LELAKI itu beringsut menuju tempat tidur. Malam sudah larut. Ia mencoba mendekap istrinya. Tapi tangannya ditepiskan. Si lelaki yang sudah agak berumur itu membalikkan badan membelakangi istrinya sambil menarik nafas berat. Ia ingin terlelap.
Di sampingnya, si istri meneteskan airmatanya. Sang istri masih mengingat, dokter mengatakan bahwa ia punya penyakit gawat yang biasa diidap wanita kebanyakan. Ia tak ingin memberitahukan suaminya, padahal sudah dua bulan berjalan.
Dua kilometer dari kamar suami istri itu, sang dokter yang memeriksa perempuan itu baru saja menutup tempat praktiknya. Ia melaju mobilnya menuju sebuah kafe yang masih buka. Di sana ia duduk memesan bergelas-gelas minuman.
BACA JUGA:Â 75 Ribu
Si dokter ingin berhenti minum, tapi ia tak pernah bisa. Ia kecanduan minuman keras itu. Ia kembali memesan minuman pada bartender yang tersenyum kepadanya.
Malam itu si bartender bekerja sendirian. Karyawannya laki-laki entah dimana, untuk kesekian kalinya tidak masuk dengan tanpa memberi kabar. Mungkin besok, ia akan memecat karyawannya itu.
Sementara tiga kilo meter dari kafe itu, si karyawan sedang menyetrika seragam sekolah anaknya. Sepanjang hari ini hujan mengguyur kota dan seragam itu hanya satu-satunya yang dipunyai anaknya lelaki. Jika tidak disetrika malam ini, besok masih basah dan tidak akan bisa dipakai. Ia tidak ingin anaknya berhenti sekolah.
Karena dengan bersekolah, anaknya ia harapkan mendapat kehidupan yang lebih baik.
Di ruangan tengah rumah itu, anak lelaki karyawan kafe itu menggeram diam-diam. Ia benci pada dirinya sendiri dan teringat bagaimana ia dirisak teman sekelasnya terus-menerus karena badannya kecil dan tidak pintar.
Rasanya besok, ia ingin menghajar anak gempal itu sekali saja.
Si anak gempal, malam itu, sebaliknya tengah main game online. Ia tak peduli dengan pukul 24.00. Rumahnya yang besar masih sunyi dan terus sunyi. Beberapa saat kemudian, ia mendengar pintu depan dibuka dari depan. Itu ibunya. Ia keluar sejenak dari kamar, memandangi ibunya, kemudian masuk kamar lagi.
Sang ibu menatapnya pula sekilas. Ia menyusut bibirnya. Dan menyimpan mantel di meja tamu. Anaknya pasti menduga bahwa ia sudah bertemu dengan lelaki setengah baya itu lagi. Wanita itu duduk dan minum air putih hangat.
BACA JUGA:Â Orang-orang Hilang
Lelaki setengah baya yang ia temui itu, teman masa SMA-nya dulu, sudah beberapa kali ia temui, dan mengatakan hal yang sama bahwa istrinya tidak mau lagi ia sentuh lagi tanpa alasan yang jelas.
Beberapa kilometer dari rumah itu, si lelaki setengah baya yang baru ditemui si wanita, tengah berbaring membelakangi istrinya yang tengah terisak diam-diam. []