Oleh: (@bidadari_azzam, KL 2014)
RENUNGAN indah ini beberapa kali kubaca dalam versi bahasa Inggris di sebuah grup muslim mancanegara. Dikisahkan bahwa suatu malam Sultan Murod Ar-Rabi` mengalami kegundahan yang sangat, dan dia tak mengetahui sebabnya.
Maka Sang Sultan memanggil kepala penjaga/sipir dan memberitahukan tentang keadaannya yang sedang gundah, Dan memang merupakan kebiasaan Sultan bahwa dia sering memeriksa keadaan masyarakat/rakyatnya secara sembunyi-sembunyi. Maka Sultan berkata kepada Kepala Sipir, “Baiklah…Mari kita keluar, jalan-jalan di antara penduduk (guna memeriksa dan memantau keadaan mereka).”
BACA JUGA: Selalu Berkaca Diri… Oh Ibu, Kematian Sangat Dekat
Mereka pun berjalan hingga sampailah di sebuah area ujung desa, dan Sultan melihat seorang pria tergeletak di atas tanah. Sultan menggerak-gerakkannya (untuk memeriksa) dan ternyata pria tersebut telah tewas. Namun anehnya orang-orang yang melintasi tempat itu dan berlalu lalang di sekitarnya tidak memerdulikannya. Maka Sultan pun memanggil mereka, tapi mereka tidak mengetahui Sang Sultan, Mereka berseru, “Ada apa?”
Sultan bertanya, “Kenapa pria ini tewas dan tak seorang pun yang membawanya? Siapa dia? Dan dimana keluarganya?”
Mereka berujar, “Ini orang zindiq, suka minum khomar, pezina!”
Sultan menimpali, “Namun bukankah dia dari golongan umat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam? Ayo bawa dia ke rumah keluarganya.”
Maka mereka pun membawanya. Ketika sampai di rumah, istrinya pun melihatnya dan langsung menangis. Dan orang-orang pun mulai beranjak pergi, kecuali Sang Sultan dan Kepala Sipir. Di tengah tangisan si wanita (istri si mayit), dia berseru kepada Sultan (namun wanita tersebut tak mengetahui bahwa di hadapannya adalah sosok sultan), “Semoga Allah merahmatimu wahai wali Allah, aku bersaksi bahwa engkau sungguh wali Allah.”
Maka terheranlah Sultan Murod dengan ucapan wanita tersebut, dan berkata, “Bagaimana mungkin aku termasuk wali Allah sementara orang-orang berkata buruk terhadap si mayyit, hingga mereka enggan mengurusi mayatnya.” (Pen: Sultan merasa heran, bagaimana mungkin seorang zindiq ditolong oleh wali Allah)
Wanita ini pun menjawab, “Aku sudah duga akan hal itu, Sungguh suamiku setiap malam pergi ke penjual arak/khomar lantas membeli seberapa banyak yang dia bisa beli, kemudian membawanya ke rumah kami dan menumpahkan seluruh khomar ke toilet, dan dia (suami) berkata ‘Semoga aku bisa meringankan keburukan khomar dari kaum muslimin.’
“Suamiku juga selalu pergi kepada para zaniah/pelacur dan memberinya uang, dan berkata ‘malam ini kau ku bayar dan jangan kau buka pintu rumahmu (untuk melacur) hingga pagi.‘ Kemudian suamiku kembali ke rumah dan berujar ‘Alhamdu lillah, semoga dengan ini aku bisa meringankan keburukannya ( pelacur) dari pemuda-pemuda muslim malam ini.’
“Namun sementara orang-orang menyaksikan dan mengetahui bahwa suamiku membeli khomar, dan masuk ke rumah pelacur, Dan lantas mereka langsung membicarakan suamiku dengan ragam keburukan. Pernah suatu hari aku berkata pada suamiku, “Sungguh jika seandainya engkau mati, maka tak akan ada orang yang akan memandikanmu, menyolatkanmu, dan menguburkanmu. Suamiku pun tersenyum dan menjawab , “Jangan khawatir Sayangku… Sultan/Pemimpin kaum muslimin-lah yang akan menyolatkanku beserta para ulama dan pembesar-pembesar negeri lainnya.”
BACA JUGA: 5 Trik Wanita yang Menantang Syahwat Lelaki tanpa Disadari
(Setelah mendengarnya) Sultan pun menangis lantas berkata, “Suamimu benar, Demi Allah aku adalah Sultan Murod Ar-Robi`, Dan besok kami akan memandikan suamimu, menyolatkannya dan menguburkannya.” Dan diantara yang menyaksikan jenazahnya adalah Sultan Murod, para ulama, para masyayikh dan seluruh penduduk daerah itu.
Maha Suci Allah, kita hanya bisa menilai orang dengan hanya melihat penampilan dan kulit luarnya dan kita pula hanya mendengar omongan orang. Maka jika mampu bijak, kita akan memandang dan menilai orang dari kebersihan hatinya, belum tentu benar apa yang ada dalam pandangan mata dan sangkaan kita.
Perlunya iman yang teguh serta keluasan hati untuk senantiasa mendahulukan prasangka baik kepada saudara kita. Saat lebih bijak mencari ragam alasan untuk selalu berprasangka baik, niscaya lisan kita akan kelu membisu dari menceritakan keburukan orang lain.. Masya Allah…
Semoga kita dapat memetik ibroh dari kisah ini, barokallohlakum. Wallohu a’lam. []
Disampaikan di beberapa majelis taklim tentang seringnya kita berprasangka buruk, sungguh merugi, naudzubillah!