WAHYU tak memberinya kesempatan untuk menarik napas. Saat beliau baru saja kembali ke rumahnya dalam keadaan menggigil. Tak lama wahyu kembali turun, memanggilnya untuk segera bangkit dari bawah selimutnya, Beliau pun segera bangkit.
Tak ada lagi pertanyaan seputar tugas dan tanggung jawab agung yang dibebankan kepadanya berdasarkan wahyu yang pertama kali beliau terima.
Namun, Allah memerintahkan Nabi untuk, Bangunlah, lalu berilah peringatan. Dan agungkanlah Tuhanmu! (QS Al-Muddatstsir : 2-3).
BACA JUGA: Masa Vakum Turunnya Wahyu kepada Rasulullah ﷺ
Beliau adalah utusan Allah dan penutup semua nabi dan rasul. Rasul yang selama ini sudah dikabarkan oleh para nabi, yang dibicarakan berbagai kitab suci dan ditunggu kehadirannya oleh waktu.
Maka, hendaklah beliau bangkit dengan berkah Tuhannya, membawa kabar gembira dan peringatan, menyeru manusia supaya menyembah Allah dengan izin-Nya, dan menjadi pelita yang terang bercahaya.
Beliau pun bangkit, menghadapkan wajahnya kepada Allah dengan hati yang lurus serta berserah diri. Beliau pun segera menyeru kepada Allah dengan hujjah yang nyata, ditopang oleh modal yang amat agung, dan jarang dimiliki manusia berupa akhlak yang utama, kepribadian yang luhur, dan keteguhan yang membaja
“Wahai sekalian kaum Quraisy, katakan kepadaku, jika kuberitahukan bahwa pada permukaan bukit ini ada pasukan berkuda yang siap menyerang, percayakah kalian?”
“Ya,” jawab mereka. “Belum pernah kami melihat engkau berdusta wahai Rasulullah.”
Rasulullah ﷺ kemudian melanjutkan, “Aku adalah utusan Allah bagi kalian.” Kata-kata ini pun mengundang berbagai reaksi. Ada yang diam membisu, ada pula yang menyerang membabi buta. Sikap membisu terjadi lantaran mereka masih diliputi kebingungan.
Sementara serangan gencar datang dari pembesar mereka, Abu Lahab, seraya membawa kesombongan dan kedunguannya. Sejak momentum yang agung itu, perjalanan kafilah Islam pun dimulai. Jumlah pemeluk dan pengikutnya tumbuh dengan amat lambat.
BACA JUGA: Nasihat Rasulullah bagi yang Terlilit Utang
Namun, dengan segala kemurnian dan kedalamannya, beberapa orang kemudian mengambil tempat sebagai lokomotif.
Mereka ada-lah Khadijah, ‘Ali, Abu Bakar, dan Zaid ibn Haritsah. Kemudian disusul dengan para sahabat yang lain: ‘Utsman ibn `Affan, `Abdurrahman ibn ‘Auf, Sa`ad ibn Abi Waqqash, Zubair ibn Awwam, Thalhah ibn Ubaidillah, Bilal, Khabbab, Ibn Masud, `Ammar, Sumayyah, Sa’id ibn Zaid, Fathimah binti Al-Khaththab, dan Mush`ab ibn Umair. []
Sumber: 10 Episode Teragung Rasulullah SAW/ Penulis: Khalid Muhammad Khalid/ Penerbit: Mizania/ 2015