TAK ada seorang pun yang ingin ditimpa bencana atau musibah. Pasalnya bencana yang merugikan manusia dari sisi kebendaan dan yang tampak lainya. Namun, efek dari terjadinya suatu bencana akan lebih parah dan dahsyat lagi jika manusia gagal untuk memaknainya. Hal ini dikarenakan hasil dari memaknai adalah cara pandang, pemahaman dan sikap yang mana sangat penting untuk diambil karena akan menentukan langkah dan kondisi kedepannya seusai bencana.
Islam sebagai panduan hidup yang lengkap dan sempurna memiliki panduan khusus bagi manusia untuk memaknai dan mengambil hikmah dari setiap kejadian yang menimpanya, termasuk bencana. Islam memberikan rangkaian nilai-nilai dan sikap praktis yang dapat digunakan sebagai dasar manusia memaknai dan menyikapi serta menghadapi bencana.
BACA JUGA: Sedekah untuk Mencegah Bencana
Bencana adalah takdir dan rahmat Allah
Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah sebuah ketetapan Allah SWT. Mulai dari kelahiran, kematian, perputaran siang malam dan segala sesuatu yang dirasakan manusia merupakan ketetapan Allah, termasuk kemudian peristiwa bencana.
Bencana yang terjadi merupakan ketetapan atau takdir yang datang dari Allah. Setiap yang datang dari Allah merupakan sebuah kebaikan dan bentuk kasih sayang Allah kepada makhluknya, karena Allah menetapkan sifat rahmah (kasih dan sayang) pada dirinya. Allah berfirman,
وَ إِذَا جَاءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنْكُمْ سوْءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِنْ بعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنِّهُ غَفُرٌ رَحِيمٌ (أية 54 من سورة الأنعام)
Artinya : Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah, “salamun ‘alaykum”Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah melakukanya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang. (QS Al-An’am: 54).
Kemudian sebagai orang yang beriman wajib mengimani bahwa setiap yang diberikan atau ditimpakan Allah kepada manusia baik bencana atau bukan adalah sebuah kebaikan dan perwujudan kasih sayang Allah. Allah berfirman,
وَقِيْلَ للّذِينَ اتَّقَوا مَاذَ أَنْزَلَ رَبُّكُمْ قَالُوا خَيْراً للَّذِيْنَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَ لَدَارُ الآخِيْرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ المُتَّقِينَ (أية 30 من سورة النحل)
Artinya: Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa : “apakah yang telah diturunkan Tuhanmu ?”, mereka menjawab : “(Allah Menurunkan) Kebaikan”. Orang-orang yang berbuat kebaikan di dunia akan mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akherat itu lebih baik, dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa. (QS An-Nahl: 30).
Segala sesuatu terjadi didasari dengan kebaikan dan keadilan Allah, termasuk didalamnya peristiwa bencana. Bencana terjadi supaya mengingat kembali dan menjalankan ketetapan Allah. Bencana tidak datang semata-mata dari kemurkaan Allah dan Allah tidak berkeinginan untuk menyengsarakan makhluknya, melainkan kelalaian dan kezaliman manusia itu sendiri, sebagaimana Allah berfirman,
إِنَّ اللهَ لاَ يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئاً وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (أية 44 من سورة يونس)
Artinya: sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. (QS Yunus: 44).
Kemudian contoh mengenai Allah Maha Baik dan Maha Adil yang keadilan dan kebaikan-Nya selalu mengiringi setiap peristiwa yang terjadi, sebagaimana terdapat dalam hadist berikut,
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, bahwa keduanya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit, kelelahan, penyakit, kesedihan hingga kegundahan yang dirasakanya melainkan Allah akan menghapus kesalahanya (dosa)”.(HR Muslim)
Bencana sebagai alat introspeksi
Setelah memahami bahwa bencana dan segala sesuatu yang terjadi adalah bentuk kasih sayang Allah kepada manusia, sebagai orang beriman juga harus memahami bahwa adanya peristiwa bencana itu adalah suatu alat untuk menginstrospeksi, mengevaluasi atau muhasabah diri manusia itu sendiri. Dikarenakan bencana merupakan efek dari kelalaian dan kezaliman manusia terhadap makhluk lain semisal lingkungan dan kezaliman manusia terhadap manusia lain.
BACA JUGA: Ini Doa dan Amalan Khusus bagi Muslim Kala Mengalami Bencana
Lalai yang dimaksudkan adalah tidak memperhitungkan faktor resiko kerusakan akibat perubahan dari perbuatan manusia, seperti pembukaan lahan, pembangunan, penambangan, dan kegiatan lainya. Contoh pembangunan pemukiman tanpa membuat lahan resapan dan aliran air yang baik, dapat menimbulkan banjir di kemudian hari. Masih banyak kegiatan manusia yang merubah tatanan alam dan sosial kemudian merusak keseimbangan yang ada. Oleh karenanya kelalaian manusia dapat menjadi sumber bencana di kemudian hari.
Zalim artinya tidak tidak menempatkan permasalahan sesuai dengan duduk permasalahanya. Kezaliman manusia mengundang bencana dengan merusak tatanan keseimbangan yang telah ditetapkan Allah sebelumnya.
Misalnya kegiatan penebangan hutan di daerah dataran tinggi mengubah daerah yang dahulu menjadi tempat serapan air menjadi tidak berfungsi. Dalam kondisi seperti itu, air hujan yang volumenya besar tidak dapat terserap dengan baik dan menggerus lereng-lereng serta dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor. Begitulah kezaliman dan kelalaian manusia dapat mengundang bencana.
Zalim dan lalai inilah yang kemudian dalam konteks kebencanaan dikatakan sebagai dosa, dosa sosiologis dan dosa ekologis. Dosa sosiologis tercipta dari kelalaian dan kezaliman manusia terhadap sesamanya. Sedang dosa ekologis tercipta dari kelalaian dan kezaliman manusia terhadap alam sekitarnya.
Tidak selamanya bencana berisi hal negatif bagi manusia. Terdapat sisi positif dari bencana yang dapat dimanfaatkan manusia, yakni sebagai alat introspeksi. Dengan hadirnya bencana manusia menjadi lebih waspada dan lebih termotivasi lagi untuk kemudian menghitung faktor risiko bencana yang mungkin terjadi di lingkunganya.
Ditambah dengan pemahaman bahwa bencana juga merupakan bentuk kasih sayang Allah bukan serta merta selalu merupakan azab, cara pandang umat Islam terhadap bencana akan menghasilkan sikap yang lebih arif dan bijaksana. []
SUMBER: MUHAMMADIYAH