Oleh: Syahida Putri
syaidaputri1453@gmail.com
PADA zaman Rasulullah Saw, terdapat seorang pemuda ahlul kitab, sebutan bagi umat Yahudi dan Nasrani di dalam Al-Qur’an.
Dia adalah Salman Al-Farisi r.a. Beliau berasal dari Isfahan, suatu daerah di bawah kekuasaan Kisra Persia, yang mayoritasnya menganut kepercayaan Majusi, kaum penyembah api. Ayahnya seorang pejabat setingkat bupati yang amat menyayangi Salman Al-Farisi, dan ia itu diberikan tugas oleh ayahnya untuk menjaga api suci itu supaya tetap menyala. Itu adalah sebuah tugas mulia dalam agama Majusi.
Mungkin Salman Al-Farisi adalah salah satunya orang yang pernah menganut berbagai kepercayaan, seperti; Majusi, Nasrani, Kristen.
Pada buku yang berjudul Sirah 60 Sahabat Nabi Muhammad Saw halaman 46, yang ditulis oleh Ummu Ayesha, di ceritakan. Pada Suatu hari saat menjalankan perintah ayahnya, Salman melewati sebuah gereja.
BACA JUGA: Seperti Uwais Al Qarny, Inilah Bakti Salman Al Farisi kepada Ibundanya
Hati Salman seperti ditarik untuk mendekat bahkan memasuki gereja. Melihat cara ibadah orang-orang dalam gereja, Salman tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya, “Apakah nama agama kalian?” kata Salman.
“Agama Kristen,” jawab orang-orang yang berada di gereja. Kemudian Salman bertanya lagi, “Dari manakah agama Kristen itu?”
“Dari Negri Syam,” jawab orang-orang yang berada di gereja.
Singkat cerita, Salman ini disekap oleh ayahnya, tetapi ia dapat keluar dan pergi ke Syam untuk mengabdi hidupnya di sebuah gereja. Suatu ketika, Salman Al-Farisi belajar dengan Uskup, seperti pendeta, ia memiliki sifat yang kurang baik. Beberapa sedekah yang didapat dari jama’ah tidak diberikan ke fakir miskin, tapi disimpan untuk kepentingan pribadinya.
Setelah beberapa lama, uskup itu wafat, lalu datanglah uskup yang baru, yang lebh baik dan sangat taat beragama. Hidupnya nya sangat sederhana. Salman pun makin rajin mempelajari agamanya. Tetapi Salman pun tidak lama belajar dengan uskup tersebut, lagi-lagi ajal yang memisahkan.
Menjelang wafatnya, Salman pun meminta nasihat, “Pada siapa aku harus berguru?”
“Hanya ada satu orang yang sepertiku. Dia tinggal di Mosul. Pergilah engkau ke sana, anakku”, jawab uskup tersebut.
Salman pun mengikuti pesan gurunya. Dia menemukan pendeta yang dimaksud. Lalu dia hidup beberapa waktu hingga pendeta di Mosul pun menutup mata, sama seperti pada guru sebelumnya.
Salman pun mendapat guru pengganti atas wasiat gurunya, seorang ahli ibadah di daerah Nasibin. Kejadiannya terus berulang seperti itu, hingga Salman berguru pada seorang laki-laki di daerah Amuria, Romawi.
Suatu hari, Salman dipanggil oleh sang guru. “Anakku, aku tidak menyuruhmu untuk datang pada siapa pun, saat ini sudah diutus seorang Nabi yang membawa risalah Nabi Ibrahim. Dia akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak di antara dua bebatuan hitam. Jika kamu bisa pergi ke sana, pergi lah nak!, dan temuilah lelaki dengan tanda-tanda tidak menerima sedekah, namun merima hadiah. Di pundaknya ada tanda kenabian. Jika kamu melihatnya, kamu pasti akan medah mengenalinya.”
BACA JUGA: Salman Al-Farisi Amir yang Sederhana
Ternyata itu adalah kalimat terakhir sang guru, lagi-lagi ajal yang memisahkannya. Ketika Salman pergi ke sana dengan rombongan Wadil Qura, sebuah lembah yang terletak di antara Madinah dan Syam, tetapi dia lebihb dekat ke Madienah. Tenyata mereka menjual Salman sebagai budak pada seorang Yahudi.
Setelah beberapa lama, Salman pun di beli oleh Yahudi dari bani Quridah yang tinggal di Madinah. Salman ini tidak menyadari bahwa kota ini adalah kota yang disebut oleh sang guru. Sampai ada sepupu majikannya dari Bani Quraidzah yang mengunjunginya dan membelinya. Ia membawa Salman ke Yatsrib, dan Salman melihat pepohonan kurma, seperti yang diceritkan oleh Sahabat Salman Di Amuriyah. Salman pun tersedar bahwa inilah Madienah itu.
Berhari-hari, Salman menjadi budak. Suatu ketika, Nabi Saw hijrah ke Yatsrib. Saat itu Salman sedang berda di atas pohon kurma, dan majikannya beradadi bawahnya. Kemudian datang seorang sepupu majikannya tersebut, dan mengatakan, “Semoga Allah membinasakan bani Qailah, suku Aus dan Khazraj. Demi Allah, mereka kini sedang berkumpul di Quba, nama sebuah semur di dekat Madienah. Untuk menyambut pria yang datang dari mereka dan mengaku sebagai Nabi.”
Singkat cerita, saat menjelang petang, Salman mengambil beberapa kurma yang dikumpulkannya dan dibawa ke tempat Rasulullah Saw menginap. Salman masuk, dan berkata “Aku mendengar bahwa engkau adalah orang yang shaleh, dan kau membawa para shahabat yang membutuhkan bantuan. Ini adalah sedikit barang yang dapat aku sedekahkan. Menurutku kalian lebih pantas untuk menerima ini dari lainnya.” Kemudian Salman mendekat kearah Rasulullah.
Rasulullah kemudian bersabda kepada para Sahabatnya, “Makanlah oleh kalian”. Rasulullah tidak menggerakan tangannya sama sekali untuk mengambil makanan tersebut. Salman Al-Farisi berucap dalam hati, “Ini sebuah tanda”. Kemudian Salman kembali ke rumah dan mengumpulkan beberapa buah kurma. Ketika Rasulullah Saw berangkat dari Quba menuju Madienah, Salman menghampiri Rasullah Saw sambil berkata, “Aku perhatikan bahwa engkau tidak makan harta sedekah dan ini adalah hadiah yang aku bawakan buatmu.” Lalu beliau memakannya dan menyuruh para sahabat untuk makan bersama beliau. Lalu Salman pun berucap dalam hati, “ini tanda kedua”.
Lalu pada saat itu Rasulullah sedang menguburkan sahabatnya di Baqi al-Gharqaq, sebuah tempat di Madinah yang dijadikan pekuburan. Kemudian Salman berputar untuk melihat punggung Rasulullah. Dan benar memang ada tanda kenabian di punggung Rasulullah.
BACA JUGA: Ketika Cinta Salman Al-Farisi Ditolak
Begitu Rasulullah melihat Salman, Rasulullah paham apa yang sedang di cari oleh Salman, kemudia Rasulullah melepas jubahnya, maka semakin yakin, dan Salman pun langsung tersungkur, dan mencium tangannya Rasulullah sambil menangis.
Maka Rasulullah bertanya kepada Salman, “Apakah ceritamu ini?”
Kemudian Salman pun menceritakan kisahnya, dan Rasulullah pun merasa kagum mendengarnya. Beliau kemudian berkeinginan agar para sahabat pun ikut mendengarkannya. Sahabat pun ikut kagum mendengar kisahnya. []
REFERENSI
Sirah 60 Sahabat Nabi Muhammad Saw halaman 46, yang ditulis oleh Ummu Ayesha,
Sirah 65 Sahabat Rasulullah, Dr. Abdurrachman Ra’fat Al-Basya, halaman 121-125.
Aplikasi Sirah Nabawiyyah Kisah.