PADA suatu hari raya Rasulullah SAW keluar rumah untuk menunaikan shalat Ied. Di tengah jalan, beliau melihat banyak anak kecil sedang berman dengan gembira sambil tertawa-tawa. Mereka mengenakan baju baru, sandal mereka pun tampak mengkilap. Tiba-tiba pandangan beliau tertuju pada salah seorang yang sedang duduk menyendiri dan sedang menangis tersedu-sedu. Bajunya compang-camping dan kakinya tiada bersandal.
Rasulullah SAW pun mendekatinya lalu di usap-usap anak itu mendekapya ke dada beliau seraya bertanya, “Mengapa kau menangis, Nak?”
Anak itu hanya menjawab, “Biarkanlah aku sendiri.”
Anak itu belum tahu bahwa orang yang ada di hadapannya itu adalah Rasulullah SAW yang terkenal sebagai pengasih.
“Ayahku mati dalam suatu pertempuran bersama Nabi,” lanjut anak itu. “Lalu ibuku kawin lagi. Hartaku habis di makan suami ibuku, lalu aku diusir dari rumahnya. Sekarang, aku tak mempunyai baju baru dan makanan yang enak. Aku sedih melihat kawan-kawanku bermain dengan riangnya itu.”
BACA JUGA:
Ini Hikmah Isra dan Mi’raj Rasulullah Menurut MUI
Ini Penjelasan Ilmiah Kenapa Rasulullah Larang Tiup Makanan
Baginda Rasulullah SAW lantas membimbing anak tersebut seraya menghiburnya, “Sukakah kamu bila aku menjadi bapakmu, Fatimah menjadi kakakmu, Aisyah menjadi ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan dan Husain menjadi saudaramu?”
Anak itu segera tahu dengan siapa ia berbicara. Maka langsung ia berkata, “Mengapa aku tak suka, ya Rasulullah?” kemudian, Rasulullah SAW pun membawa anak itu ke rumah beliau, dan diberinya pakaian yang paling indah, memandikannya, dan memberinya perhiasan agar ia tampak lebih gagah, lalu mengajak makan.
Sesudah itu, anak itu pun keluar bermain dengan kawan-kawannya yang lain, sambil tertawa-tawa sambil kegirangan. Melihat perubahan pada anak itu, kawan-kawannya merasa heran lalu bertanya, “Tadi kamu menangis, mengapa sekarang bergembira?”
“Tadi aku kelaparan, sekarang sudah kenyang. Tadi aku tak mempunyai pakaian, sekarang aku mempunyainya. Tadi aku tak punya bapak, sekarang bapakku Rasulullah dan ibuku Aisyah,” jawabnya.
Anak-anak lain bergumam, “Wah, andaikan bapak kita mati dalam perang.”
Hari-hari berikutnya, anak itu tetap dipelihara, oleh Rasulullah SAW hingga beliau wafat.[]
Sumber: kabarmuslimah