KALAU kita berbuat salah, kita begitu rindu orang lain bersifat bijak kepada kita dengan memberi maaf. Kala kita tak sengaja memecahkan piring atau melakukan kesalahan sehingga TV rusak atau kita naik motor agak lalai sehingga menabrak atau masuk got.
Maka apa yang kita inginkan? Yang kita inginkan dari orang lain adalah dia dapat bijaksana kepada kita. “Innaalillaahi wa innaailaihi raaji’uun” “Lain kali lebih hati-hati, jadikan ini pelajaran yang baik, bertaubatlah.”
Demikian kata-kata bijak yang kita harapkan, sebab sangat pasti akan selalu ada kesempatan kita untuk berbuat kesalahan.
Di kala itu, jika orang menyikapi dengan baik, kita diberi semangat untuk bertaubat, semangat untuk mempertanggungjawabkan, kita tidak dicela, kita tidak dipermalukan, maka yang terjadi adalah semangat kita untuk mempertanggungjawabkannya menjadi lebih besar.
Bandingkan dengan kalau kita melakukan suatu kesalahan, lalu orang lain marah kepada kita, “Diam di sini, ini perhatikan! Dasar anak dungu, tidak hati-hati, begitu sering membuat kesalahan, kemarin ini, sekarang itu.
BACA JUGA: Jaga Lisan, karena Banyak Bicara Bisa Jebloskan Seseorang ke Neraka
Ini adalah kelakuan yang sangat menyebalkan, dia pengacau di tempat kita, dia adalah orang yang paling merugikan.”
Bayangkan perasaan kita, yang terjadi adalah merasa dipermalukan, merasa dicabik-cabik, merasa dihantam, merasa diremukkan, harga diri kita benar-benar diinjak-injak. Saya kira kata-kata itu tidak akan masuk ke dalam kalbu, kecuali dendam yang akan merasuk.
Diriwayatkan bahwa suatu waktu, seorang Arab Badwi bertemu Rasulullah SAW, dan Rasulullah berkata, “Engkau harus bertakwa kepada Allah. Jika seseorang membuat malu padamu, dengan sesuatu yang diketahuinya padamu, maka janganlah memberi malu dia dengan sesuatu yang engkau ketahui padanya. Niscaya akan celaka padanya dan pahalanya padamu. Dan janganlah engkau memaki sesuatu!” (HR. Bukhari-Muslim).
4. Berkatalah yang Bermanfaat
Dikisahkan bahwa suatu waktu Nabi Isa AS melihat bangkai seekor anjing, ketika sahabat-sahabatnya berpaling karena jijik, maka Nabi Isa justru melihat susunan gigi putihnya yang tertata indah.
“Anjing itu giginya rapi sekali ya!” Teman-temannya keheranan. “Yaa, Rabbii (Guru), kenapa Paduka berkata begitu, bangkai anjing itu kan sangat menjijikkan. Bahkan Paduka sendiri kalau dihina, dicaci, diremehkan dengan kata-kata jelek, kata-kata Tuan selalu baik?”
Nabi Isa Menjawab, “Karena setiap orang memang akan mengeluarkan apa yang dimilikinya. Kalau pikiran dan perasaannya jelek, maka yang keluar adalah yang jelek-jelek juga.”
Demikian jawabnya. Makin banyak kepeleset lidah, makin banyak masalah dan dosanya, makin banyak dosa, nerakalah tempatnya.
BACA JUGA: Pahala Habis karena Lisan yang Buruk di Sosial Media
Maka, “Fal yakul khairan au liyasmut,” “Berkatalah yang benar atau diam.” Demikian Sabda Nabi. Jangan sekali-kali mencela makanan yang sudah tersaji di depan mata. “Huuh, ini mah terlalu asin!”
Kalau nggak suka kasikan kepada makhluk lain yang lebih membutuhkan. Ada makanan terlalu dingin, yaa hangatkan! Jangan mengeluh, jangan mencela. Sebab sudah dikasih makan saja oleh Allah sudah untung.
Mencela atau mengutuk bukanlah akhlak seorang muslim. Rasulullah SAW bersabda, “Orang Mukmin itu bukan tipe pengutuk,” (HR. Tirmizi). Dalam Hadits lain Nabi SAW bersabda, “Janganlah kamu kutuk-mengutuk dengan kutukan Allah, dengan kemarahan-Nya, dan dengan neraka Jahannam,” (HR. Abu Dawud dan Tirmizi).
Padahal olok-olok, penghinaan, dan pencelaan akan menyulitkan kita di akhirat kelak. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya orang-orang yang memperolok-olok manusia itu, dibukakan pintu surga bagi salah seorang dari mereka.
Lalu dikatakan kepadanya, ‘Mari, marilah!’ Lalu orang yang memperolok-olokan itu datang dengan kesusahan dan kegundahannya. Ketika ia datang ke pintu surga itu, lalu pintu surga itu terkunci buat dia.
Maka terus menerus seperti yang demikian, sehingga pintu itu dibukakan bagi orang tersebut, lalu dikatakan kepadanya. ‘Mari, Marilah!’ Maka ia tidak datang lagi ke pintu itu,” (HR. Ibnu Abi Dunya).
BACA JUGA: Awas, Inilah 6 Faktor yang Membuat Lisan Gemar Menggunjing
Maka pastikan, dari mulut kita tidak keluar kata-kata penghinaan, pencelaan, olok-olok, dan yang sejenisnya. Pokoknya kalau tidak perlu-perlu amat, jangan berbicara.
Lho bicara itu tidak selalu harus pakai mulut, senyum ramah, duduk dengan penuh perhatian, santun, ini sudah bicara. Cara menunjuk, cara bersila, bagaimana kita bersikap terhadap pembicaraan orang lain. Itu semua sudah merupakan ribuan kata, bahkan jutaan kata.
Ingatlah bahwa syarat istiqomahnya hati di jalan Allah adalah istiqomahnya lisan. Sabda Nabi SAW bahwa, “Tidak akan istiqomah iman seseorang sebelum istiqamah hatinya, dan tidak akan istiqomah hatinya sebelum istiqamah lisannya,” (HR. Ahmad). []
Referensi: E-book Kumpulan Tausyiah Aa Gym