PERLU Anda ketahui, kemungkinan besar para ulama di masa lalu, tak pernah membayangkan ada kapal besar yang terbuat dari ‘besi’, yang bisa terbang di udara dan mengangkut ratusan orang, terbang dengan sangat cepat, dan sampai ke tujuan hanya hitungan beberapa jam, yang seandainya pakai kuda tercepat pun tujuan tersebut baru bisa dicapai setelah beberapa bulan.
Seandainya bisa kita sampaikan hal itu ke mereka, dan kita jelaskan bahwa itu bukan mu’jizat, karamah, atau sihir, tapi sesuatu yang umum di tengah manusia, kemungkinan besar mereka akan menolak bahkan bisa jadi mendustakannya.
BACA JUGA: Fakta 7 Lapisan Bumi yang Dijelaskan Alquran dan Sunnah
Mengapa? Karena pengetahuan mereka akan sains dan teknologi di masa tersebut, belum menjangkau hal-hal yang kita ketahui saat ini.
Pesawat terbang, teropong bintang, TV, telepon, internet, media sosial, dan lain-lain, yang tak mungkin kita dustakan keberadaannya saat ini, adalah sesuatu yang tak terjangkau oleh orang-orang yang hidup sekian ratus tahun yang lalu.
Jadi, apa hubungannya dengan “bumi bulat” dan “bumi datar”?
1. Meski dulu sebagian ulama ikut membincangkannya, di masa sekarang kita paham, ini bukan wilayah ahli tafsir, ahli Hadits, atau ahli fiqih, tapi ia wilayah ahli astronomi, ahli fisika, dan semisalnya.
2. Tidak ada nash sharih yang bisa dijadikan dalil untuk memutuskan bumi itu bentuknya bulat atau datar.
3. Kemajuan sains dan teknologi di masa sekarang sudah mampu menunjukkan dan menjelaskan bentuk bumi kepada kita, dan itulah yang bisa dijadikan pegangan, karena ia fakta alam yang bisa diamati dan diteliti, terutama sejak sains dan teknologi semakin maju.
BACA JUGA: Ilmuwan Pertama yang Meneliti Jari-jari Bumi
4. Islam tidak pernah mengajarkan kita untuk menolak dan menafikan hasil sains dan teknologi, apalagi jika ia sudah mencapai taraf ghalabatuzh zhann bahkan qath’i (atau hampir qath’i), kecuali jika ada dalil dari nash yang qath’i tsubut dan dalalahnya, yang menafikannya.
5. Ulama klasik yang ikut membahas tema “bumi bulat” dan “bumi datar”, dan meninjaunya dari Ayat Al-Qur’an, mendapatkan uzur, karena di zaman tersebut kemajuan sains dan teknologi belum seperti sekarang.
Dan jika ada tafsir mereka yang keliru, kekeliruannya adalah pada tafsir manusia, bukan pada Kalam Allah ta’ala.
Wallahu a’lam bish shawab. []
Facebook: Muhammad Abduh Negara