“KALAU berdagang itu jangan terlalu jujur, nanti malah rugi, lho!” sebuah ucapan yang sudah akrab di telinga kita.
Kisah nyata penulis sendiri saat berjualan ayam geprek dua tahun lalu, penulis sedikit berkesimpulan bahwa dinamika bisnis nyata adanya.
Ada saatnya pesanan melimpah, tetapi akan tiba waktunya sepi pembeli.
Hingga suatu hari, seorang teman memberi saran yang cukup rasional, yaitu memakai pelaris.
BACA JUGA: Ini 7 Sikap yang Wajib Dimiliki agar Sukses dalam Bisnis Rumahan
Tidak bisa dipungkiri lagi, pelaris makanan, daging mati kemaren (tiren), dan bahan baku kualitas rendah merupakan trik yang dianggap mainstream bagi beberapa pegiat usaha kuliner. Pertanyaan besar dari ini semua, apakah benar kejujuran dalam berbisnis menjadi titik awal kerugian?
Tentu kita sama – sama sepakat, jawabannya tidak benar. Kalau benar kejujuran adalah biang kerok dari kerugian bisnis, mustahil kita dapat percaya dengan kesuksesan Nabi Muhammad, Abdurrahman bin Auf, dan Nurhayati Subakat dalam berdagang.
Sekadar nostalgia, Nabi Muhammad ikut berdagang dengan pamannya sejak usia dua belas tahun. Bahkan, beliau terbiasa menawarkan barang dagangan kepada saudagar kaya Mekah.
Apa rahasia kesuksesan Nabi Muhammad?
Ya, kejujuran dalam berbisnis sehingga dapat dipercaya oleh konsumen. Beliau tidak pernah berbohong dalam memberi penjelasan mengenai barang dagangan. Baik kualitasnya bagus maupun tidak, akan tetap dijelaskan oleh beliau.
Contoh sederhananya, apabila pakaian yang dijual ada robek sedikit, maka akan diberi penjelasan bahwa begitulah kondisi pakaian tersebut. Tidak menipu apalagi berbohong mengatakan itu adalah kesalahan pembeli ketika memegangnya.
BACA JUGA: 5 Rahasia Sukses Dagang ala Rasulullah ﷺ
Menariknya, barang kualitas bagus akan diletakkan di bagian atas dan barang kualitas rendah akan diletakkan di bagian bawah. Apakah beliau mendapat penghasilan yang besar dengan kejujuran seperti itu? Bayangkan saja, beliau melamar Khadijah dengan mahar berupa 20 ekor unta dan 12,5 ons emas hanya dari berdagang. Silakan simpulkan sendiri apakah beliau rugi atau tidak.
Maka, betapa berkahnya bisnis kita apabila belajar dari Nabi berjulukan al-amin ini.
Silakan saja berontak dengan mewajarkan beliau bisa berbisnis seperti itu karena seorang nabi. Baiklah, kita ambil pelajaran dari Abdurrahman bin Auf, seorang pengusaha sukses sekaligus sahabat nabi.
Satu di antara resep berdagangnya ternyata sama dengan Nabi Muhammad, yaitu kejujuran mengenai kualitas barang dan bersumber dari modal yang halal.
Bagaimana kekayaan beliau? Sebagai informasi saja, Abdurrahman bin Auf rajin bersedekah, di antaranya yaitu 400 dinar emas (setara dengan Rp480.000.000,00), 700 ekor unta, 500 ekor kuda perang, dan lainnya.
Apabila untuk bersedekah saja memiliki besaran nilai seperti itu, maka jangan ditanya lagi berapa omset dagangannya. Sekali lagi, tidak terbukti bahwa kejujuran dalam berbisnis mengakibatkan kerugian.
Kita bedah lebih dalam lagi, apakah masih ada pengusaha yang memegang prinsip kejujuran pada era modernisasi saat ini? Sekarang saatnya kita membahas Nurhayati Subakat.
Bagi penggemar setia produk Wardah pasti sudah kenal dengan beliau yang merupakan peramu kosmetik papan atas tersebut. Kita telusuri lebih jauh, Nurhayati pada awal merintis usahanya sempat terkena musibah berupa kebakaran pabrik.
Sebenarnya, bisa saja beliau mencampuri produknya dengan bahan – bahan yang berkualitas rendah dan beralkohol. Akan tetapi, perempuan kelahiran Padang Panjang ini tetap kekeh membangun kembali bisnisnya dengan bahan baku yang halal. Sekarang, ia telah memetik buah kejujurannya.
BACA JUGA: Saat Kamu Takut Memulai Sebuah Bisnis
Wardah berbadan hukum PT Paragon Technology kini berkembang pesat diiringi pertumbuhan fashion style halal. Kalau saja Nurhayati tidak jujur dalam menjalankan bisnis kosmetiknya dan mencampurkan bahan beralkohol, barangkali kejayaan seperti sekarang tidak dapat diraihnya.
Oleh karena itu, kejujuran bukanlah sebuah pernak-pernik formalitas dalam berbisnis maupun kehidupan sehari – hari. Dengan senantiasa berpegang teguh pada kejujuran, orang lain dapat memegang perkataan dan perbuatan kita. Apabila kita sudah dipercaya oleh orang lain, tidak akan ada rasa curiga.
Mudah bagi kita untuk menjalin kerjasama dengan mereka, kemudian mereka pun percaya menitipkan modal kepada kita.
Jadi, masih yakin kejujuran berbuah kerugian dalam menjalankan bisnis? Silakan Anda jawab sendiri! []
Daftar Pustaka
1. Muliana. 2017. Konsep Dakwah Entrepreneur Menurut Abdurrahman bin Auf. Jurnal Manajemen dan Administrasi Islam. 1(2). https://www.jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/alidarah/article/view /2673/pdf (diakses pada 07 Oktober 2020 pukul 15.15).
2. Sitepu, Novi. 2016. Prilaku Bisnis Muhammad SAW Sebagai Entrepreneur Dalam Filsafat Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam. 3(1). http://jurnal.uinsu.ac.id/ index.php/humanfalah/ article/view/154/259 (diakses pada 07 Oktober 2020 pukul 15.25).
3. Kisah Sukses Pemilik Wardah, Nurhayati Subakat di grahainspirasi.id (diakses pada 07 Oktober 2020 pukul 15.29).