KITA tahu bahwa mencuri adalah sebuah perbuatan dosa yang Allah murkai. Lalu, bagaimana jika di antara kita ada yang melakukan dosa mencuri lalu ingin bertaubat?
Tidak ada kata terlambat selama kita hidup. Termasuk soal taubat. Bahkan Imam Al-Ghazali pernah mengatakab bahwa “Mengapa Allah masih hidupkan kita sampai hari ini? Karena dosa kita banyak dan Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk bertaubat.”
Harta dari hasil mencuri adalah haram. Maka dari itu Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri membagi harta haram menjadi tiga bagian, yaitu:
1- Harta yang haram secara zatnya. Contoh: khamar (miras), babi, benda najis. Harta seperti ini tidak diterima sedekahnya dan wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau dimusnahkan.
2- Harta yang haram karena berkaitan dengan hak orang lain. Contoh: HP curian, mobil curian. Sedekah harta semacam ini tidak diterima dan harta tersebut wajib dikembalikan kepada pemilik sebenarnya.
BACA JUGA:
Demi Allah, Allah Lebih Bahagia dengan Taubatnya Seorang Hamba
Allah Cinta Hamba yang Bertaubat
3- Harta yang haram karena pekerjaannya. Contoh: harta riba, harta dari hasil dagangan barang haram. Sedekah dari harta jenis ketiga ini juga tidak diterima dan wajib membersihkan harta haram semacam itu. Namun apakah pencucian harta seperti ini disebut sedekah?
Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Intinya, jika dinamakan sedekah, tetap tidak diterima karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram),” (HR. Muslim, no. 224).
Dikutip dari Rumaysho,com, ghulul yang dimaksud di sini adalah harta yang berkaitan dengan hak orang lain seperti harta curian. Sedekah tersebut juga tidak diterima karena alasan dalil lainnya, “Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu,” (HR. Muslim, no. 1014). []