TANYA: Bagaimana hukumnya jika shalat selalu di akhir waktu karena repot mengurus bayi? Saya punya dua bayi sehingga sangat kesulitan untuk shalat. Saya selalu shalat hampir di akhir waktu dikarenakan bayi saya menangis sampai menjerit ketika ditinggal sebentar saja. Apakah saya sangat berdosa?
JAWAB: Jika seseorang merasakan kesulitan shalat di awal waktu, seperti karena mengurus dua bayi, maka tidak mengapa melakukan shalat dengan menjamaknya. Akan tetapi hendaknya tidak sering-sering, bahkan berusaha untuk shalat pada waktunya masing-masing, kecuali karena kebutuhan untuk menjamak.
BACA JUGA: Shalat Qashar dan Shalat Jamak Qashar, Ini Beda dan Tata Caranya
Ulama mazhab Hanbali membolehkan jamak baik taqdim maupun ta’khir bagi orang yang beruzur dan bagi orang yang sakit. Mereka juga membolehkan wanita yang menyusui yang kesulitan mencuci pakaian di setiap waktu shalat dan wanita yang terkena darah istihadhah (darah penyakit), orang yang beser, dan orang yang tidak kesulitan bersuci, serta orang yang mengkhawatirkan bahaya terhadap diri, harta, atau kehormatannya.
Dengan demikian, ia boleh menjamak shalat ketika ini, akan tetapi praktik yang lebih utama adalah dengan jamak shuri, yaitu dengan mengakhirkan shalat yang pertama dan memajukan shalat yang kedua, seperti menunda shalat Zhuhur dan memajukan shalat Ashar sebagaimana wanita yang terkena darah istihadhah, agar ia tetap shalat pada waktunya masing-masing. Ketika uzur ini hilang, maka hendaknya ia berusaha segera shalat dan tidak menundanya, wallahu a’lam.
BACA JUGA: Diperbolehkan Menjamak Shalat, Harus karena 4 Sebab Ini
Adapun terkait wanita bekerja, maka hal ini menyelishi perintah Allah Ta’ala yang menyuruhnya berdiam di rumah, Dia berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab: 33)
Di samping itu, keluarnya dari rumah menimbulkan fitnah, apalagi sampai menyerahkan anaknya untuk diasuh kepada orang lain yang kasih sayangnya tidak seperti orang tuanya sendiri, dimana anak kita bisa diajarkan contoh yang tidak baik.
Tetapi jika ia membantu suaminya ketika bekerja seperti di tokonya atau di rumahnya, maka tidak mengapa. Hal itu karena memang yang bertanggung jawab mencari nafkah dan memberi nafkah adalah suami; bukan istri. Wallahu a’lam. []
SUMBER: BIMBINGAN ISLAM