ASHABUL Jannah berada di Dharawan, sebuah wilayah dekat Shan’a yang diberi nama dengan nama lembah yang ada di bagian ujungnya. Itulah tanah yang disebutkan Allah swt di dalam kitab-Nya yang mulia. Itulah tempat yang paling baik di muka bumi Allah, yang paling banyak buah-buahannya.
Kisah Ashabul Jannah (pemilik-pemilik kebun) yang tertera dalam surah Al-Qalam ayat 17-33, yang intinya karena Ashabul Jannah itu tidak mau bersedekah kepada fakir miskin, Allah swt menghancurkan kebun milik mereka tersebut.
Kisah dan azab yang menimpa mereka ini sebagaimana terdapat di dalam tafsir firman Allah swt, “ketika mereka bersumpah”. Artinya bersumpah diantara mereka. “Bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik hasilnya pada pagi hari yaitu pada waktu shubuh sekiranya orang fakir dan orang yang membutuhkan tidk melihat mereka sehingga mereka tidak harus memberikan hasil kebun itu kepadanya.
BACA JUGA: Raja dan Pemuda di Kisah Ashabul Ukhdud
“Oleh karena itu, Allah menurunkan bencana kepada mereka, yaitu kebun itu menjadi hangus, tidak ada yang tertinggal dan tidak bisa diambil manfaatnya sedikit pun.
“Lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, sebagian dari mereka memanggil sebagian yang lain, seraya berkata. “Pergilah pada waktu pagi ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya”.
Artinya, “Berangkatlah pagi-pagi ke kebunmu lalu petiklah hasilnya sebelum datang waktu siang dan sebelum datang pula orang yang meminta-minta.”
“Maka, pergilah mereka saling berbisik.”
Mereka saling berkata di antara mereka dengan cara rahasia. “Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.”
Mereka berjalan pergi ke kebun itu dengan niat buruk, padahal sebenarnya mereka mampu memberikan sebagian hasilnya kepada orang miskin.
Ikrimah dan Syi’by mengatakan, “Dan berangkatlah mereka pada pagi hari dengan niat menghalangi orang-orang miskin.” Artinya mereka tidak menyukai kedatangan orang-orang miskin.
“Tatkala mereka melihat kebun itu. “Yakni ketika mereka telah sampai ke kebun itu dan mereka melihat apa yang telah terjadi dengan kebun mereka, sebelumnya mereka lihat kebun itu dengan penuh buah-buahan yang baik-baik, lalu ternyata kebun itu berubah, disebabkan jeleknya niat mereka. Kemudian mereka berkata, “Sesungguhnya, kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan) bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya).
Berkatalah seseorang yang paling baik pikirannya di antara mereka.’ Yaitu seseorang dari mereka yang paling adil dan paling baik.
BACA JUGA: Raja dan Pemuda di Kisah Ashabul Ukhdud
Hal ini sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas, Mujahid, dan selain keduanya. Dia (orang yang paling baik di antara mereka) mengatakan, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?” di antara mereka ada yang mengatakan, “Hendaklah kamu mengatakan Insya Allah”.
Ada pula yang mengatakan, “Hendaklah kalian mengatakan dengan baik sebagai ganti dari ucapan buku kalian.”
Mereka mengucapkan, “Maha suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.”
Maka mereka menyesal, namun penyesalan itu sudah tidak ermanfaat lagi bagi mereka. “Aeperti itulah azab dunia.“ Artinya “Demikianlah kami menyiksa orang yang menentang perintah Kami dan tidak mau bersedekah kepada makhluk Kami, yaitu orang-orang yang membutuhkannya.”
“Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar. Yakni lebih besar dan lebih pasti ditegakkan hukumnya daripada siksa di dunia jika mereka mengetahui.” []