INOVASI dan terobosan tak berkutat pada teknologi. Konsep pengembangan dan pemberdayaan ekonomi di dunia Islam lahir silih berganti. Sebut saja Ibnu Khaldun yang mengusung pemikiran tentang pajak dan belanja pemerintah yang tertulis dalam Muqaddimah.
Sejumlah pemerintahan Islam merumuskan kebijakan mereka. Misalnya, Dinasti Fatimiyah mengembangkan Al-Azhar hingga lembaga pendidikan itu mampu berkontribusi pada kegemilangan peradaban Islam. Sebab, lembaga tersebut berhasil mencetak kaum cendekia. Semua bermula pada wakaf.
BACA JUGA: Berwakaf di Waktu Sulit
Pemerintahan Ottoman atau Turki Usmani menempuh langkah yang hampir sama. Mereka menata pengelolaan wakaf untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakatnya. Pemerintah membentuk badan wakaf yang mengurusi pengumpulan dan pengelolaan wakaf. Salah satunya di Kota Bursa.
Pada 1563 Masehi, sebuah lembaga pengelola wakaf berdiri di kota tersebut untuk mengelola wakaf tunai. Lembaga ini bernama Bursa Wakaf Tunai. Pendirian ini bersandar pada putusan pengadilan. Kiprah lembaga ini terentang hingga tiga abad kemudian.
Sejak berdirinya lembaga pengelola wakaf tersebut, wakaf semakin populer di seantero wilayah Turki Usmani, seperti di Anatolia dan wilayah yang menjorok ke Eropa. Dana yang terkumpul digunakan untuk mendanai program pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, dan kegiatan dakwah.
BACA JUGA: Ketika Abu Thalhah Wakafkan Kebun yang Dicintainya
Risalah tentang keuntungan atau modal lembaga ini dapat dilihat dari catatan yang ada antara 1667-1805. Seluruh usaha yang dibentuk seluruhnya memakai sistem bagi hasil (mudharabah). Bahkan, pembiayaan dari wakaf tunai menjadi unsur penting bagi kelangsungan hidup pada masa Ottoman.
Pada masa selanjutnya, perkembangan tak hanya dari segi aset, melainkan pula terkait pelayanan yang diberikan. Manfaat dari pengelolaan dana wakaf sangat luar biasa. Lalu, menjelma menjadi kegiatan usaha yang produktif dan prospektif. Misalnya, perumahan, pertanian, dan kegiatan produktif lainnya. []
SUMBER: BWI