Oleh: Obby el-Madina
obbyelmadina@tri.blackberry.com
MENJELANG petang, langit menampakan wajah muramnya dengan gumpalan awan hitam yang saling kejar-kejaran. Gerimis air hujan akhirnya mulai berjatuhan. Sejenak kuhentikan perjalanan untuk berteduh sekalian menunaikan sholat Maghrib, di masjid salah satu perumahan Kota Surabaya.
Usai sholat Maghrib, tak sengaja aku melihat lelaki paruh baya, teman baru yang belum lama ini aku kenal, sebut saja Pak Ahmad. Tanpa pikir panjang langsung aku hampiri untuk menyapanya.
“Assalamu’alaikum, Pak Ahmad,” sapaku sambil mengulurkan tangan.
“Eh, Mas Obby, Wa’alaikumsalam, alhamdulillah, kabar baik Mas. Kamu sendiri gimana kabarnya?” jawab Pak Saiful sambil menawarkan diri agar saya bersedia singgah ke rumahnya.
“Oh.. nggih. Alhamdulillah, kabar saya baik juga, Pak.”
Sebelum gerimis semakin menderas, kami berdua segera beranjak menuju rumah Pak Ahmad yang jaraknya tak jauh dari masjid. Sekitar sepuluh menit perjalanan, akhirnya kami tiba juga di rumahnya.
“Silahkan masuk, Mas.” Pak Ahmad memintaku duduk dan menunggu sejenak. Barangkali ia masih ada keperluan dengan keluarga ataupun dirinya sendiri. Aku hanya bisa mengangguk mengiyakan.
Di ruang tamu berukuran tiga kali tiga meter aku menunggu. Tepat dari depan tempatku duduk, ada sebuah rak buku kecil yang sisi depannya tertutup kaca bening transparan yang bisa digeser ke samping kiri dan ke kanan. Beragam kalender duduk tertata rapi memenuhi ruang di dalamnya.
Beberapa menit kemudian, Pak Ahmad keluar dari ruang tengah dan duduk di sebelah kananku. Lalu mulai membuka obrolan, ia lebih banyak bercerita tentang perjalanan hidupnya. Aku pun hanya bisa menjadi pendengar setia, sesekali menganggukan kepala sekadar untuk mengiyakan pernyataannya.
Ada satu kisah menarik yang membuatku takjub dan tercengang. Entah itu apa, aku meyakininya sebagai sebuah keajaiban Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebab, tidak masuk akal sama sekali jika peristiwa itu bisa terjadi, kecuali memang sudah menjadi kehendak-Nya.
Putra bungsunya, Raihan, menderita penyakit seperti tumor atau daging tumbuh di bagian punggung sebelah kanan. Berulang kali ia sudah membawanya ke dokter ataupun pengobatan alternatif. Namun, tak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Justru sedikit demi sedikit kian hari ukurannya semakin membesar.
Suatu hari, Bu Heni, istri Pak Ahmad, meminta untuk melakukan operasi pengangkatan daging tumbuh dari punggung putranya. Namun, hal itu tidak bisa mereka lakukan. “Saat itu, saya tidak punya biaya untuk operasi, Mas,” ujarnya dengan nada sendu.
Tetapi, akhirnya penyakit itu bisa sembuh tanpa dioperasi, tanpa diperiksakan ke dokter ataupun pengobatan alternatif lagi. Bahkan, daging tumbuh itu hilang dengan sendirinya serta tidak meninggalkan bekas sama sekali. Bagaimana bisa?
Peristiwa itu terjadi tepat pada hari raya Idul Fitri tahun 1431 Hijriyah atau 2010 Masehi. Saat itu, Pak Ahmad ingin memandikan putra bungsunya, persiapan untuk menyambut lebaran. Ia terkejut tidak lagi mendapati daging tumbuh di punggung sebelah kanan Raihan saat melepaskan kaosnya.
Pak Ahmad meyakini jika hal itu adalah jawaban dari doa yang ia panjatkan usai sholat Tahajud pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Ia berazam akan melakukan sholat Tahajud dengan cara yang berbeda dari rutinitas malam-malam biasanya, baik saat malam genap maupun ganjil.
“Saat itu, saya memilih masjid al-Akbar untuk melaksanakan sholat Tahajud pada malam ganjil. Sementara, pada malam genapnya saya sholat di masjid perumahan ini, Mas,” terangnya.
“Jika jadwalnya ke masjid al-Akbar, sekitar jam setengah dua saya sudah berangkat dari rumah. Jadi, saat tiba di sana, selain sholat Tahajud, saya juga punya waktu untuk i’tikaf,” sambungnya.
Subhanallah, ternyata doa-doa yang ia panjatkan (doa meminta kesembuhan atas penyakit yang diderita putranya.red) usai sholat Tahajud, Allah hijabahi langsung. Semua itu terjadi berkat niat yang kuat, kesabaran serta keistiqomahan Pak Ahmad dalam menjaga dan melaksanakan azam yang telah ia programkan.
Semoga kisah yang dialami Pak Ahmad bisa kita ambil hikmahnya. Segala sesuatu yang mungkin bagi kita tidak mungkin bisa terjadi tapi jika Allah sudah berkendak, tidak ada yang tidak mungkin bisa terjadi. Untuk menghadirkan kehendak-Nya tentu dengan usaha dan do’a dalam kesabaran serta keistiqomahan. []