MANUSIA tentu memiliki kebutuhan mendasar untuk hidup, beribadah dan berkarya. Karena tujuan keberadaan manusia di dunia tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah SWT, maka hidup manusia harus dijaga dan ditegakkan — tidak lain agar dipergunakan untuk beribadah.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Cara untuk menjaga hidup agar dapat beribadah kepada Allah adalah dengan menjadi berdaya. Untuk sampai ke situ manusia harus bekerja — dan tentu saja menjaga kesehatannya. Dengan bekerja mencari rezeki, seseorang akan dapat beribadah kepada Tuhannya; sementara perbuatan bekerja itu juga merupakan bentuk ibadah manakala diniati dengan benar, termasuk dimulai dengan membaca Asma Allah. Sehingga kita menemukan hubungan yang saling-berbalasan antara bekerja dan beribadah sebagai berikut:
BACA JUGA: 4 Prinsip Bekerja Dalam Islam
Bekerja mencari nafkah untuk membuat diri seseorang berdaya, merupakan perbuatan wajib karena dari situ memungkinkan kita memenuhi kewajiban yang lain. Sementara itu berbuat sesuatu untuk mencari ridha Allah —misalnya membantu orang lain— meskipun itu bukan untuk mencari nafkah, adalah perbuatan mulia yang dijanjikan pahala-kemuliaan untuknya.
Ayat berikut menegaskan lagi pokok bahasan di atas.
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari apa yang telah Allah karuniakan kepadanya. Allah tidaklah memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang telah Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaq : 7)
Juga firman Allah SWT,
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik.” (QS.Al Baqarah :233)
Nabi SAW juga pernah mengatakan kepada Sa’ad bin Abi Waqqas: “Sesungguhnya bila kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan, (itu) lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam kekurangan dan menjadi beban orang lain.” (HR Bukhari dan Tirmidzi).
Perkataan itu diucapkan Nabi setelah Sa’ad bermaksud menyedekahkan semua hartanya; yang kemudian disarankan beliau agar menyedekahkan sepertiga saja, karena proporsi demikian itu sudah banyak, sementara keluarganya juga harus dicukupinya.
Nabi dalam haditsnya menganjurkan kita kaum muslimin untuk berusaha dan mencari nafkah apa saja bentuknya, asalkan itu halal, baik, tidak ada syubhat, dan tidak dengan meminta-minta. Kita disunnahkan untuk ta’affuf (memelihara diri dari minta-minta), sebagaimana yang Allah SWT sebutkan dalam firman-Nya.
لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الأرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi. Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah ayat 273)
Itu dikuatkan dengan pelbagai kejadian sepanjang hidup Nabiyullah, yang siap kita jadikan teladan saat ini. Diriwayatkan dari Zubair bin Awwam dan Abu Hurairah yang mengatakan bahwa:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَحْتَطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَأْتِيَ رَجُلًا فَيَسْأَلَهُ أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ
Nabi SAW bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh seorang dari kalian yang mengambil talinya lalu dia mencari kayu bakar dan dibawa dengan punggungnya lebih baik baginya daripada dia mendatangi seseorang lalu meminta kepadanya, baik orang itu memberi atau menolak.” (HR Bukhari)
BACA JUGA: 5 Kalimat yang Sebaiknya Tidak Diucapkan saat Kamu Bekerja
Ucapan Nabi di atas disampaikan kepada para sahabat yang ganti menyampaikannya kepada orang lain. Khazanah hadits setidaknya merekam 11 jalur berbeda yang saling menguatkan yang dicatat para imam hadits dan akhirnya sampai kepada kita, yakni: Ahmad (mencatat tiga jalur), Bukhari (empat, termasuk yang di atas), Malik (satu), Nasai (dua) dan Tirmidzi (satu).
Bahkan orang tetap saja bisa bekerja dalam kondisi apapun. Namun jika itu sudah tidak mungkin dia lakukan tetap saja dia bisa berkarya dengan caranya sendiri.
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ فَقَالُوا يَا نَبِيَّ اللَّهِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ يَعْمَلُ بِيَدِهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ يُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ فَلْيَعْمَلْ بِالْمَعْرُوفِ وَلْيُمْسِكْ عَنْ الشَّرِّ فَإِنَّهَا لَهُ صَدَقَةٌ
Nabi SAW bersabda, “Wajib bagi setiap muslim bershadaqah.” Para sahabat bertanya: “Wahai Nabi Allah, bagaimana kalau ada yang tidak sanggup?” Beliau menjawab: “Dia bekerja dengan tangannya sehingga bermanfaat bagi dirinya lalu dia bershadaqah” Mereka bertanya lagi: “Bagaimana kalau tidak sanggup juga?” Beliau menjawab: “Dia membantu orang yang sangat memerlukan bantuan” Mereka bertanya lagi: “Bagaimana kalau tidak sanggup juga?” Beliau menjawab: “Hendaklah dia berbuat kebaikan (ma’ruf) dan menahan diri dari keburukan karena yang demikian itu berarti shodaqah baginya.” (HR Bukhari). []
SUMBER: TUNTUNAN ISLAM