Oleh: Ustaz Fadly Gugul S.Ag
DALAM sejarah, kaum muslimin adalah kelompok masyarakat terdepan dalam tradisi tulis-menulis. Di saat bangsa lain masih banyak yang buta huruf – saat negara-negara Eropa masih dalam masa ‘kegelapan’-, negeri Islam telah menjadi pusat ilmu pengetahuan.
Ahli ilmu dan para ulama Islam telah mengelilingi separuh dunia dengan catatan dan hafalan mereka, masyarakatnya sudah dijejali dengan berbagai perpustakaan yang menghimpun ribuan hasil karya para kaum terpelajar (baca: ulama).
Menurut catatan sejarah tervalid, manakala Islam mulai masuk ke Indonesia, terbawalah referensi- referensi karya ulama semacam ini bersamaan dengan kehadiran para da’i, yang di kala itu, kebanyakan profesi mereka adalah sebagai pedagang.
BACA JUGA: Jadi Rujukan Muslim setelah Alquran, Inilah Fakta 2 Kitab Shahih
Karena keterbatasan teknologi pengolahan kertas, di masa silam ketersediaan kertas hanya terbatas yang berwarna kuning. Bahkan mushaf Alquran di masa silam, juga dicetak dengan kertas warna kuning. Namun untuk masanya, kitab kuning itu sudah sangat bagus, dibanding transkrip asli hasil goresan pena penulisnya, kertasnya bercorak tebal tak beraturan berwarna kuning kecoklatan, kalau di masa sekarang cenderung berwarna peach dan apricot.
Pengenalan Universal Kitab Kuning
Secara umum istilah kitab kuning biasa dipakai dan dikenal luas di dunia pesantren. Kitab-kitab ini (buku agama Islam), kertasnya didominasi berwarna kuning. Para kiai mengkajinya bersama santri secara langsung sambil berhadap-hadapan, biasanya dikenal dengan istilah ‘ngaji kitab kuning.’ Ciri khas kitab ini tulisannya berbahasa arab tanpa harakat dan makna alias gundul, makanya dikenal dengan nama lain kitab gundul.
Kitab ini juga tidak berjilid alias setiap lembar satu dengan lainnya tidak terikat, bisa diambil sesuai kebutuhan (fleksibel). Akan tetapi semangat belajar kitab kuning patut dihargai, mewarisi semangat belajar para ulama terdahulu. Belajar kitab itu harus teratur dan bertahap, tidak boleh pindah ke kitab lain, sampai kitab yang ada di tangan sekarang selesai dipelajari bersama guru sampai khatam (selesai).
Perubahan Segmentasi Kitab Kuning
Dalam perkembangannya, di zaman yang semakin maju ini, Para pemerhati narasi dan kitab klasik di Indonesia, membagi kitab kuning menjadi empat bagian penting;
1 Kitab Matan
Kitab matan adalah kitab kuning asal atau pertama dari suatu disiplin ilmu tertentu. Umumnya, kitab matan ini ukurannya tipis. Contohnya Kitab Ta’lim al-Muta’allim Thariq at-Ta’allum buah karya Burhanuddin Ibrahim al-Zarnuji al-Hanafi
2 Kitab Syarah
Kitab syarah adalah penjelasan dari kitab matan. Artinya, kitab syarah ini menjelaskan lebih deteil atau lebih rinci, lengkap dengan contoh-contohnya. Namun tidak keluar dari pembahasan yang sudah ditetapkan oleh kitab matan. Contoh, Kitab Fathul Qorib. Kitab ini merupakan syarah dari kitab Taqrib Abi Syuja dalam disiplin ilmu fiqih mazhab Syafi’i.
3 Kitab Hasyiyah
Kitab hasyiyah adalah catatan pengembangan dari kitab matan atau juga bisa merupakan pengembangan dari kitab syarah. Biasanya kitab hasyiyah ini isinya menjelaskan kedudukan bacaan sesuai dengan gramatika arab atau kaidah arab. Contoh Kitab Hasyiyah Al Asymawi merupakan kitab hasyiyah dari kitab Matnul Jurmiyah dalam disiplin ilmu nahwu Bahasa Arab.
4 Kitab Majmuk
Kitab majmuk adalah kumpulan Kitab atau catatan dari beberapa keterangan kitab sesuai dengan disiplin keilmuannya. Contoh kitab Jamiud Durus. Kitab ini merupakan kumpulan penjelasan yang diambil dari ratusan referensi kitab nahwu dan shorrof. Yang kesemuanya itu membahas tentang ilmu gramatika arab.
BACA JUGA: 4 Hal yang Menjauhkan Kita dari Allah
Tempat Penjualan Kitab Kuning
Untuk mendapatkan kitab jenis ini sangat mudah. Di toko-toko pesantren tradisional yang masih mempertahankan eksistensinya, masih banyak yang menjual kitab kuning, walaupun telah banyak juga yang beralih menjual kitab dengan kualitas kertas lebih baik, biasanya cenderung berwarna peach keputih-putihan. Pun di saat yang sama, kertas warna putih sudah banyak beredar, beberapa penerbit masih mempertahankan tradisi lama, mencetak buku terbitannya dengan kertas berwarna kuning. Provinsi Jawa Timur adalah gudang cetak kitab versi kertas warna kuning.
Kitab kuning itu sebenarnya adalah kitab ilmu agama, baik itu kitab yang membahas ilmu alat (ilmu bahasa) ataupun yang merujuk pada salah satu disiplin ilmu Islam. Warna bukunya saja yang berwarna kuning, artinya sama sekali tidak ada hubungannya dengan aturan syariat, dan bukan anjuran para ulama untuk mencetak bukunya dalam kertas berwarna kuning. Oleh sebab itu, jangan sampai muncul keyakinan atau anggapan dalam diri kita bahwa kitab bertuliskan Arab yang kertasnya berwarna kuning, memiliki keistimewaan khusus dibanding buku lainnya.
Sebuah buku itu dinilai dari isinya, inilah asas pokok, bukan sekadar dari warna kertas. Memang secara ilmu kesehatan tentang mata, warna kuning lebih bisa meredam cahaya yang memantul dari lembaran kertas ke mata pembaca, adapun alasan lainnya tidak bisa dibenarkan secara ilmu syariat. []
SUMBER: BIMBINGAN ISLAM