SEPERTI biasa, untuk menentukan awal Ramadhan, pemerintah Dinasti Umayyah selalu menunjuk orang-orang yang bisa dipercaya untuk melihat hilal yaitu bulan tanggal pertama yang terlihat seperti garis putih yang menandakan awal puasa.
Penguasa Dinasti di Damaskus meminta Hakim Ilyas bin Muawiyah (anak Muawiyah bin Abi Sufyan) untuk memimpin rukyat ini.
Hakim, yang dikenal cerdas dan adil, segera menyebarkan orang-orang yang cakap dan terpercaya untuk memantau bulan di beberapa sudut kota Damaskus. Tapi, dari sekian banyak orang yang disuruh melihat bulan, tidak seorang pun yang berhasil melihatnya kecuali Anas bin Malik.
BACA JUGA: Harun Al-Rasyid dan Sikap Agungnya terhadap Ilmu
Anas bin Malik adalah salah seorang maula, pembantu Rasulullah, waktu itu, usia Anas sudah sangat uzur, mendekati seratus tahun. Hakim Ilyas bin Muawiyah penasaran. Bagaimana bisa seorang tua lebih awas matanya dibandingkan dengan orang-orang yang masih muda. Dia lalu menemui Anas bin Malik.
“Wahai Bapak, apakah benar Bapak telah melihat hilal?” tanya Hakim sopan.
“Benar. Tidak salah lagi,” jawab Anas.
“Bisa Bapak tunjukan di mana lokasi Bapak saat melihat?” tanya Hakim.
“Oh, bisa, bisa. Ayo ikut saya!” kata Anas.
Lalu Hakim Ilyas dan beberapa orang kepercayaannya mengikuti Anas. Sesampainya di lokasi rukyatul hilal, Anas mengambil posisi dan memicingkan matanya. Lalu dia melaporkan bahwa hilal terlihat jelas oleh matanya. Tapi Hakim Ilyas dan orang-orang yang ikut menyaksikan tidak melihat hilal sama sekali.
Hakim Ilyas bin Muawiyah yang cerdas berusaha keras menyingkap keanehan yang dia rasakan.
“Heran, kok orang setua Anas bin Maik lebih awas daripada aku, ya?” Hakim Ilyas membatin.
Lalu Hakim Ilyas memanggil orang tua itu dan mengajaknya bercakap-cakap. Selama berbicara, dia memperlihatkan wajah Anas yang tua, dan dari sanalah dia menemukan jawaban mengapa Anas, yang usianya hampi seratus tahun itu, bisa melihat hilal.
BACA JUGA: Ketika Muawiyah Ditanya soal Ini Oleh Kaisar Romawi
Hakim Ilyas melihat ada rambut alis Anas bin Malik yang sudah memutih melintas di matanya. Lalu Hakim Ilyas meminta izin untuk merapikan alis matanya. Setelah rapi, dia mempersilakan bapak tua itu melihat kembali ke sasaran pengamatan.
Anas bin Malik terus berusaha mengarahkan matanya yang tua ke posisi hilal yang menurutnya, telah dia lihat. Tapi kali ini dia tidak melihat apa-apa.
“Kok nggak ada, ya?” Tanya Anas keheranan.
Ya, terang saja. Yang dilihatnya bukanlah hilal, melainkan uban alisnya yang melintas di depan matanya. []
Sumber : Ketawa Sehat Bareng Para Ahli FikihKarya: Khaeron Sirin/Penerbit: Pustaka Iman/2016