ISLAM mengatur semua sendi kehidupan. Termasuk, soal hingga buang air kecil. Rasulullah SAW pun sudah mencontohkan tata cara buang air kecil yang benar. Meski terkesan sepele, buang air kecil atau kencing rupanya harus menjadi perhatian agar jangan sampai kotoran atau najis dari air kencing tersebut membuat ibadah shalat tidak sah.
Lantas, bagaimana aturan buang air kecil bagi laki-laki? Apakah diharuskan kencing jongkok atau juga diperbolehkan sembari berdiri?
Mengenai kencing sambil berdiri, hukumnya adalah boleh. Namun dengan memperhatikan dua syarat yakni aman dari terkena percikan najis, dan aurat tertutup dari pandangan.
BACA JUGA: Najiskah Kotoran dan Air Kencing Hewan?
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah menerangkan,
لا حرج في البول قائما ،لاسيما عند الحاجة إليه ، إذا كان المكان مستورا لا يرى فيه أحد عورة البائل ، ولا يناله شيء من رشاش البول ، لما ثبت عن حذيفة رضي الله عنه : ( أن النبي صلى الله عليه وسلم أتى سباطة قوم فبال قائما ) متفق على صحته ، ولكن الأفضل البول عن جلوس ؛ لأن هذا هو الغالب من فعل النبي صلى الله عليه وسلم ، وأستر للعورة ، وأبعد عن الإصابة بشيء من رشاش البول .
“Tidak mengapa kencing dengan posisi berdiri. Terlebih ketika dibutuhkan. Dengan catatan, tempat untuk buang hajar tersebut benar-benar tertutup. Sehingga tak seorangpun yang melihat aurat orang yang kencing tersebut. Selanjutnya, tidak menyebabkan terkena percikan air kencing.
Dalilnya adalah riwayat dari Hudzaifah radhiyallahu’anh, beliau mengatakan, “Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam memasuki tempat pembuangan sampa suatu kaum. Lalu beliau kencing dengan berdiri.”
Para ulama sepakat akan kesahihan hadis ini. Akantetapi yang lebih afdhal, kencing itu dilakukan dengan cara duduk. Karena demikianlah yang sering dilakukan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Dan ini lebih menutupi aurat , dan lebih aman dari terkena percikan ari kencing.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 6/352).
Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin menjelaskan,
والبول قائمًا جائز، ولا سيَّما إذا كان لحاجة، ولكن بشرطين: الأوَّل: أن يأمن التلويث. الثاني: أن يأمن الناظر
“Kencing sambil berdiri hukumnya boleh. Terlebih bila ada kebutuhan. Akan tetapi dengan dua syarat; pertama aman dari terkena najis, kedua aman dari pandangan orang lain.” (Syarah al Mumti’ 1/115-116).
Bila dikhawatirkan air seni akan terpercik pada pakaian atau badan, maka tidak boleh. Karena di antara sebab adzab kubur, adalah tidak menjaga dari percikan air kencing disebabkan karena kecerobohan sewaktu hidup.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيْرٍ، بَلَى إنَّهُ كَبِيْرٌ: أمَّا أَحَدُهُمَا، فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ، وَأمَّا الآخَرُ فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ
“Sesungguhnya dua mayit ini sedang disiksa, dan tidaklah mereka disiksa karena perkara yang susah ditinggalkan. Namun sesungguhnya itu adalah perkara besar! Untuk yang pertama, dia suka melakukan adu domba, sedang yang kedua, ia tidak menjaga diri dari air kencingnya.” (Muttafaqun ‘alaih, dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma).
BACA JUGA: Dikencingi Setan? Apa Maksudnya?
Mengutip Republika, pendapat hal ini juga datang dari Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Ma’arif Natar Lampung, KH. Ahmad Ghazali Assegaf. Beliau mengatakan bahwa kencing sambil berdiri bagi seorang laki-laki diperbolehkan jika ia tidak khawatir tidak terkena kotoran dari percikan air kencing bersangkutan dan jika ia tidak khawatir atau merasa aman dari penglihatan orang lain.
Akan tetapi, menurutnya, lebih afdhol (utama) jika kencing dilakukan sambil jongkok atau duduk. Sebagaimana dijelaskan oleh Aisyah ra dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, bahwa Aisyah mengatakan, “Jika ada orang yang mengatakan bahwa Nabi saw buang air kecil sambil berdiri, maka jangan engkau percaya, karena Nabi saw tidak pernah kencing kecuali sambil duduk.”
“Di sini mayoritas ulama mengatakan hukumnya makruh kencing sambil berdiri. Jika bisa duduk atau jongkok, maka lebih baik kencing sembari duduk atau jongkok,” kata Ustaz Ahmad. []