RASA-RASANYA ini waktu yang sudah tepat untuk memasuki jenjang pernikahan. Akan tetapi bagaimana soal biaya resepsi? Apalagi buat mahar? Bolehkah memberikan mahar dengan cara “ngutang”?
Sebagaimana dikutip dari Konsultasi Syariah, mahar pernikahan boleh dibayarkan secara tunai ataupun dibayarkan secara bertahap, (dicicil—alias ngutang).
Ibnu Qudamah mengatakan, “Mahar boleh disegerakan dan boleh ditunda. Boleh juga sebagian disegerakan, dan sebagian ditunda. Karena mahar termasuk bayaran dalam akad muawadhah (imbal-balik), sehingga boleh disegerakan atau ditunda, seperti harga,” (al-Mughni, 8/22).
Dalam keterangan lain yang disampaikan oleh Syaikhul Islam ketika menjelaskan masalah surat nikah, yang tertulis jenis maharnya,
“Dulu para sahabat tidak menulis mahar, karena mereka tidak menikah dengan mahar tertunda, namun mereka segerakan mahar. Andai mereka akhirkan, itu akan dikenal. Ketika masyarakat menikah dengan mahar tertunda, sementara waktunya panjang dan kadang lupa, maka mereka menulis mahar yang tertunda. Bukti tertulis ini menjadi dasar mahar terutang, dan bahwa wanita ini adalah istrinya,” (Majmu’ Fatawa, 32/131).
Pada akhirnya semua kembali kepada kesepakatan antara kedua mempelai.
Imam Ibnu Baz menjelaskan tentang teknis pembayaran mahar, “Permasalahan ini kembali kepada kesepakatan suami-istri atau kesepakatan suami dan wali wanita. Ketika mereka sepakat dalam hal tertentu, tidak masalah, seperti menyegerahkan mahar atau menundanya. Semua itu longgar, walhamdulillah… berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kaum muslimin harus mengikuti kesepakatan mereka,” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 21/89). Wallahu a’lam. []