Oleh: Ayu Ratih
TATKALA ku datangi sebuah cermin, tampak sosok yang sudah lama ku kenali. Namun aneh, sesungguhnya aku belum mengenal siapa yang ku lihat. Tatkala ku tatap wajah, hatiku bertanya-tanya. Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya, bersinar indah di syurga sana? Ataukah wajah ini yang akan hangus legam di neraka Jahanam?
Tatkala ku tatap mataku, galau hatiku bertanya. Mata inikah yang akan menatap penuh kelezatan dan kerinduan menatap Allah, menatap Rasulullah, menatap kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak, melotot, terbuai menatap neraka jahanam?
BACA JUGA: Catatan di Depan Cermin
Wahai mata, apa gerangan yang kau tatap selama ini?
Tatkala ku tatap mulut, apakah mulut ini yang akan mendesah penuh kerinduan mengucap LAAILAHA ILLALLAH saat malaikat maut datang menjemput? Ataukah menganga dengan lidah terjulur dengan lengking jeritan pilu, yang akan menggugah sendi-sendi setiap pendengar? Ataukah menjadi mulut pemakan buah zaqqum Jahanam, yang getir menghunus penghancur usus?
Apa yang engkau ucapkan wahai mulut yang malang?
Berapa banyak hari yang remuk dengan pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Berapa banyak kata-kata yang manis semanis madu yang engkau ucapkan untuk menipu?
Betapa jarang engkau jujur, betapa langkanya engkau menyebut nama Tuhanmu dengan tulus, betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar Tuhanmu mengampuni segala dosa yang telah kau perbuat.
Tatkala kutatap tubuhku, apakah tubuh ini yang kelak kan penuh cahaya, bersinar, bersukacita, bercengkerama di surga sana?
Ataukah tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih di dalam lahar membara Jahanam, terpasung tanpa ampun, derita yang takkan pernah berakhir.
Wahai tubuh, berapa banyak maksiat yang engkau lakukan? Berapa banyak orang yang engkau dzalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hambamu hamba-hamba Allah yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu?
Wahai tubuh, seperti apakah isi gerangan hatimu?
BACA JUGA: Corona, Cermin Diri
Apakah isi hatimu sebagus kata-katamu, atau sebagus daki yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu seindah penampilanmu atau sebusuk kotoranmu?
Betapa berbeda, apa yang nampak dalam cermin dengan apa yang tersembunyi. Betapa aku telah tertipu. Aku tertipu oleh topeng.
Betapa yang kulihat selama ini hanyalah topeng. Betapa pujian yang terhambur hanyalah memuji topeng. Betapa yang indah ternyata hanyalah memuji topeng.
Sedangkan aku, hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus. Aku tertipu. Aku malu. Aku tertipu ya Allah. []