AMMAR tidak pernah absen menerjuni perjuangan dan jihad bersama Rasulullah SAW, begitu juga perjuangan dengan beberapa khalifah sesudah beliau wafat. Dalam perang Yamamah, pertempuran melawan pasukan nabi palsu, Musailamah al Kadzdzab, ketika kaummuslimin porak-poranda dan ada yang melarikan diri.
Ammar berdiri di atas sebuah batu dan berseru keras, “Wahai kaum muslimin, apakah kalian ingin lari dari jannah? Aku adalah Ammar bin Yasir, apakah kalian melarikan diri dari jannah? Marilah bersamaku…”
Saat itu kondisi Ammar sendiri juga terluka, bahkan telinganya hampir putus dan tergantung terkena sabetan pedang musuh. Mendengar seruan Ammar tersebut, mereka berkumpul kembali untuk menyusun kekuatan dan bersama Ammar mereka kembali menahan gempuran pasukan musuh.
BACA JUGA: Ibnu Abbas Menanyakan Satu Masalah kepada 30 Sahabat
Pada masa khalifah Umar, Ammar diangkat sebagai amir (wali negeri) di Kufah dan wazirnya adalah Abdullah bin Mas’ud. Jabatan tersebut tidaklah menambah kecuali zuhud, kesalehan dan juga kerendahan hatinya.
Ia tak segan membeli sayur di pasar kemudian memanggulnya sendiri. Dan sebagaimana yang dilakukan Salman al Farisi, setelah menerima gaji (tunjangan)-nya sebagai amir, ia membagi-bagikan semuanya kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan.
Untuk menunjang kebutuhan hidupnya, ia menjalin (membuat) bakul dan keranjang dari daun kurma dan menjualnya ke pasar.
Sepeninggal khalifah Umar bin Khaththab, yang mana Nabi SAW pernah menyebut Umar sebagai “kunci (gembok) Fitnah”, mulai terjadi fitnah dan perselisihan di antara umat Islam. Dalam keadaan seperti ini, para sahabat selalu mengamati Ammar bin Yasir.
Hal ini berawal dari sebuah peristiwa di masa awal hijrah ke Madinah, ketika sedang membangun Masjid Nabawi. Saat itu, sisi dinding di mana Ammar dan beberapa sahabat lainnya sedang bekerja tiba-tiba runtuh dan menimpa Ammar. Pada saat yang sama, Nabi SAW sedang mengamati Ammar, kemudian beliau bersabda, “Aduhai ibnu Sumayyah, ia dibunuh oleh golongan pendurhaka…”
Para sahabat yang mendengar sabda beliau itu menyangka beliau sedang meratapi kematian Ammar karena tertimbun dinding yang runtuh. Karena itu mereka menjadi ribut dan panik atas musibah yang dialami Ammar.
Nabi SAW yang tanggap reaksi para sahabat tersebut, sekali lagi bersabda untuk menenangkan mereka, “Tidak apa-apa, Ammar tidak apa-apa. Hanya saja, nantinya ia akan dibunuh oleh golongan pendurhaka!”
Jelas dan lugas, Nabi SAW tidak menyebut, “Ammar dibunuh kaum kafirin, musyrikin atau musuh Allah.” Tetapi beliau menyebutnya,
“Kaum/golongan pendurhaka (fi-atul baaghiyah),” masih kaum muslimin, tetapi mereka yang durhaka dan menyalahi ajaran Islam. Seperti halnya anak yang durhaka kepada orangtuanya, ia tidak menjadi kafir, tetapi berdosa besar dan terancam laknat Allah, kecuali jika Allah mengampuninya.
BACA JUGA: Bacaan Surat Al Fatihah Diamalkan Sahabat Nabi dalam Pengobatan
Fitnah makin memuncak ketika khalifah Utsman terbunuh. Para sahabat utama Nabi SAW yang masih hidup dan mayoritas umat Islam lainnya memba’iat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah pengganti Utsman bin Affan.
Tetapi Muawiyah dan masyarakat Syam pada umumnya menolak untuk memba’iat Ali, bahkan ia yang sebelumnya hanya gubernur yang membawahi wilayah Syam, mengangkat dirinya sendiri sebagai khalifah menggantikan khalifah Utsman, yang memang masih kerabat dekatnya.
Dengan dalih menuntut balas kematian Utsman bin Affan, Muawiyah menggalang dukungan untuk mengukuhkan jabatannya tersebut. Dalam situasi konflik seperti ini, beberapa sahabat sempat mendukung Muawiyah, sebagian besar lainnya mendukung Ali bin Abi Thalib, dan ada juga sekelompok kecil sahabat yang abstain, tidak memihak keduanya, dan tidak ingin terjatuh pada perselisihan tersebut.
Ketika berbagai upaya damai yang dilakukan Ali bin Thalib gagal, tidak terelakkan lagi terjadinya bentrok senjata, yang terkenal dengan nama perang Shiffin. Dan Ammar bin Yasir, dengan segala ijtihad dan pengenalannya akan kebenaran, memilih untuk berdiri di pihak Ali bin Abi Thalib.
Dengan pilihannya tersebut, para sahabat yang mendukung Ali bin Abi Thalib merasa tenang tentram, karena mereka meyakini sabda Nabi SAW, bahwa bersama Ammar bin Yasir, mereka berada pada pilihan yang benar. Sementara sahabat yang berdiri di fihak Muawiyah merasa was-was dan penuh keraguan.
Setelah berperang beberapa lama dalam perang Shiffin, ia menemui Ali bin Abi Thalib dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, pada hari ini, dan itukah?”
Yang dimaksud oleh Ammar adalah tentang sabda Nabi SAW, “Aduhai Ibnu Sumayyah, ia akan dibunuh oleh golongan pendurhaka”.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Ali dengan bijak berkata, “Tinggalkanlah urusan tersebut.”
Tetapi Ammar mengulang pernyataannya, dan Ali memberi jawaban yang sama pula sampai tiga kali. Kemudian Ali memberi minuman susu kepada Ammar, susu kental yang dicampur sedikit air. Setelah minum susu tersebut ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda kepadaku bahwa seperti inilah minuman terakhir yang aku minum di dunia.”
BACA JUGA: Ibnu Shayyad, Sahabat yang Dikira Dajjal
Ali jadi terkejut, ia tidak tahu menahu sabda Nabi SAW tentang minuman terakhir Ammar, dan tidak juga menjadi “Rahasia Umum” seperti tentang siapa pembunuh Ammar. Mungkin itu menjadi rahasia pribadi Ammar dan Rasulullah SAW semata. Dan jalannya takdir Allah memang tidak bisa dihalangi lagi jika telah tiba waktunya.
Setelah itu Ammar terjun kembali dalam pertempuran. Di tengah pertempuran tersebut, Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf sempat mendengar seruan Ammar, “Sesungguhnya aku telah bertemu dengan Al Jabbar (yakni, Allah SWT), dan aku telah dinikahkan dengan bidadari.
Pada hari ini aku akan bertemu dengan kekasihku, Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Beliau telah berjanji kepadaku, bahwa akhir bekalku di dunia ini adalah susu kental yang dicampur dengan sedikit air.”
Memang, setelah itu Ammar tidak minum atau makan apapun lagi dan ia terjun ke medan pertempuran. Saat itu Ammar berjuang bersebelahan dengan Hasyim bin Utbah yang membawa bendera, dan akhirnya mereka menemui syahidnya bersama. []
Referensi: 101 Sahabat Nabi/Hepi Andi Bustomi/Pustaka Al-Kautsar