MEMPUNYAI anak atau keturunan bagi pasangan suami istri adalah merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Namun pada kenyataannya, tidak semua pasangan diberikan langsung amanah seorang anak oleh Allah SWT. Ada yang harus menunggu bertahun-tahun, ada juga yang sepanjang hidupnya tidak memiliki anak. Itu semua tergantung takdir Yang Maha Kuasa.
Namun sebagian pasangan, terutama pihak istri, ada yang bernazar untuk tidak mempunyai lagi anak. Alasannya bisa bermacam-macam. Ada yang memang anaknya sudah banyak, ada yang karena trauma pasca kelahiran. Bagaimana Islam memandang hal ini?
Ketahuilah, dalam hadits shahih disebutkan bahwa ada 7 golongan yang dianggap sebagai syahid, selain mereka yang terbunuh ketika berperang demi meninggikan kalimat Allah –azza wa jalla-, dan di antara mereka yang sebagaimana sabda Rasulullah SAW adalah,
وَالمَرْأَةُ تَمُوْتُ بِجُمْعٍ شَهِيْدَةٌ
“Dan wanita yang meninggal karena melahirkan itu syahidah.” (HR. Malik, Abu Dawud, dan An-Nasai dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)
BACA JUGA: Pulanglah Nak, Berbakti pada Ibumu
Para ulama’,- seperti Ibn Baththal, Al-Khaththabi, Al-Qurthubi, An-Nawawi, Ibn Hajar, dan selain mereka-, menerangkan bahwa yang dimaksud dengan sabda Rasulullah SAW tersebut adalah wanita yang wafat dalam keadaan mengandung anaknya, atau wafat disebabkan melahirkan anaknya ke dunia ini. [Lihat: Al-Mufhim, Aun al-Ma’buud, dan Hasyiyah As-Sindi]
Dan hendaknya setiap wanita meniatkan untuk menggapai pahala yang besar ketika mengandung dan kemudian melahirkan anaknya, bahkan mendidik anaknya hingga akhir hayat.
Banyak dalil-dalil Alquran dan sunah yang menjelaskan betapa besar pahala yang akan diraih seorang ibu yang ikhlas. Di antaranya adalah berbagai nas-nas yang menerangkan pahala kesabaran.
Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman:
﴿َإِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٖ﴾
Hanya orang bersabarlah yang akan disempurnakan pahalanya tanpa batas… [QS. Az-Zumar : 10]
Ibn Katsir rahimahullaah ketika menafsirkan ayat ini mengatakan:
“Ayat ini mencakup seluruh jenis kesabaran … Allah azza wa jalla menjanjikan pahala tanpa batas bagi mereka yang bersabar, tanpa perhitungan, atau pun pengukuran. Hal itu dikarenakan keutamaan sabar yang sangat besar di sisi Allah –azza wa jalla-, dan hanya Dialah Yang Mahamampu memudahkan segala urusan.” [Lihat: Tafsiir al-Qur’aan al-Azhiim]
Berikutnya adalah berbagai nas yang menunjukkan hak yang sangat agung yang dimiliki seorang ibu atas anak-anaknya. Nas-nas ini sangat masyhur, sehingga tidak perlu kami paparkan satu persatu di sini.
Akan tetapi intinya, tidaklah demikian besar hak yang dimiliki seorang ibu, melainkan dilandasi berbagai kesulitan yang ia hadapi demi mengandung, melahirkan, serta mendidik anak-anaknya.
Perlu diketahui, sengaja tanpa alasan yang syar’i untuk sama sekali tidak hamil atau berketerununan, adalah hal yang terlarang dalam agama ini, walaupun dengan kesepakatan antara suami dan istri.
Hal itu dikarenakan ia bertentangan dengan anjuran syariat untuk memperbanyak jumlah umat ini, yang mana anjuran ini memiliki banyak sekali hikmah yang mulia di baliknya.
Rasulullah SAW bersabda:
تَزَوَّجُوْا الوَلُوْدَ الوَدُوْدَ، فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Nikahilah –oleh kalian wahai para lelaki- wanita yang subur nan penyayang, karena aku akan berbangga akan banyaknya jumlah umatku di Hari Akhirat kelak…” [HR. Ahmad, Abu Daud, dan An-Nasa’i]
Adapun seseorang tidak ingin mempunyai anak lagi karena trauma yang membahayakan ibu atau janin, atau karena alasan-alasan medis lainnya, maka diperbolehkan untuk berhenti dan tidak hamil kembali.
BACA JUGA: Kisah Ibu yang Menikahkan Putranya dengan Bidadari
Dan jangan khawatir akan pahala anda sebagai seorang ibu, tetaplah ikhlas mendidik anak-anak yang sudah Allah azza wa jalla karuniakan, dan yakinlah bahwa Allah ta’aala adalah Mahaluas karunia-Nya.
Nazar secara umum adalah hal yang tidak disukai oleh Rasulullah –shallallaahu alaihi wa sallam. Namun jika telah terucap, maka ia wajib dipenuhi, jika tidak mengandung kemaksiatan kepada Allah –azza wa jalla. Adapun nazar yang mengandung maksiat, maka ia wajib dibatalkan, dan yang mengucapkannya wajib membayar kaffarah.
Kembali kepada penyebab trauma tadi, jika memang ia trauma yang disebabkan oleh sebab yang syar’i, seperti alasan medis dan lain sebagainya, maka hukum nazar adalah tidak dianjurkan, namun ia harus dipenuhi jika telah terucap, dan wajib membayar kaffarah jika kemudian melanggar kandungan nazar tersebut.
Adapun jika trauma itu tanpa alasan yang kuat dan tidak membahayakan, maka nazar tersebut tidaklah boleh diucapkan, dan jika terlanjur terucap maka ia tergolong sebagai nazar maksiat.
BACA JUGA: Dahsyatnya Doa Ibu
Dan yang wajib bagi anda adalah beristighfar, mengingat kembali keutamaan-keutamaan yang Allah –azza wa jalla– janjikan bagi anda sebagai ibu, dan anda harus membatalkan nazar tersebut sembari membayar kaffarah pembatalan nazar yang ukurannya sama dengan kaffarah pembatalan sumpah.
Dan ukuran kaffarah tersebut adalah memberi makan 10 orang miskin, atau memberi pakaian kepada mereka, atau membebaskan seorang budak. Jika anda tidak mampu melaksanakan salah satu dari 3 opsi di atas, maka anda diwajibkan berpuasa selama 3 hari. Wallahu a’lam. []
SUMBER: KONSULTASI SYARIAH