SALAH satu dhawabith dalam fiqih puasa, لا صيام لمن لم يجمع الصيام من الليل (tidak sah puasa bagi orang yang tidak berniat puasa sejak malam hari). Hal ini berdasarkan Hadits hasan yang diriwayatkan oleh Ashab As-Sunan dan lainnya, dari Hafshah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من لم يجمع الصيام قبل الفجر فلا صيام له
Artinya: “Siapa saja yang tidak berniat puasa di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.”
Berdasarkan dhabith ini, ada beberapa ketentuan yang bisa kita dapatkan:
BACA JUGA: 4 Hal yang Harus Dihindari Orang Berpuasa
1. Tidak sah puasa Ramadhan, qadha Ramadhan, puasa kaffarah, puasa nadzar, puasa fidyah haji, dan semua puasa wajib lainnya, kecuali jika puasa tersebut diniatkan sejak malam hari sebelum terbit fajar.
2. Orang yang telah berniat puasa wajib di malam hari, kemudian makan, minum atau berjima’ pada malam tersebut setelahnya, sebelum terbit fajar, puasanya tetap sah, dan niat sebelumnya tidak batal.
Karena Allah ta’ala membolehkan makan, minum dan jima’ di malam hari sampai terbit fajar, dan seandainya hal tersebut membatalkan niat puasa, tentu Allah ta’ala akan melarang aktivitas tersebut.
3. Orang yang telah berniat puasa wajib di malam hari, kemudian tidur sampai terbit fajar, puasanya sah, dan niatnya tidak batal, karena tidur tidak membatalkan niat. Dan jika ia terbangun sebelum terbit fajar, ia tidak wajib memperbarui niatnya.
4. Orang yang telah berniat puasa wajib di malam hari, kemudian ia memutus niatnya sebelum terbit fajar, misal ia menyatakan dalam hatinya, “Saya tidak jadi niat puasa besok”, maka niatnya batal dan puasanya tidak sah. Memutus niat merupakan salah satu pembatal niat.
5. Seorang yang niat puasa wajib, dan ia ragu, apakah ia berniat puasa tersebut sebelum terbit fajar, atau setelahnya, tidak sah puasanya. Karena al-ashlu ia belum berniat sebelum fajar, kecuali jika ia yakin telah meniatkannya, dan kondisi syakk (tidak sampai yakin) tidak bisa mengubah al-ashlu ini.
Namun, dikecualikan dari dhabith ini, puasa sunnah. Tidak disyaratkan niat di malam hari untuk puasa sunnah. Puasanya tetap sah, baik ia berniat di malam hari sebelum fajar, maupun jika ia baru berniat di siang hari, setelah terbit fajar, selama belum masuk waktu zawal (awal waktu zhuhur).
Hal ini berdasarkan Hadits riwayat Imam Muslim dan lainnya, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya ke beliau pada suatu hari, apakah ada makanan saat itu yang bisa beliau makan, kemudian ‘Aisyah menyatakan, tidak ada makanan.
Lalu Rasulullah bersabda: فإني صائم, dan dalam riwayat An-Nasai, beliau bersabda: إذن أصوم (kalau begitu, saya puasa). Artinya, Nabi memulai niat puasa saat itu, dan itu di siang hari.
BACA JUGA: Apa Hukum Puasa Senin dan Kamis pada Bulan Rajab?
Tentang waktu zawal, hal ini disebutkan dalam Hadits ‘Aisyah riwayat Ad-Daraquthni, Nabi bertanya dengan redaksi: هل عندكم من غداء (apakah kamu memiliki “ghada”?). “Ghada adalah istilah untuk menyebut makanan yang dimakan di siang hari sebelum waktu zawal.
Hadits Hafshah, yang menunjukkan tidak sahnya puasa jika tidak berniat di malam hari, hukumnya hanya berlaku untuk puasa wajib, karena untuk puasa sunnah, ada pengecualian dari Hadits ‘Aisyah.
Wallahu a’lam. []
Rujukan: Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah Wa Tathbiqatuha Fi Al-Madzhab Asy-Syafi’i, karya Dr. Muhammad Az-Zuhaili, Juz 2, Halaman 233-237, Penerbit Dar Al-Bayan, Damaskus.
Oleh: Muhammad Abduh Negara