INGGRIS–Shaima Dallali, wanita muslim Arab pertama yang memenangkan kursi kepresidenan Serikat Mahasiswa Universitas London, menegaskan bahwa dirinya akan kembali mengkritisi upaya pemerintah Inggris yang menekan aktivitas mahasiswa dalam mendukung perjuangan Palestina.
“Siswa sudah lebih aktif dan interaktif mengenai pendidikan dan masalah akademis. Mereka membela kebebasan berekspresi mengenai masalah ini meskipun tekanan terus menerus diberikan oleh pemerintah,” ujarnya, dilansir dari Middle East Monitor, Jumat (19/3/2021).
BACA JUGA: Kisah Seorang Mahasiswa Pecahkan Soal Matematika Tersulit di Dunia
Menurut Dallali, mahasiswa saat ini memiliki kesadaran dan bisa menahan upaya pemerintah membungkam suara mereka. Dallali telah membentuk asosiasi untuk mendukung perjuangan Palestina dan sebelumnya telah meluncurkan lebih dari satu kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang Palestina.
Dallali juga membahas masalah yang menjadi perhatian mahasiswa, menyuarakan hak-hak mereka dan membela tuntutan mereka. Hal itu membuatnya mendapatkan kepercayaan dari staf dan mahasiswa.
Baik mahasiswa Muslim dan non-Muslim memilih Dallali, yang menjadi hijaber pertama yang memimpin persatuan mahasiswa dalam sejarah universitas. Dalam pemilihan yang berlangsung awal bulan ini, Dallali mendapatkan 19 ribu suara.
Mengenai rencananya mengatasi gelombang pasang Islamofobia di barat dan sayap kanan Inggris, Dallali menyatakan akan bekerja sama dengan komunitas pelajar dan lokal.
BACA JUGA: Karena Berhijab, Mahasiswa Ini Ditolak dalam Sebuah Wawancara Kerja di India
“Dari posisi saya di universitas ini, saya akan fokus untuk menjadi efektif, dan kita perlu lebih terlibat dalam menerapkan strategi yang memungkinkan kami bekerja dengan komunitas pelajar dan komunitas lokal untuk menolak rasialisme dalam segala bentuknya,” ucapnya.
Selain Dallali, dua wanita Muslim Arab berjilbab lainnya juga memenangkan posisi wakil presiden. Tim ini akan memimpin serikat mahasiswa selama satu tahun penuh setelah menjabat pada Juli.
Dallali lahir dari ayah Tunisia dan ibu Sudan. Dia datang ke Inggris pada 2000 dan belajar di City University of London, memperoleh gelar master di bidang hukum. Wanita berusia 26 tahun itu berharap kesuksesannya akan membuka jalan bagi kemenangan lain bagi Muslim dan semua tujuan yang adil. []
SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR