya tunduk kepadanya, ia akan memberi kemudahan bagi mereka untuk mengikutinya, jika mereka menjauhinya itu adalah aib bagi mereka. Dia juga memiliki semangat yang tinggi dan amat cepat terbangnya (lincah), kecil perutnya, jika lapar itu sudah biasa, jika berdebat tak dapat dikalahkan.
Ayahnya melanjutkan perkataannya, “Telah aku jelaskan kepadamu perihal mereka berdua,”
Hindun berkata: “Adapun laki-laki yang pertama, dia adalah tuan yang akan lenyap kemuliaannya, akan membinasakan istri jika kelak dia tak dapat menjaga untuk senantiasa berlemah lembut dengannya setelah tadinya menolaknya, dia akan merendahkan diri dibawah lambung istrinya, jika menghasilkan keturunan menjadi anak yang bodoh, jika melahirkan maka menjadi salah karenanya.”
Kemudian Hindun melanjutkan, “Urungkanlah laki-laki tersebut dariku dan tidak usah engkau sebutkan namanya kepadaku.
Adapun yang satunya kelak menjadi suami yang memiliki kemerdekaan yang sebenarnya, sesungguhnya aku tertarik dengan kepribadiaannya dan aku menjadi istrinya, karena aku akan dapat bergaul dengannya dengan kesetiaanku dan sedikit kekuranganku.
Dan sesungguhnya dilihat dari segi nasab antara aku dengannya maka alangkah pantasnya dan tiada penghalang bagi kami untuk berumah tangga, melindungi hakikat kecantikan yang sebenarnya tanpa perwakilan dan perantara tatkala berbincang-bincang, siapakah laki-laki tersebut?”
BACA JUGA: Ikrar Hindun binti Uthbah kepada Rasulullah
Berkatalah ayahnya yang bernama Utbah, “Dia adalah Abu Sufyan bin Harb.”
Hindun berkata, “Nikahkanlah aku dengannya, namun jangan tergesa-gesa seperti orang yang beser jangan pula mendiktenya seperti api di tungku dan memintalah pilihan kepada Allah di langit agar memilihkan untukmu dengan ilmu-Nya terhadap qadha.”
Begitulah Hindun dalam menghadapi kesulitan, dia angkat kepalanya ke atas puncak, dia tidak mau menikah dengan baik-baik, akan tetapi nantinya suaminya hanya menjadi boneka yang dia permainkan seenaknya. Akan tetapi dia menghendaki seoang suami yang memiliki kepribadian, mulia dan kuat, sehingga suami tersebut dapat menjadi pendamping dirinya, bukan dirinya yang menjadi pendamping suaminya. []
Sumber: Kejeniusan Umar/ Penulis: Abbas Mahmud AL Akkad/ Penerbit: Pustaka Azzam, 2002