SESEORANG yang berjuang keras dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selama di dunia, tentu akan menghasilkan harta yang melimpah ruah.
Harta ini, akan memberikan keberkahan jika kita gunakan sebagai sarana ibadah untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. Untuk itu, harta berlebih yang kita miliki alangkah baiknya jika dimanfaatkan untuk kebaikan umat.
BACA JUGA: Pemanfaatan Aset Wakaf Produktif
Jika kita menginginkan pahala terus mengalir walau kita sudah berada di liang lahat, maka harta berlebih yang kita miliki lebih baik diwakafkan.
Mengapa? Sebab, harta yang diwakafkan untuk kepentingan umat dalam menggapai ridha Allah SWT akan senantiasa membawa kebaikan bagi diri kita.
Meski begitu, dalam berwakaf kita tak bisa sembarangan. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Apa sajakah itu?
1. Pewakaf harus mampu berderma, dalam arti ia berakal sempurna dan memiliki sesuatu yang akan diwakafkan.
2. Jika penerima wakaf telah ditentukan, maka harus orang yang berhak memiliki. Jadi, tidak sah diwakafkan sesuatu kepada janin di kandungan atau kepada budak.
Jika penerima wakaf belum ditentukan, maka pihak penerima wakaf harus bisa dijadikan sebagai tempat ibadah. Jadi, tidak boleh mewakafkan sesuatu kepada gereja, atau sesuatu yang diharamkan.
3. Proses pewakafan harus dengan teks yang jelas sebagaimana layaknya wakaf.
BACA JUGA: Gemilangnya Wakaf Sejak Pertama Kali RI Merdeka
4. Sesuatu yang diwakafkan harus merupakan sesuatu yang tetap ada setelah diambil hasilnya, misalnya rumah, tanah dan lain sebagainya.
Jika sesuatu tersebut habis dalam arti hanya bisa dimanfaatkan seperti makanan, parfum dan lain sebagainya, maka tidak boleh diwakafkan dan tidak dinamakan wakaf, namun dinamakan sedekah. []
Referensi: Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim/Karya: Abu Bakr Jabir Al-Jazairi/Penerbit: Darul Falah