Oleh: Rina Fatimah, Direktur Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa
“Rina, setelah lulus SD kamu lanjut sekolah kemana?” tanya guruku. Pertanyaan terakhir yang masih ku ingat sampai sekarang dari sosok guru terbaikku. Pak Suroso, namanya.
Guru yang mengajariku sejak di kelas 4 hingga aku lulus, di SDN 01 Panjang Utara, Bandar Lampung. Fisiknya yang tambun dan suaranya yang besar mungkin bisa membuat anak-anak takut diajarnya.
Ternyata salah, Pak Suroso bagiku sosok yang penyabar, bersahaja, dan lembut terhadap anak-anak. Mengapa aku simpulkan demikian? Karena hingga hari ini, aku mencoba untuk bernostalgia kembali dimasa SD, tak ada satu pun peristiwa yang membekas yang menunjukkan peringai buruk dari beliau.
Aku hanya bisa mengingat kebaikannya, senyumnya, dan suaranya. Sesekali beliau suka meletakkan salah satu tangannya di pinggang, tapi bukan marah. Gaya tolak pinggang beliau manandakan beliau tengah asyik ngobrol dengan salah satu rekan kerjanya.
BACA JUGA: Ajari Anak Ucapkan Kata Maaf, Tolong dan Terima Kasih Sejak Dini
Aku paling senang Pak Suroso mengajar di kelas kesenian. Kami diajarkan tangga lagu, membaca not, dan menyanyi sesuai dengan notasi. Semua lagu yang diajarkan beliau adalah lagu-lagu wajib nasional.
Makanya hingga hari ini, aku masih hafal lagu-lagu wajib nasional seperti Gugur Bunga, Indonesia Pusaka, Rayuan Pulau Kelapa, Dari Sabang sampai Merauke.
Mungkin hari ini anak-anak Indonesia sudah tidak hafal lagi karena lebih tergiur menghafal lagu-lagu tema kekinian. Memang dibanding dengan guru-guru yang lain, Pak Suroso memang jago bernyanyi. Beliau memiliki suara bariton yang enak didengar.
Wajar saja, kelas kami selalu tampil bagus ketika paduan suara upacara bendera. Dan aku selalu terpilih menjadi dirigennya. Sampai hari ini, jika di kantorku ada acara-acara resmi, aku selalu ditunjuk menjadi dirigennya.
Pelajaran yang paling aku sukai semasa SD dulu yakni matematika. Agak aneh saja kalau ada anggapan pelajaran matematika, pelajaran yang paling menakutkan dan momok bagi anak-anak. Bersyukur, kesabaran Pak Suroso mengajar kami, membuat kami paham.
Tips yang paling kuingat yang diajarkan oleh Pak Suroso yakni bagaimana menyelesaikan soal cerita. Pertama baca soal cerita dengan perlahan, jangan terburu-buru. Kedua tulislah apa saja yang perlu diketahui dari soal tersebut.
Ketiga tulislah apa yang ditanya dari soal. Setiap mengerjakan soal cerita, beliau selalu mengingatkan kami akan tiga langkah pengerjaan. Kalau masih bingung dengan pertanyaannya, silakan baca soalnya dan lihat kembali tulisan diketahuinya. Begitulah tips Pak Suroso untuk menyelesaikan soal cerita.
Tak hanya pelajaran yang kami peroleh, sikap toleransi karena perbedaan keyakinan juga diajarkan oleh beliau. Pak Suroso beragama Katolik, sebagian besar murid yang diajarkan beliau beragama Islam. Pulang sekolah, aku dan teman-teman ikut les di rumah Pak Suroso.
Ssssstttt…bukan sembarangan les yang dijadikan sebagai pendokrak nilai raport yah. Les diberikan Pak Suroso, murni untuk anak-anak yang masih ingin belajar lebih.
Seingat aku, tidak ada soal ulangan yang dibocorkan atau nilaiku jadi tambah bagus. Les dimulai pukul 1 siang, istirahat saat adzan ashar, dan kembali lagi sampai jam 4 sore.
Kebetulan, jarak antara rumahku-rumah pak Suroso tidak terlalu jauh. Aku selalu mengendarai sepeda mini. Saat natalan, kami semua diundang ke rumah beliau mencicipi kue natalan buatan istrinya. Yah namanya masih anak-anak, aku sikat aja. Lagipula kuenya enak.
BACA JUGA: Hati-hati, Inilah Ucapan Terima Kasih yang Dilarang
Tahun lalu, aku berkesempatan tugas di Lampung. Sudah ada niatan ingin berjumpa dengan beliau. Aku tanya kepada Ibu Dahlia kepala sekolah SDN Bumi Waras 1, Bandar Lampung yang sekolahnya mendapatkan pendampingan dari kantorku, “Bu, kenal dengan Pak Suroso yang tinggal di Panjang? Dulunya mengajar di SDN 01 Panjang Utara?” tanyaku.
“Kenal…beliau sekarang sudah menjadi kepala sekolah tapi bukan di sekolah itu lagi. Agak jauh dari rumahnya” jawab ibu Dahlia.
Syukurlah, aku jawab dalam hati. Semoga esok hari ada kesempatan berkunjung.
Namun, sayangnya kesempatanku untuk berkunjung ke rumah beliau harus diurungkan. Karena pkerjaanku di Lampung belum juga rampung. Akhirnya…aku hanya bisa berkesempatan mampir melihat SD ku dulu. 25 November, Hari Guru.
Aku ingin mengucapkan terima kasih untuk guru terbaikku, Pak Suroso. Kesabaran dan kasih sayangmu masih lekat di dalam hatiku. Suaramu hingga hari ini masih jelas ditelingaku.
Rasanya aku ingin kembali ke masa 14 tahun yang lalu, saat aku duduk di kelas 4 SD. Semoga engkau selalu diberi kesehatan dan terus dalam lindungan Tuhan, amiiin. []