Oleh : Reni Adelina
adelinareni16@gmail.com
MENJADI orang tua adalah pilihan. Tidak pernah merasa beban akan tanggung jawab yang di emban. Siang malam bekerja dengan penuh ikhlas dan perjuangan. Membesarkan para buah hati dengan kebaikan dan harapan.
Hari ini banyak tergambar potret keluarga yang berantakan. Orientasi kehidupan mencampakan keimanan. Tak heran jika banyak anak yang menjadi pelawan.
Seperti kisah Malin Kundang yang kembali berulang. Dikutip dari laman Kongres Advokat Indonesia, Deden seorang anak yang berani menggugat ayahnya sebesar 3 miliar rupiah gara – gara tidak terima diminta tutup warung. Warung tersebut berdiri di atas tanah yang menjadi warisan keluarga ayahnya.
BACA JUGA:Â Uququl Walidaini, Pintu Neraka bagi Anak Durhaka
Pak Koswara sebagai ayah Deden meminta agar warung milik Deden ditutup sebab tanah tersebut akan segera di jual, karena ahli waris yang lain masih berhak atas tanah yang ditumpangi Deden. Tak terima atas tindakan ayah.
Akhirnya Deden berani menggugat ayahnya ke Pengadilan Negeri yang di dampingi Masitoh saudara kandungnya sebagai Kuasa Hukum Deden.
Masitoh juga anak kandung Pak Koswara yang ketiga. Namun takdir berkata lain, Masitoh yang ahli hukum meninggal sehari sebelum sidang kasus ayahnya. Adapun kasus ini masih menunggu waktu, semantara sang ayah begitu kecewa dengan tindakan kedua anaknya yang tak tahu berbalas budi.
Melihat kasus ini, mengingatkan kita bahwa ada kisah Malin Kundang di era digital. Perebutan harta warisan menjadi pemicu munculnya masalah besar di lingkungan keluarga. Gara-gara harta banyak anak yang menjadi durhaka. Gara-gara harta terputusnya ikatan keluarga. Tuntutan zaman juga semakin edan, dimana harta menjadi landasan utama tujuan. Sampai lupa apa sebenarnya orientasi kehidupan.
Dari kasus ini dapat kita cermati bahwa ada yang salah dari sistem kehidupan kita. Deden dan Masitoh adalah contoh orang yang berpendidikan namun lupa bagaimana beradab yang baik kepada orang tua. Pendidikan saat ini hanya berorientasi pada tujuan harta dan karir. Sehingga moral dan nilai agama banyak terabaikan. Keduanya lupa bahwa ada perintah Allah untuk berbuat baik kepada orang tua.
Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanta atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, dan janganlahnkamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah :”Wahai Rabbku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil. ” (Qs. Al Isra ayat 23-24).
Menjadi orang tua bukan hanya peran semata, jelas kita butuh bekal ilmu untuk membesarkan anak kita menjadi insan yang taat. Ada agama yang paling sempurma dan paripurna. Mengatur segala aspek kehidupan termasuk bagaimana mendidik anak. Ya, Islam sebuah agama yang memiliki aturan dan tata cara melahirkan generasi hebat.
BACA JUGA:Â Anak Durhaka, Cobaan bagi Orangtua
Sudah tentu untuk melahirkan generasi hebat dibutuhkan orang tua yang hebat. Tentunya untuk menjadi orang tua yang hebat, diperlukan ilmu dengan cara belajar tanpa henti. Ilmu yang di sandarkan kepada Al Quran dan hadist, dan belajar dari banyak kisah bagaimana para nabi dan orang tua ulama salaf membimbing putra-putrinya menjadi anak yang sholeh dan sholeha.
Anak yang sholeh bukan sebuah barang jadi yang langsung terbentuk ketika ia lahir. Anak sholeh dibentuk dengan penuh kesabaran dan kesungguhan. Bahkan sebagian orang tua telah melakukannya semenjak anak berada di dalam kandungan, atau malah sebelum orang tua dipertemukan sebagai pasangan hidup.
Kesabaran dan kesungguhan haruslah diiringi oleh ikhtiar yang maksimal. Sebagai orang tua kita harus memiliki kurikulum untuk anak agar menjadi anak yang hebat. Pertama dimulai dari mengenalkan anak kepada Rabbnya. Mengenalkan anak kepada Rabbnya membutuhkan kemampuan dan ilmu yang mempuni. Namun kita dapat menyampaikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh anak.
Pembelajaran selanjutnya dengan mendidik anak untuk selalu merindukan surga dan takut neraka. Agar anak selalu ingat bahwa kebaikan akan dibalas dengan surga dan kejahatan dibalas dengan neraka. Ingatkan kepada anak bahwa ada kenikmatan luar biasa di dalam surga dan siksaan di dalam neraka.
Lalu mengajarkan anak sholat sejak dini, agar ia terbiasa. Menjadikan sholatnya sebagai tameng mencegah perbuatan fasik dan mungkar. Jangan sampai lupa ada hak anak juga yang harus kita berikan, diantaranya; memiliih ibu, memberi nama yang baik dan mengajarkannya Al Quran.
Lalu diimbangi dengan mengajarkannya zikir-zikir utama dan belajar bahasa Arab, serta tak lupa adab-adab Islami, mengajaknya untuk mencintai para Nabi dan menghidupkan sunnahnya. Membentuk pribadi anak dengan kisah-kisah para nabi dan pemuda yang taat. Turut selektif terhadap tradisi dan hiburan yang ada di hadapan anak, jalin kedekatan kepada anak dengan mengajaknya bermain dan selalu mendoakannya dengan segala keikhlasan. []