MUSHAF Utsmani merupakan mushaf Alquran yang populer di dunia. Namanya diambil dari nama Khalifah Ketiga dalam sejarah Islam yakni Utsman bin Affan.
Ya, Utsman bin Affan merupakan khalifah yang berperan penting dalam pengumpulan mushaf Alquran. Pada masa kepemimpinannya dia membakar semua salinan Alquran yang ada hingga tersisa satu salinan mushaf yang jadi standar.
Banyak yang mempertanyakan perbuatan Utsman tersebut. Agar tidak terjadi kesalahpahaman terkait sejarah pengumpulan Alquran, perlu dijelaskan.
BACA JUGA: Di Balik Surat Palsu Atas Nama Utsman bin Affan
Dalam tradisi Islam, agama mengajarkan bahwa ketika kamu memiliki salinan Alquran yang sudah usang dan harus membuangnya, jangan buang ke tempat sampah karena itu tidak etis. Sebaliknya, kamu harus menghancurkannya dengan membakarnya. Itulah cara untuk membuangnya dengan hormat.
Tradisi atau cara ini memang berlawanan dengan tradisi Barat.
Jika menilik pada masa Utsman bin Affan, saat itu tidak ada mesin penghancur kertas, sehingga bagaimana mereka akan menghancurkan Alquran dengan cara paling hormat?
Sederhananya, mereka akan menyalakan api dan membakarnya karena mereka tidak ingin orang menginjaknya; mereka tidak ingin orang membuangnya ke tempat sampah. Jadi, kendati dimusnahkan, mushaf Alquran yang sudah usang itu tidak dihinakan.
Tujuan pembakaran mushaf Alquran pada masa Utsman adalah untuk dengan hormat membuang salinan Alquran yang tidak resmi. Ini jelas beda dengan penistaan yang dilakukan kelompok pembenci Islam di Barat. Mereka membakar Alquran justru untuk menghinakannya.
BACA JUGA: Tetesan Darah Utsman bin Affan di Atas Mushaf Alquran
Alquran disusun dalam dua tahun setelah wafatnya Nabi SAW. Jadi kompilasi resmi terjadi ketika semua sahabat utama Nabi masih hidup. Namun, penulisan dan pengumpulan resmi Alquran ini belum diwajibkan.
Pada masa Amirul Mukminin Utsman bin Affan, tepatnya pada tahun 25 Hijriyah, ditemukan banyak perbedaan pada dialek bacaan Alquran sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para sahabat.
Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, maka Utsman memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf dengan harapan akan menghindarkan perbedaan signifikan pada bacaan yang bisa mengundang perselisihan dan pecah belah pada Kitab Allah.
Kemudian Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam untuk menuliskannya kembali dan memperbanyaknya. Zaid Ibn Tsabit berasal dari kaum Anshar sementara tiga orang yang lain berasal dari Quraisy.
Utsman mengatakan kepada ketiganya, “Jika kalian berbeda bacaan dengan Zaid bin Tsabit pada sebagian ayat Al Qur’an, maka tuliskanlah dengan dialek Quraisy, karena Al Qur’an diturunkan dengan dialek tersebut!”
BACA JUGA: Utsman bin Affan dan Al-Qur’an
Mereka pun lalu mengerjakannya. Setelah selesai, Utsman mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan hasil pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam serta memerintahkan untuk membakar naskah mushaf Alquran selainnya.
Dalam riwayat Abu Dawud dalam Kitab Al-Mashaahif, halaman 12, Mush’ab bin Sa’ad mengatakan, “Aku melihat orang banyak ketika Utsman membakar mushaf-mushaf yang ada, mereka pun keheranan melihatnya.”
Dia katakan, “Tidak ada seorangpun dari mereka yang mengingkarinya, hal itu adalah termasuk nilai positif bagi Amirul Mukminin Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu yang disepakati oleh kaum muslimin seluruhnya.”
Mushaf Al Qur’an di masa itu, sama persis dengan yang kita temui saat ini. Mushaf itu disepakati oleh seluruh kaum muslimin serta diriwayatkan secara Mutawatir. []
SUMBER: ABOUT ISLAM