SIAPAKAH yang tak ingin hidayah mengetuk hati orang yang dicintai?
Orang tua, kerabat dekat, teman, tetangga, dan bahkan orang-orang di luar Islam. Hidayah yang melembutkan hati yang keras, menyabarkan hati tatkala ditimpa musibah, meredakan kemarahan, menjalin tali yang lama terpisah, menyatukan prinsip syariat sehingga berjalan beriringan dalam satu jalan yang haq menuju shiraathal mustaqiim.
BACA JUGA: Manfaatkan agar Hidup Tak Merugi, Ini 8 Nasihat Para Ulama tentang Waktu
Pernahkah kalian memberi nasihat seorang teman sesaat setelah mereka melakukan kesalahan di depan banyak orang? Bayangkan jika kalian menempati posisi orang yang dinasihati.
Pasti makin tidak nyaman dan sangat malu bukan? Atau mungkin malah menjadi benci dengan orang yang menasihati. Bisa saja itu semua terjadi karena timing-nya yang kurang pas.
Memang benar, saat itu juga mungkin kita sangat bersemangat dalam menyampaikan kebenaran dan sangat berharap orang tersebut mendapatkan hidayah dari Allah.
Namun memberikan nasihat perlu adab-adab. Salah satunya adalah memberikan nasihat secara rahasia. Walaupun terkadang perlu juga menyampaikan nasihat di depan umum pada kondisi tertentu, contoh guru menasihati semua murid-muridnya.
Namun umumnya seseorang hanya bisa menerimanya saat dia sendirian dan suasana hatinya baik. Itulah saat yang tepat untuk menasihati secara rahasia, tidak di depan publik.
Sebagus apapun nasihat seseorang namun jika disampaikan di tempat yang tidak tepat dan dalam suasana hati yang sedang marah maka nasihat tersebut hanya bagaikan asap yang mengepul dan seketika menghilang tanpa bekas.
Al Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata:
“Apabila para salaf hendak memberikan nasihat kepada seseorang, maka mereka menasihatinya secara rahasia. Barangsiapa yang menasihati saudaranya berduaan saja maka itulah nasihat. Dan barangsiapa yang menasihatinya di depan orang banyak maka sebenarnya dia mempermalukannya.”
Seseorang yang hendak memberikan nasihat harus berusaha untuk tidak mempermalukan orang yang hendak dinasehati. Ini adalah musibah yang sering terjadi pada kebanyakan orang, saat dia memberikan nasihat dengan nada yang kasar.
Cara seperti ini bisa berbuah buruk atau memperparah keadaan. Dan nasehatpun tak berbuah sebagaimana yang diharapkan.
Seseorang yang hendak memberikan nasehat haruslah bersikap lembut, sensitif, dan beradab di dalam menyampaikan nasehat.
Sesungguhnya menerima nasehat itu diperumpamakan seperti membuka pintu. Pintu tak akan terbuka kecuali dibuka dengan kunci yang tepat.
Seseorang yang hendak dinasehati adalah seorang pemilik hati yang sedang terkunci dari suatu perkara, jika perkara itu yang diperintahkan Allah maka dia tidak melaksanakannya atau jika perkara itu termasuk larangan Allah maka ia melanggarnya.
Oleh karena itu, harus ditemukan kunci untuk membuka hati yang tertutup. Tidak ada kunci yang lebih baik dan lebih tepat kecuali nasehat yang disampaikan dengan lemah lembut, diutarakan dengan beradab, dan dengan ucapan yang penuh dengan kasih sayang.
Saudariku… dan lihatlah tatkala nasehat dilontarkan dengan keras dan kasar maka akan banyak pintu yang tertutup karenanya. Banyak orang yang diberi nasehat justru tertutup dari pintu hidayah. Banyak kerabat dan karib yang hatinya menjauh. Banyak pahala yang terbuang begitu saja. Dan tentu banyak bantuan yang diberikan kepada setan untuk merusak persaudaraan.
BACA JUGA: Nasihat Muhammad Ali kepada Putrinya
Salah satu kewajiban seorang mukmin adalah menasehati saudaranya tatkala melakukan keburukan. Namun dia tidak berkewajiban untuk memaksanya mengikuti nasehatnya.
Sebab, itu bukanlah bagiannya. Seorang pemberi nasehat hanyalah seseorang yang menunjukkan jalan, bukan seseorang yang memerintahkan orang lain untuk mengerjakannya. Ibnu Hazm Azh Zhahiri mengatakan: “Janganlah kamu memberi nasehat dengan mensyaratkan nasehatmu harus diterima. Jika kamu melanggar batas ini, maka kamu adalah seorang yang zhalim…” (Al Akhlaq wa As Siyar, halaman 44) []
SUMBER: MUSLIMAH