DEMIKIANLAH, sementara berapa banyak gurauan, teriakan dan tertawa tanpa adab dan sopan santun (yang mereka lakukan), sampai jika nyanyian telah diperdengarkan kepada mereka. Tiba-tiba suara menjadi hening karena memuliakannya, leher-leher mendongak untuk mendengarkan wahyu syaikh tersebut yang berupa nyanyian dan lagu, kepala-kepala menjadi bergoyang, karena cinta dan rindu mendapatkan keterikatan.
Di sana ada rindu dendam, juga keadaan yang tidak bisa disebut keadaan. Demi Allah, seandainya mereka sadar, niscaya mereka akan melihat betapa nista apa yang mereka perbuat. Tetapi, mabuk karena nyanyian lebih berat daripada mabuk karena khamar, dan ini sungguh tidak syak lagi. Dan, jika suatu kali keduanya berkumpul dalam satu jiwa, maka jiwa itu akan merugi serugi-ruginya.
Wahai umat yang mempermainkan agama nabinya, sebagaimana permainan anak-anak di lumpur, kalian bergembira atas bencana yang menimpa Ahlul Kitab dengan agama kalian. Sungguh mereka tidak akan rela dengan perbuatanmu itu, berapa banyak kami dihina mereka karena kelompok kalian, baik secara tersembunyi maupun terang-terangan dalam setiap perdebatan?
BACA JUGA: Mendengarkan Musik di Dunia, Tidak Mendengarkannya di Surga?
Kepada kami mereka berkata, ‘Agama? ‘Padahal ibadah para pemeluk-nya adalah nyanyian ini, sungguh ini adalah agama yang mustahil. Sungguh syariat tidak datang untuk membolehkannya, karena itu tanyakanlah syariat-syariat, niscaya kamu iak lagi perlu bertanya.
Jika kalian katakan, nyanyian itu adalah kefasikan, kemaksiatan dan perdayaan syetan kepada orang-orang hina, agar menghalang-halangi manusia dari wahyu dan agama Ilahi, dan agar terkena perangkap syetan yang memperdaya, niscaya kami bersaksi bahwa ia adalah agama yang datang membawa kebenaran, agama para rasul yang tidak sesat.
Demikianlah, dan penisbatan semua itu kepada agama rasul adalah sesuatu yang luar biasa. Sungguh tidak mungkin Rasulullah memutuskan hukum dengan hawa nafsu dan kebodohan, itu adalah hukum yang sesat.
Demi Allah, jika semua itu dihadapkan kepadanya, niscaya beliau akan menolak dan membatalkannya, kecuali yang sesuai dengan hukumnya, maka itulah yang akan beliau terima.
Segenap hukumnya adalah adil dan benar semuanya, dalam rahmat, maslahat dan halal, segenap makhluk dari segenap penjuru mengakui dengan akalnya bahwa hukumnya adalah baik dan sempurna.
Hukum-hukumnya engkau dapati selalu berkesesuaian dengan akal dan menghilangkan setiap ikatan, sampai berkata orang yang mendengarkan hukumnya, tidaklah setelah kebenaran ini melainkan kesesatan. Adalah untuk Allah, segenap hukum rasul dan keadilannya di antara para hamba, demikian pula dengan cahaya yang gemerlap.
Hukum-hukum itulah rahmat teragung di bumi ini, sehingga manusia berada dalam kebahagiaan serta menerimanya, hukum-hukumnya berada dalam kebenaran, dan keadaan mereka berada dalam sebaik-baik keadaan, penuh keamanan, kemuliaan, petunjuk, kasih sayang, keterikatan, kecintaan dan keagungan, lalu kondisinya berubah, sampai kemudian terbalik amal perbuatan menjadi terpolusi.
Seandainya mereka menegakkan agama Allah, niscaya engkau lihat mereka dalam sebaik-baik keadaan, sebaliknya, jika mereka memutuskan hukum secara zalim, maka mereka akan menjerat orang yang mengingkarinya dengan bencana.
BACA JUGA: Aisyah, Musik, dan Hijrah Casing
Mereka berkata, ‘Apakah engkau mengingkari syariat Muhammad, jangan demikian, karena ia adalah syariat yang mulia dan tinggi, wahai orang yang mengingkari kebaikan, yang meminta kepada Tuhannya agar menang daripadanya dengan berbagai angan-angan, lihatlah kepada petunjuk para sahabat dan orang yang hidup dizaman terdahulu, titilah jalan mereka ke mana mereka mengarah, carilah jalan kanan karena yang kiri bukanlah jalan (kebenaran).’
Demi Allah, mereka tidak memilih jalan untuk diri mereka selain jalan-jalan petunjuk dalam ucapan dan perbuatan, mereka meniti jalan dan petunjuk rasul, dan itulah yang mereka ikuti dalam segala keadaan.
Sebaik-baik teman adalah orang yang mencari petunjuk, dalam Mahsyar kelak, ia akan berakhir dengan sebaik-baik kesudahan, mereka adalah orang yang taat dan tunduk kepada Tuhan mereka, dan berbicara dengan perkataan yang paling jujur, yang meninggalkan setiap perbuatan buruk, dan mengamalkan sebaik-baik amalan.
Hawa nafsu mereka mengikuti agama Nabi mereka, sedang selain mereka memiliki keadaan yang sebaliknya, agama mereka tidak bercampur dengan kekurangan, ucapan mereka tidak ada yang berupa bualan bodoh dan berlebih-lebihan, mereka mengerjakan apa yang mereka ketahui, dan tidak memaksa diri, karena itu mereka tidak mencampur antara petunjuk dengan kesesatan.
Adapun selain mereka berlawanan dalam dua perkara’ mereka meninggalkan petunjuk dan mengajak kepada kesesatan, mereka adalah petunjuk bagi orang yang kebingungan, siapa yang berjalan sesuai petunjuk mereka tidak akan takut tersesat.
Mereka adalah bintang-gemintang penunjuk jalan dan pemberi cahaya, berada di tempat yang tinggi dan memiliki hasil yang banyak. Mereka berjalan di tengah manusia dengan menunduk, ucapan mereka adalah kebenaran, tidak dengan kebodohan orang-orang yang bodoh, penuh kasih sayang, ilmu, ketakwaan, rendah hati dan nasihat dengan tingkat keutamaan yang tinggi.
Mereka menghidupkan malam mereka dengan mentaati Tuhan, dengan tilawah (Al-Quran), merendahkan diri (kepada-Nya) dan berdoa. Kedua pasang mata mereka mengalirkan air mata, seperti derasnya hujan yang mengguyur.
Pada malam hari mereka adalah rahib-rahib, tetapi (siang hari) saat berjihad melawan musuh, mereka adalah orang yang paling pemberani, pada wajah-wajah mereka terdapat bekas sujud kepada Tuhan mereka, dan karenanya, semburan cahaya dirinya gemerlap menerangi.”
BACA JUGA: Musik Klasik Bisa Tingkatkan Kecerdasan Bayi, Benarkah?
Nah itu tadi, penjelasan mengapa nyanyian yang dilantunkan oleh wanita ataupun anak yang tampan. Ternyata hal tersebut diharamkan dalam islam.
Wahai saudaraku, sekarang kita sudah tahu bahwa nyanyian itu haram. Lantas apa yang semsetinya kita lakukan? Ya, tentu menjauhinya. Bahkan meninggalkannya sudah menjadi kepastian.
Jika belum mampu meninggalkannya maka kurangilah, bukan berarti diperbolehkan, loh. Jika belum mampu tinggalkan maka jauhilah secara perlahan, bukan berarti disyariatkan, tahu.
Perlahan namun pasti, itu lebih baik daripada tidak sama sekali, wahai saudaraku. Marilah kita sama-sama mempernaiki diri untuk menjadi leih baik, sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, meski secara perlahan. []
Referensi: E-book Manajenen Qalbu/Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah/Darul Falah/2005