PERINTAH untuk berbuat baik kepada orang tua telah nyata tertuang dalam ayat-ayat suci Alquran dan hadits. Perintah ini tentunya juga mengandung larangan berbuat durhaka. Berbuat baik kepada orang tua adalah kewajiban dan balasannya adalah surga na’im (surga yang penuh kenikmatan).
Tak hanya dibalas dengan surga, berbakti kepada orangtua juga memiliki banyak keutamaan bagi yang mengamalkannya, di antaranya:
1 Ridha Allah tergantung ridha kedua orangtua
Bakti seorang anak kepada kedua orangtuanya akan mengundang ridha kedua orangtua kepada anak. Sementara ridha kedua orangtua terhadap anak merupakan penentu seorang anak mendapat ridha Allah SWT.
BACA JUGA: Kepada Siapa Kita Harus Berbakti Pertama Kali?
Abdullah bin Umar ra meriwatakan, Nabi Muhammad SAW bersabda;
«رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ»
“Ridha Rabb tergantung ridha orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Syekh Al-Albani).
2 Amalan paling utama dan paling dicintai Allah SWT
Berbuat baik dan berbakti kepada orang tua juga merupakan amalan yang afdhal atau paling utama.
فعن عَبْدِ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ العَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «الصَّلاَةُ عَلَى مِيقَاتِهَا»، قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: «ثُمَّ بِرُّ الوَالِدَيْنِ»، قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: «الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ» فَسَكَتُّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي
Dari ‘Abdullh bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”, “Amalan apakah yang paling afdhal (utama)?” Rasul menjawab, “Shalat pada –waktu-waktunya.” Aku bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab lagi, “Berbakti kepada kedua orang tua.”Aku bertanya kembali.” “Kemudian apa lagi?” “Kemudian jihad fi Sabilillah.” Kemudian aku terdiam dan tidak lagi bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Andaikan aku meminta tambahan, maka beliau akan menambahkan kepadaku”. (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi).
Dalam suatu hadits shahih lain yang juga diriwayatkan sahabat Ibnu Mas’ud ra, Nabi SAW menyebut berbuat baik kepada kedua orang tua sebagai salah satu amalan yang paling dicintai oleh Allah.
Abu ‘Amr Asy-Syaibani meriwayatkan, pemilik rumah ini (seraya menunjuk ke rumah Abdullah bin Mas’ud) menyampaikan kepadaku;
سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: «الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا» قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: «ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ» قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: «ثُمَّ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ» قَالَ: حَدَّثَنِي بِهِنَّ وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”, “Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Rasul menjawab, “Shalat pada (awal) waktunya.” “Kemudian apa lagi?” Nabi Menjawab lagi, “Berbakti kepada kedua orang tua.”Aku bertanya kembali.” “Kemudian apa lagi?” “Kemudian jihad fi Sabilillah.”
Ibnu Mas’ud mengatakan, “Beliau terus menyampaikan kepadaku (amalan yang paling dicintai oleh Allah), andaikan aku meminta tambahan, maka beliau akan menambahkan kepadaku”. (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasai).
3 Doa mustajab bagi anak yang berbakti
Anak yang berbakti akan senantiasa didokan oleh orang tuanya, dan do’a orang tua untuk kebaikan anaknya merupakan salah satu doa yang musatajab (memiliki peluang besar dikabulkan oleh Allah).
Abu Hurairah ra mengatakan, Rasulullah SAW bersabda;
” ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ، لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ “
“Ada tiga doa yang mustajab, tidak ada keraguan akan hal itu; doa orang yang terzalimi, doa musafir, dan doa orang tua untuk (kebaikan) anaknya”. (HR. Ibnu Majah dan dihasankan oleh Syekh Al-Arnauth).
Dalam riwayat lain berbunyi;
” ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ “
“Ada tiga doa yang mustajab, tidak ada keraguan tentang hal itu; doa orang tua (untuk anaknya), doa musafir, dan doa orang terzalimi”. (HR. Abu Daud dan Ahmad, dihasankan oleh Syekh Al-Albani).
4 Umur panjang dan kemudahan rizki
Anak yang senantiasa berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuanya akan memperoleh keberkahan hidup berupa umur panjang dan kemudahan rizki. Sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwaykan oleh Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth;
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ،قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُمَدَّ لَهُ فِي عُمْرِهِ، وَأَنْ يُزَادَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ، وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.
Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda; “Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rizkinya, maka hendaknya ia berbakti kepada kedua orangtuanya dan menyambung silaturahim (kekerabatan).” (HR. Ahmad).
5 Pintu Surga yang pertengahan
Kedua orangtua merupakan salah satu pintu surga, bahkan pintu syurga yang paling pertengahan. Abu Abdurrahman As-Sulami meriwayatkan dari Abu Darda, Seorang pria mendatangi beliau mengatakan, “Saya memiliki seorang istri, namun ibuku menyuruhku untuk mentalaknya. Abu Darda mengatakan, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda;
«الوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الجَنَّةِ، فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ البَابَ أَوْ احْفَظْهُ»
“Orangtua merupakan pintu surga paling pertengahan, jika engkau mampu maka tetapilah atau jagalah pintu tersebut”. (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban, dishahihkan Syekh Al-Albani dan syekh Al-Arnauth).
6 Sebab dikabulkannya taubat
Berbuat baik atau berbakti kepada kedua orang tua atau kepada salah satu dari keduanya merupakan salah satu sebab dikabulkannya taubat. Ibnu Umar meriwayatkan bahwa;
أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، رَجُلٌ، فقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أَذْنَبْتُ ذَنْبًا كَبِيرًا، فَهَلْ لِي مِنْ تَوْبَةٍ؟، فقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَلَكَ وَالِدَانِ؟ »، قَالَ: لَا، قَالَ: «فَلَكَ خَالَةٌ»؟، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَبِرَّهَا إِذًا».
“Seorang pria datang kepada Rasululla SAW, ia berkata, “wahai Rasulullah, saya telah melakukan dosa besar, apakah masih ada taubat utukku?” Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Apakah kamu masih memiliki kedua orangtua?” “Tidak,” “Apakah kamu memiliki khalah (saudari ibu)?” “Iya,” “Kalau begitu berbuat baiklah kepadanya!” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban, dishahihkan olejh Syekh Al-Albani).
وعن عطاء ، عن ابن عباس رضي الله عنهما: أَنَّهُ أَتَاهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ : إِنِّي خَطَبْتُ امْرَأَةً فَأَبَتْ أَنْ تَنْكِحَنِي وَخَطَبَهَا غَيْرِي، فَأَحَبَّتْ أَنْ تَنْكِحَهُ ،فَغِرْتُ عَلَيْهَا فَقَتَلْتُهَا ،فَهَلْ لِي مِنْ تَوْبَةٍ؟ قَالَ: أُمُّكَ حَيَّةٌ؟ قَالَ: لَا، قَالَ: تُبْ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وَتَقَرَّبْ إِلَيْهِ مَا اسْتَطَعْتَ، فَذَهَبْتُ فَسَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ: لِمَ سَأَلْتَهُ عَنْ حَيَاةِ أُمِّهِ؟ فَقَالَ: إِنِّي لَا أَعْلَمُ عَمَلًا أَقْرَبَ إِلَى الله عز وجل من بر الوالدة. (30)
‘Athaa` bin Yasaar rah meriwayatkan, Suatu ketika Ibnu Abbas ra didatangi seseorang lalu berkata pada beliau:
“Sesungguhnya sebelumnya saya melamar seorang wanita, namun ia enggan menikah denganku, dan kemudian dilamar oleh orang lain, dan iapun mau menikah dengannya, lalu saya pun merasa cemburu dan membunuh wanita tersebut, maka apakah taubat saya bisa diterima?“
Ibnu Abbas balik bertanya padanya: “Apakah ibumu masih hidup?” Ia menjawab: “Tidak (sudah wafat)”. Maka Ibnu Abbas berkata padanya:
“Bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wajalla, dan beribadahlah mendekatkan diri pada-Nya semaksimal kemampuanmu“. ‘Athaa` berkata: (Setelah orang tersebut pergi) saya mendatangi Ibnu Abbas dan bertanya padanya: Kenapa Anda bertanya tentang hidup ibunya?
BACA JUGA: Agar Bahagia di Akhirat, Bahagiakanlah Orangtuamu
Beliau menjawab: “Sesungguhnya saya tidak tahu ada amalan yang lebih mendekatkan diri kepada Allah (dan lebih dicintai-Nya) dari berbakti pada sang bunda“. (Atsar ini shahih).
7 Usaha di jalan Allah (Fi Sabilillah)
Berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua merupakan amalan mulia, bahkan termasuk amalan di jalan Allah. Sebagaimana dalam suatu riwayat dari sahabat Ka’ab bin Ujrah ra;
عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَة، قَالَ: مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ، فَرَأَى أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ جِلْدِهِ وَنَشَاطِهِ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ: لَوْ كَانَ هَذَا فِي سَبِيلِ اللهِ؟، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يُعِفُّهَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ رِيَاءً وَمُفَاخَرَةً فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ
“Seorang pria lewat di hadapan Nabi SAW, lalu dilihat oleh para sahabat Rasulullah SAW menyaksikan kesungguhannya dan rajinnya dalam bekerja. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, andaikan (kesungguhan dan rajinnya ini) di jalan Allah?” Maka Rasulullah SAW mengatakan, “Jika ia keluar untuk bekerja menghidupi anaknya yang masih kecil maka ia termasuk di jalan Allah, jika ia keluar bekerja untuk membantu/menghidupi kedua orangtuanya yang sudah sepuh maka ia di jalan Allah, jika ia keluar bekerja untuk dirinya sendiri demi menjaga kehormatan/harga dirinya maka ia di jalan Allah, dan jika ia keluar untuk riya (pamer) dan berbangga diri maka ia di jalan setan.” (HR. Thabrani dan Baihaqi). []
SUMBER: WAHDAH