ISLAM memberikan perhatian penting terhadap ilmu. Bagaimana tidak? Wahyu yang pertama kali Allah turunkan pada Nabi Muhammad SAW adalah tentang perintah untuk membaca.
Membaca erat kaitannya dengan ilmu yang manusia dapatkan. Dengan membaca, kita bisa mengetahui segala hal. Dengan membaca pula, seseorang bisa mendapatkan ilmu.
Telah Allah SWT penuhi janji-janji kepada orang yang berilmu. Barangsiapa yang ingin mendapatkan dunia, maka haruslah dengan ilmu. Dan barangsiapa menginginkan akhirat, maka haruslah dengan ilmu pula. Benarlah janji Allah tersebut.
BACA JUGA: Harus Diingat, Inilah 6 Adab Menuntut Ilmu
Kini, bisa kita lihat bahwa orang-orang yang sukses dalam hidupnya berawal dari ilmunya. Tak hanya kesuksesan ketika di dunia, namun setelah kita meninggal pun kita bisa mendapatkan pahala ilmu yang bermanfaat. Dengan cara apa? Yaitu dengan mengamalkan dan menyampaikannya kepada orang lain.
Allah berfirman,
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)
Tentunya kita pasti masih ingat, di antara amal baik yang pengaruhnya tetap lestari sampai orangnya meninggal adalah sedekah jariyah dan ilmu yang bermanfaat. Sebagaimana dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Apabila manusia mati, semua amalnya terputus kecuali 3 amal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang mendoakan orang tuanya. (HR. Nasai 3666, Turmudzi 1432 dan dishahihkan al-Albani).
Apa yang dimaksud ilmu bermanfaat itu?
Pertanyaan ini pernah disampaikan kepada Imam Ibnu Utsaimin.
BACA JUGA: Mengapa Ilmu Lebih Baik daripada Harta?
Jawaban beliau,
Secara teks hadis, ilmu di sini sifatnya umum, semua ilmu yang bermanfaat, bisa mendatangkan pahala. Hanya saja, yang paling bermanfaat adalah ilmu syariah.
Andai ada orang yang wafat, dan dulu dia pernah mengajarkan tentang ketrampilan yang mubah, dan itu bermanfaat bagi orang yang diajari, maka dia mendapatkan pahala dan juga diberi pahala untuk memberikan ilmu semacam ini. (Liqaat Bab al-Maftuh, 117/16).
Mengingat ilmu yang kita ajarkan bisa menjadi sumber pahala setelah kematian, maka kualitas pahala yang diberikan, tergantung dari kekuatan ikhlas yang kita miliki. []