BERDOA merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT. Salah satu adabnya adalah berdoa pada waktu atau tempat yang mempunyai kemungkinan dikabulkan lebih besar dari pada waktu atau tempat lainnya berdasarkan nash yang sahih dan sarih. Salah satu saat atau tempat tersebut adalah ketika sujud, karena itu kita diperintahkan banyak berdoa di dalamnya.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ ».
Dari Abu Hurairah Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda “keadaan paling dekat antara hamba dan tuhannya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah doa.” (HR. Muslim, Sahih Muslim, 2/49)
BACA JUGA: Bekas Sujud, Apakah Terlihat?
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَشَفَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- السِّتَارَةَ وَالنَّاسُ صُفُوفٌ خَلْفَ أَبِى بَكْرٍ فَقَالَ « أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ لَمْ يَبْقَ مِنْ مُبَشِّرَاتِ النُّبُوَّةِ إِلاَّ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ يَرَاهَا الْمُسْلِمُ أَوْ تُرَى لَهُ أَلاَ وَإِنِّى نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِى الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ ».
Dari Ibnu Abbas RA Rasulullah SAW menyingkapkan tirainya, sedangkan para sahabat bebaris dibelakang Abu Bakar, kemudian beliau bersabda “Hai manusia, sungguh tidak adak tersisa dari kabar gembira nubuwah kecuali mimpi yang saleh yang dialami seorang muslim atau diperlihatkan padanya. Ketahuilah, aku dilarang untuk membaca al-Quran pada waktu rukuk dan sujud, adapun ketika rukuk maka agungkanlah tuhanmu azza wa jalla padanya. Adapun ketika sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, maka peluangnya lebih besar untuk diijabah doamu. (HR. Muslim, Sahih Muslim, 2/48)
Pertanyaan yang sering muncul adalah terkait dengan pengamalan sebagian masyarakat yang berdoa biasa pada sujud terakhir dengan isyarat sujud yang lama. Apakah tempat saat diijabah doa tersebut adalah khusus pada sujud terakhir atau kedudukannya sama dengan sujud yang lain?
Dalam setiap rakaat ada dua sujud, maka dalam shalat dua rakaat ada empat kali sujud, jika empat rakaat, maka delapan kali sujud. Dalam hadis tersebut tidak ditemukan pengkhususan atau taqyid pada sujud yang mana, sehingga sifatnya menjadi mutlak, boleh pada sujud manapun termasuk sujud terakhir.
Adapun berkeyakinan bahwa saat ijabah doa itu hanya ada pada sujud terakhir dan berdoa di dalamnya, maka perlu dalil yang mengkhususkannya, sementara itu belum menemukan dalil tersebut, dan dikhawatirkan masuk dalam kategori bid’ah.
Perbanyaklah doa, masuk kategori mutlak, sehingga boleh berdoa apapun setelah bacaan sujud. Tentunya terkait konten dan bahasa doa disesuaikan dengan kebutuhan dan menggunakan bahasa yang difahami. Bagaimana jika berdoa dengan menggunakan redaksi al-Quran dalam sujud, bukankah ada larangannya? benar ada larangan membaca al-Quran dalam rukuk dan sujud berdasarkan keterangan Ali bin Abi Thalib
قَالَ نَهَانِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَقْرَأَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا.
“Rasulullah SAW melarangku membaca al-Quran ketika rukuk dan sujud.” (Muslim, Sahih Muslim, 2/48)
Dan sahabat Ibnu Abbas
أَلاَ وَإِنِّى نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا
“Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca al-Quran ketika rukuk dan sujud.” (Muslim, Sahih Muslim, 2/48)
Maksud larangan tersebut adalah melafalkan al-Quran dengan niat qiraah atau tilawah ketika rukuk dan sujud, adapun melafalkan doa dengan menggunakan redaksi al-Quran, bukan niat membaca al-Quran, maka dibolehkan. Dengan demikian tergantung dari niat orang yang melafalkannya.
Sesuai keterangan dari sahabat Umar bin Khattab
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda : “sesungguhnya segala amal itu tergantung niatnya, dan segala urusan itu tergantung niatnya” (HR. Bukhari, Sahih al-Bukhari, 1/6)
Konten doa dalam sujud boleh dengan bahasa selain bahasa arab, adapun maksud dari hadis dari sahabat Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami
إِنَّ هَذِهِ الصَّلاَةَ لاَ يَصْلُحُ فِيهَا شَىْءٌ مِنْ كَلاَمِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
“Sesungguhnya shalat itu tidak dibenarkan padanya ada perkataan (obrolan) manusia, sungguh di dalamnya hanyalah tasbih, takbir dan membaca al-Quran.” (HR. Muslim, Sahih Muslim, 2/70)
Pertama, perlu difahami bahwa dalam secara analisis asbab al-wurud hadis tersebut bercerita tentang ada salah seorang sahabat yang bersin ketika shalat, kemudian Muawiyah bin al-Hakam menjawab “semoga Allah merahmatimu.” Karena itu maksud dari hadis tersebut adalah obrolan manusia yang sifatnya resiprok. Kedua, pada dasarnya ketika shalat itu adalah manusia itu sedang bermunajat atau berkomunikasi dengan Allah.
عَنْ أَنَسِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا كَانَ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلَا يَبْزُقَنَّ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَا عَنْ يَمِينِهِ وَلَكِنْ عَنْ شِمَالِهِ تَحْتَ قَدَمِهِ الْيُسْرَى
“Bila dalam keadaan shalat, maka sesungguhnya ia sedang bermunajat (komunikasi) dengan tuhannya, karena itu janganlah kalian meludah baik ke depan serta ke kanan, tapi meludahlah ke kiri dibawah kaki kirinya.” (HR. Bukhari, Sahih al-Bukhari, 2/65)
عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا نُسَلِّمُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَيَرُدُّ عَلَيْنَا فَلَمَّا رَجَعْنَا مِنْ عِنْدِ النَّجَاشِيِّ سَلَّمْنَا عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْنَا وَقَالَ إِنَّ فِي الصَّلَاةِ شُغْلًا
Dari Abdullah bin Abbas RA berkata kami mengucapkan salam kepada Nabi Saw padahal beliau sedang salat, maka beliau menjawabnya. Maka ketika kami kembali dari raja Najasyi kami mengucapkan salam kepada beliau, akan tetapi beliau tidak menjawabnya. Kemudian beliau bersabda (setelah shalat) “sesungguhnya shalat itu satu kesibukan.” (H.R. Bukhari, Sahih al-Bukhari, 2/62)
عَنْ أَبِي عَمْرٍو الشَّيْبَانِيِّ قَالَ قَالَ لِي زَيْدُ بْنُ أَرْقَمَ إِنْ كُنَّا لَنَتَكَلَّمُ فِي الصَّلَاةِ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكَلِّمُ أَحَدُنَا صَاحِبَهُ بِحَاجَتِهِ حَتَّى نَزَلَتْ {حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ } الْآيَةَ فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ
Dari Amr as-Syaibani berkata, Zaid bin Arqam berkata kepadaku “ kami mengobrol ketika shalat pada masa Rasulullah SAW, seorang berbicara kepada sahabatnya karena suatu keperluan sehingga turunlah ayat “Jagalah oleh kalian shalat-shalat” ayat tersebut memerintahkan kami untuk diam (H.R. Bukhari, Sahih al-Bukhari, 2/62)
BACA JUGA: Saudaraku, Paling Dekat Hamba dengan Rabb-nya adalah Ketika Sujud
Karena itu terlarang untuk berkomunikasi dengan manusia yang lain, sehingga selesai shalatnya. Sebab dia sedang berkomunikasi dengan Allah. Ketiga, terkait dengan wajh addilalah “perbanyaklah berdoa”, karena tidak disebutkan rincian doanya, maka sifatnya menjadi mutlaq, boleh berdoa apa saja sesuai kebutuhan tentunya dengan bahasa yang difahami, tidak mesti dengan bahasa arab, dan pastinya Allah maha mengetahui segala bahasa.
Dalam berdoa ketika sujudpun harus melihat situasi, kalau sekiranya dapat mengganggu orang yang shalat, maka dipelankan saja bacaannya, tidak boleh dikeraskan. Karena hal tersebut dapat mengganggu kekhusyuan salat yang lain.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ ، قَالَ : اعْتَكَفَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي الْمَسْجِدِ ، فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ ، فَكَشَفَ السِّتْرَ ، وَقَالَ : أَلاَ إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ ، فَلاَ يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ، وَلاَ يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ ، أَوْ قَالَ : فِي الصَّلاَةِ.
Dari Abu Said berkata Rasulullah SAW beritikaf di masjid, kemudian mendengar sebagian sahabat mengeraskan bacaannya, kemudian beliau membuka tirainya dan bersabda “Ketahulilah, sesungguhnya setiap kalian itu sedang bermunajat kepada tuhannya. Maka janganlah kalian saling mengganggu satu sama lain, dan jangan pula saling mengeraskan dalam bacaan” atau beliau bersabda “dalam shalat”. (H.R. Sunan Abi Dawud, 2/38)
Dengan demikian kesimpulannya, waktu istijabah doa ketika sujud berlaku mutlak pada semua sujud dalam shalat. Disunahkan berdoa pada waktu tersebut dengan bahasa apapun selama difahami dan sesuai kebutuhan, termasuk di dalamnya menggunakan (meminjam) redaksi ayat al-Quran, tentunya dibarengi dengan sikap kerendahan hati dan kekhusyuan, tanpa mengganggu yang lain. []
SUMBER: PERSIS